Beranda / Pendekar / Jagat Kelana / 107. Akhirnya

Share

107. Akhirnya

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-03 23:01:04

Jagat membeliak kaget saat dilihatnya sosok dewi rubah yang sudah berdiri tegak di depannya. Rupanya selama ini apa yang ada di pikiran Jagat benar bahwa wanita rubah itu belum mati selamanya. Meskipun mahkluk beda alam seharusnya dia sudah mati, tetapi ini tidak.

Jagat mengerutkan dahi mencari letak salahnya saat menyerang rubah betina itu. Selama ini jika sebuah permata sudah dia dapatkan berarti nyawa siluman itu akan mati dan tidak bisa lagi muncul, tetapi ini berbeda.

"Pasti kau bingung akan hadirku di sini, Jagat. Aku lah pemilik semua keanehan di sini, tidak hanya itu, aku juga pengendali seluruh alam ini," papar Wedari Kemuning.

Wanita siluman rubah itu sudah tidak seperti dulu lagi, hal ini begitu jelas terlihat. Sosoknya begitu dewasa dan murni, tubuhnya mengeluarkan cahaya keemasan.

Apa yang menguar dari tubuh Wedari Kemuning tidak membuat Jagat ciut nyali, dia justru merasa lebih percaya diri dengan kemampuannya saat ini.

"Kau jangan sombong lebih dulu, Jagat. Kali in
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jagat Kelana   108. Baru Sadar

    Saat sinar Wedari melesat, saat itu juga kujang melesat menangkis sinar milik siluman hingga pertemuannya menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Belum lagi percikan api kecil yang ditimbulkan mampu membakar sesuatu yang ada di sekitarnya. Jagat yang melihat mahkluk mungil dengan sinar perak segera menunduk dan meraih tubuh lemah itu. Kedua matanya berbinar, lalu dengan jelas dijilatnya tubuh mengkilat tersebut. "Gigit dan hisap lidahku, Dewi!" bisik Jagat dalam batinnya. Pemuda itu tahu pasti bahwa kekasih hatinya bisa mendengar apa yang dia ucapkan meskipun dalam hati. Dan sesuai apa yang dia pikirkan, mahkluk sejenis lintah itu pun melakukan apa yang dikatakan oleh Jagat. "Sial, bagaimana kau bisa lolos, Jalang!" geram Wedari saat lihat bayangan biru laut di antara tebalnya asap putih. Bayangan itu makin lama tampak jelas seiring tipisnya asap yang menyelubungi tubuhnya. Lalu muncullah wajah ayu nan alami yang selama ini dicari Jagat. "Bukankah sudah pernah aku ucap, cukup N

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Jagat Kelana   109. Hancur Lebur

    BlarrrDuarSamberan petir dan kujang menimbulkan suara yang sangat dahsyat juga terdapat kubangan di tanah tempat Wedari Kemuning berdiri. Wanita itu tampak masih berdiri kokoh. Lalu, tiba-tiba angin bertiup kencang seiring datangnya kujang dari arah belakang tubuh Wedari. Angin yang membawa hawa dingin itu menerpa tubuh rubah. Perlahan tubuh itu luruh bagai mengalami peristiwa penyubliman."Pangeran, jangan sampai kepalanya menyatu ke dalam tanah! Apalagi sampai menyentuh tiga butir permata," kata Akshita. Mendengar apa yang dikatakan wanitanya, Jagat segera melesat meraih abu kepala Wedari lalu tangan lainnya menggenggam tiga permata dan melempar jauh ke udara. Akshita melihat arah lempar lelakinya. "Apakah tidak bahaya jika dibuang begitu saja, Pangeran?""Aku rasa tidak apa, Aks. Mungkin permata itu dapat membantu siapapun yang berhasil menemukannya."Akshita mengangguk paham, lalu dia pun mengurai pelukannya yang tanpa sadar sejak tadi masih memeluk lengan kiri Jagat meskipun

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • Jagat Kelana   110. Penyatuan Yang Mengenaskan

