Home / Pendekar / Jagat Kelana / 100. Pusat Kota

Share

100. Pusat Kota

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-06-25 19:32:43

"Paman, nasi uduk satu porsi dengan ikan bakar tanpa sambel!" pesan Jagat di kedai makan.

"Hai, bukankah kamu yang empat hari lalu datang bersama wanita muda? Lalu dimana dia?" tanya pemilik kedai.

Jagat terhenyak kaget, dia tidak menyangka masih ada orang yang mengenalinya meskipun tampilannya sudah sedikit dirubah sebelum masuki kotaraja.

Jagat mengulum senyum dan berkata, "Dia sudah pergi, Paman. Ada urusan yang harus dikerjakannya."

Pemilik kedai yang biasa dipanggil dengan Ki Jayadi itu menganggukkan kepalanya beberapa kali tanda dia mengerti. Lalu disodorkan baki berisi pesanan, Jagat menerima baki tersebut dan berbalik badan lalu pandangannya beredar untuk mencari tempat kosong.

Sebuah tangan melambai ke arahnya dan meminta Jagat agar duduk di bangku kosong tepat di depannya. Melihat arah tunjuk orang itu seketika senyum Jagat mengembang dan kakinya melangkah menuju ke sana.

"Terima kasih, Ni," ucap Jagat lirih.

Ternyata yang melambaikan tangan adalah seorang wanita denga
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Jagat Kelana   101. Hukum Pancung

    Tambun menatap pada sosok Jagat. Terlihat di matanya bahwa pemuda itu seakan bukan pria sembarangan hingga kedua matanya mengerjab berulang kali. Dalam pandangannya Jagat memiliki kekuatan yang bisa diandalkan. "Bisakah kamu bebaskan wanita di sana itu, Ki Sanak?" tanya tambun yang tidak memedulikan tanya Jagat. "Tetapi apa manfaat buatku, Paman? Aku hanya inginkan identitas ketiga pemuda di sana," balas Jagat. Tambun menyipit menatap lebih tajam dan jauh pada panggung yang terlihat tiga sosok pemuda. Lalu dia memalingkan wajahnya memandang wajah tampan Jagat, kemudian berpaling pada wanita yang dirantai di bawah tiang. "Sama," gumam pria tambun. "Di sana adalah Pangeran Abimana beserta dua pengawal baru pengganti Pangeran Kurubumi dan Jantaka, Ki Sanak," jawab pria tambun lagi. "Mengapa keduanya diganti, Paman?" tanya Jagat lagi. "Kabarnya keduanya sedang mengemban tugas ke wilayah barat, di sana terjadi keributan pengambil alihan kekuasaan," papar pria tambun. Jagat mengerutk

    Last Updated : 2024-06-26
  • Jagat Kelana   102. Terselamatkan

    Seberkas cahaya perak meluncur dengan kecepatan akurat menuju ke tubuh Zavia. Tangan kekar meraih pinggang wanita itu dan langsung dibawa pergi hanya meninggalkan derai tawa kepuasan Zavia. Samar terdengar suara lembut wanita itu menyapa cuping Albara. "Tunggu kehancuranmu, Albara!"Mendengar kalimat seketika Albara melontarkan perintah pada Banyubiru untuk mengejar sinar tersebut. Tanpa menunggu lebih jauh lagi, sosok pendekar wanita bercadar merah melesat mengejar sinar perak yang berlari ke arah hutan belantara di sisi timur bangunan utama istana kerajaan Bumi Seloka. Terlihat kejar-kejaran dua sinar yang berbeda yang hanya terlihat secara mata rakyat biasa. Sementara di lapangan balai kota banyak teriakan kepuasan mengenai hilangnya tubuh ratu mereka. Selama ini mereka tersiksa secara lahir dan batin dalam pemerintahan Albara. Raja yang memaksa lengsernya penguasa terdahulu dengan segala cara bahkan mengunakan cara terlicik menyerang dari belakang dengan melempar segala futnah

    Last Updated : 2024-06-27
  • Jagat Kelana   103. Bertemunya Ibu Dan Anak

    Sinar perak yang melesat sambil membawa tubuh Zavia terus meluncur menjauh dari balai kota dan masuk ke hutan belantara timur bangunan kerajaan. Namun, saat sudah berada di depan sebuah goa sinar tersebut berhenti seketika. "Maafkan aku, Nyai!" ucap Jagat dengan nada rendah dan menunduk saat dia sudah menurunkan Zavia dari bahunya. Zavia termangu menatap wajah pemuda yang telah membawanya lari dari rantai besi yang selama ini membelenggunya. Bibir wanita senja itu bergetar dan bulir bening mengalir perlahan. Jemarinya terulur dan sedikit bergetar seirama detak jantungnya. "Siapa namamu, Pria Muda?" tanya Zavia, lalu pandangannya tertuju pada kalung yang dipakai Jagat, "Dapat darimana kalung yang kamu pakai itu?"Jagat diam sambil perlahan mulai mengangkat kepalanya untuk memberanikan diri menatap wajah wanita berusia senja di depannya. Debat jantung pemuda itu menjadi tidak terkontrol, hal ini tidak biasa terjadi pada tubuhnya apalagi ini berhadapan dengan mahkluk sejenis wanita.

    Last Updated : 2024-06-28
  • Jagat Kelana   104. Dewi Samber Nyowo

    Wanita itu diam menatap intens pada Jagat dan Zavia bergantian. Lalu bibirnya menyugingkan senyum sinis, tangannya menyibak jubah biru laut tipis miliknya. Saat itu juga terlihat jelas gambar Akshita sedang sekarat du tepi sebuah danau. "Kau lihat sendiri tubuh wanitamu terkulai lemah tidak berdaya. Semua alam roh tahu kondisi wanita jalang itu, jadi buat apa kau masih pikirkan dia," papar wanita itu. Jagat terdiam, dahinya berkerut kencang dia tidak menyangka bahwa Akshita menyembunyikan indentitasnya sejauh ini hanya untuk inginkan bersanding dengannya. Selama ini Jagat percaya bahwa Akshita menunggunya untuk memperbaiki kawanannya. "Jangan percaya dengan wanita licik ini, Nak. Coba kau selami apa yang ditampilkan olehnya? Semua belum tentu benar, waktu yang akan ungkap semua," tutur Zavia. "Haha!" Tawa sumbang wanita itu membuat Zavia bergidik ngeri, suara tawa yang sering dia dengar selama di pengasingan. Langkah wanita itu mulai maju mengikis jarak antara dia dan Jagat. Sema

    Last Updated : 2024-06-29
  • Jagat Kelana   105. Perkelahian Dua Pendekar Wanita

    Dewi Samber Nyowo langsung mengejar Jagat yang berlari menggunakan halimun senja. Namun, saat itu seberkas sinar ungu menerjang tubuhnya hingga tubuh itu seketika terpental cukup jauh. "Lawanmu saat ini adalah aku, Samber Nyowo!" Samber Nyowo seketika bangkit dari posisi terakhir dia terjatuh akibat pukulan sinar ungu milik Zavia. Wanita itu langsung melesat menerjang tubuh Zavia tanpa menata jalan napasnya. Dia begitu yakin dapat melumpuhkan sang ratu dalam hitungan detik. Akan tetapi, selama dalam masa tahanan sang ratu selalu melatih ilmu kanuragannya tanpa terdeteksi oleh pihak Kerajaan Bumi Seloka. Dia hanya tersenyum saat Samber Nyowo bergerak secara brutal menggunakan pedang tipis. Keduanya berkelahi dengan ilmu pedang yang cukup memesona, gerakan tangan yang gemulai dengan ayunan pedang tegas dan kuat begitu menyiratkan watak sesungguhnya. Zavia dengan pedang sinar ungu, sedangkan Samber Nyowo menguarkan sinar jingga. Sling Sret Bret! Dua mata pedang saling bertemu meni

    Last Updated : 2024-06-30
  • Jagat Kelana   106. Kematian Samber Nyowo Yang Tragis

    Ledakan dahsyat terjadi saat dua jurus berkekuatan tinggi bertemu. Sinar ungu bertemu dengan sabetan pedang bersinar jingga membuat tubuh Samber Nyowo terpental cukup jauh. Namun, hal itu tidak melunturkan niatnya untuk membunuh Zavia. Begitu pula Zavia, dia masih tidak ingin melepas Samber Nyowo begitu saja. Dia sudah menahan emosi sekian tahun agar bisa menyempurnakan ilmu dan tidak terpengaruh dengan suara wanita itu yang selalu mengganggunya. "Haha, Zavia, harusnya kamu mati saat di pengasingan itu. Tapi nyatanya nyawamu masih dikandung badan, sungguh suatu keajaiban!""Kau yang akan meregang nyawa, Samber!" Usai berkata Zavia pun melontarkan sebuah pukulan jarak jauh penuh dengan tenaga dalam tingkat tinggi. Sinar perak melesat dari kepalan tangan kanan Zavia. Samber Nyowo tidak sempat menghindar hingga pukulan tersebut menghantam dadanya. Tubuh Samber Nyowo seketika meledak hancur berkeping-keping. Namun, suara kekehan renyah masih terdengar. "Hehe, aku belum mati, Zavia. Me

    Last Updated : 2024-07-02
  • Jagat Kelana   107. Akhirnya

    Jagat membeliak kaget saat dilihatnya sosok dewi rubah yang sudah berdiri tegak di depannya. Rupanya selama ini apa yang ada di pikiran Jagat benar bahwa wanita rubah itu belum mati selamanya. Meskipun mahkluk beda alam seharusnya dia sudah mati, tetapi ini tidak. Jagat mengerutkan dahi mencari letak salahnya saat menyerang rubah betina itu. Selama ini jika sebuah permata sudah dia dapatkan berarti nyawa siluman itu akan mati dan tidak bisa lagi muncul, tetapi ini berbeda. "Pasti kau bingung akan hadirku di sini, Jagat. Aku lah pemilik semua keanehan di sini, tidak hanya itu, aku juga pengendali seluruh alam ini," papar Wedari Kemuning. Wanita siluman rubah itu sudah tidak seperti dulu lagi, hal ini begitu jelas terlihat. Sosoknya begitu dewasa dan murni, tubuhnya mengeluarkan cahaya keemasan. Apa yang menguar dari tubuh Wedari Kemuning tidak membuat Jagat ciut nyali, dia justru merasa lebih percaya diri dengan kemampuannya saat ini. "Kau jangan sombong lebih dulu, Jagat. Kali in

    Last Updated : 2024-07-03
  • Jagat Kelana   108. Baru Sadar

    Saat sinar Wedari melesat, saat itu juga kujang melesat menangkis sinar milik siluman hingga pertemuannya menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Belum lagi percikan api kecil yang ditimbulkan mampu membakar sesuatu yang ada di sekitarnya. Jagat yang melihat mahkluk mungil dengan sinar perak segera menunduk dan meraih tubuh lemah itu. Kedua matanya berbinar, lalu dengan jelas dijilatnya tubuh mengkilat tersebut. "Gigit dan hisap lidahku, Dewi!" bisik Jagat dalam batinnya. Pemuda itu tahu pasti bahwa kekasih hatinya bisa mendengar apa yang dia ucapkan meskipun dalam hati. Dan sesuai apa yang dia pikirkan, mahkluk sejenis lintah itu pun melakukan apa yang dikatakan oleh Jagat. "Sial, bagaimana kau bisa lolos, Jalang!" geram Wedari saat lihat bayangan biru laut di antara tebalnya asap putih. Bayangan itu makin lama tampak jelas seiring tipisnya asap yang menyelubungi tubuhnya. Lalu muncullah wajah ayu nan alami yang selama ini dicari Jagat. "Bukankah sudah pernah aku ucap, cukup N

    Last Updated : 2024-07-03

Latest chapter

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

  • Jagat Kelana   219. S2. Persiapan Galunggung

    Jagat berdiri menatap langit yang masih malu menampakkan sinar mentari. Cuaca hari itu sedikit sendu, seakan membawa angin kesedihan. Roro Wening pun ikut berdiri tetapi dia tidak mengikuti arah pandang suaminya. Wanita nomer satu di Kerajaan Singgalang justru menatap ke arah utara sedangkan suaminya menatap ke arah timur. Dua arah yang berbeda meskipun berjalan pasti tidak akan menemui ujungnya. Keduanya masih diam menatap pada arah tersebut. Angin yang berhembus pun seakan enggan memberi kabar atas cuaca yang tidak bersahabat. "Akankah ada bencana lagi, Suamiku? Ada yang berbeda aroma angin berhembus hari ini," kata Roro Wening. "Sepertinya begitu, Nyai Wening. Semua bisa terjadi yang datang dari berbagai arah." Beberapa saat kemudian, Jagat berbalik melihat sosok istrinya yang sedang hamil lima bulan. Perut Roro Wening sudah terlihat membuncit. Lalu Jagat segera meraih tubuh istrinya dan digendong ala bridal. Dibawanya tubuh sang istri ke dalam sebuah bilik di dekat pendopo.

  • Jagat Kelana   218. S2. Jiwa Yang Sepi

    Jagat terus melangkah tanpa menoleh ke setiap pintu paviliun milik selir-selirnya. Dia terus melangkah hingga sampai di pendopo sunyi tempat biasa dia bermeditasi. Jagat berdiri menatap hamparan tanah hijau dalam gelita malam. Bibirnya tertutup rapat tetapi pikirannya melayang tak tentu arah. Dia mencari alasan mengapa istri gaibnya begitu ingin menjauh kembali setelah sekian lama tak berjumpa dalam dunia nyata. "Mungkin saat ini wanitamu itu sedang ada masalah lagi di Kerajaan gaib miliknya, Pangeran." Suara tua yang sudah lama tidak terdengar di telinga Jagat. "Ki, akhirnya kamu muncul juga setelah lama kita tidak berbincang." "Saya sedang meditasi, Pangeran. Bukankah selama saya pergi semua masih bisa terkendali secara fisik dan rohani?"Jagat menghela napas panjang dan berat. Apalagi sejak kepergian Ki Cadek beberapa waktu lalu setelah kembalinya Ashita, Jagat sering di uji gairah yang sulit terkendali. Dia sadar bahwa selama ini gairahnya seringkali tidak mendapat tempat yan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status