    Gelombang udara mau terasa berbeda, indurasmi mulai menghilang begitu juga pergolakan air danau sudah tiada lagi. Hal ini menyatakan bahwa Penyatuan dan pergumulan dua entitas berbeda telah selesai. Dua tubuh terkulai lemah di atas lempengan baru hitam tanpa sehelai benang, di antara keduanya masih ada mahkluk lain yang dengan setia menunggui mereka. Angin bertiup dengan lirih membawa aura dingin, sinar mentari mulai menyapa alam tersebut. Sudah lama dunia mereka tanpa cahaya abadi, kini sejak penyatuan itu cahaya kembali hadir. GggggrrrrrrHarimau putih meraung, mulutnya membuka lebar menyuarakan kekuasaannya yang abadi. Perlahan terlihat pergerakan sang pria, lengannya bergerak merapat pada tubuh polos Akshita. "Jangan pergi lagi, Aks. Aku sangat membutuhkan kehadiranmu!" bisik Jagat sambil menarik tubuh wanitanya agar lebih masuk ke dalam pelukannya. Akshita yang masih terpejam hanya diam mengikuti apa yang diinginkan oleh lelakinya hingga sinar mentari mulai membakar daun ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-05
  • Jagat Kelana   111. Mati Langkah

    Jagat memacu kudanya dengan kecepatan tinggi dia tidak memedulikan sekitarnya. Lelaki itu semakin dingin dalam segala hal. Perjalanan yang ditempuh Jagat begitu panjang, mulai dari hutan gelita tanpa ujung hingga hutan nyata yang gelap harus melewati berbagai aral rintang yang tidak mudah. Banyaknya siluman yang inginkan kujang dengan sembilan permata membuat Jagat harus sesekali meladeni inginnya mereka satu per satu. Namun, apapun yang coba halangi langkahnya pria itu selalu mampu berdiri dan bertarung kuat. Slash! Sekelebat anak panah melesat dari arah depan menuju ke dada kiri Jagat. Dengan cepat, pria itu menyentak tapi kelang kudanya hingga membuat meringkuk berdiri dengan kedua kaki depannya terangkat tinggi. Sebuah anak panah berhasil disingkirkan oleh sepak kaki kuda. Jagat langsung memindai seluruh hutan sejauh matanya menjangkau. Lalu bibirnya menyeringai tajam. Jagat membungkuk, ujung tangan kanannya mencoba meraih ranting kering yang ada di bawah kaki kuda.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-07
  • Jagat Kelana   112. Rajah

    Setelah berkata, Jagat mulai meladeni setiap serangan dari pemuda itu. Baik tendangan maupun pukulan bisa ditangkis oleh Jagat dengan mudahnya, hal ini membuat sang lawan makin geram hingga dia kembali memfokuskan sumber dayanya di satu titik vital. "Kali ini kau akan mati, Jagat!"Usai berkata pemuda itu melesat jauh dengan kaki menendang tajam. Untuk sesaat Jagat diam, dia membaca arah tendangan tersebut, sekilas tampak menyerang ke tungkai bawahnya. Namun, Jagat tidak menghindar dia justru menangkap tendangan itu yang berbelok ke arah bahunya. KrakkSuara tulang retak terdengar jelas, tidak hanya suara itu tetapi suara lengkingan kesakitan pun juga terdengar di cuping Jagat. Lalu dengan gerakan cepat Jagat menyentak dan menutup beberapa jalan darahnya. Apa yang dilakukan oleh Jagat membuat kedua bola mata lawannya melotot kaget. Dia tidak menyangka akan terjadi seperti itu, gerakan tipuannya dapat terbaca dengan jelas. "Bagaimana bisa, sialan!" umpat lawan Jagat masih tidak men

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Jagat Kelana   113. Senyum Zavia

    menampia mengulum senyum membuat Jagat, lalu tangannya terangkat dengan kepala mendongak menatap langit. Dari atas terlihat sinar terang meluncur deras ke bawah. Samar mulai terlihat wujud kecapi turun ke bawah. Zavia menerima kecapi dengan tangan terbuka, lalu mulai menata senar itu kembali. Wajah Zavia terlihat serius menyamakan nada setiap senar kecapi. Jagat terpana melihat keseriusan Zavia membuat ingatannya tertuju pada mimpinya. "Jadi benarkah wanita ini adalah ibundaku?" batin Jagat. Ki Cadek yang sudah berdiri di belakang tubuh Jagat seketika berbisik mengiyakan apa yang terucap lewat kaya batin. Jagat langsung menoleh ke belakang melihat wajah penunggu kujang dengan tatapan ragu. Lambat laun mulai terdengar alunan musik yang keluar dari petikan kecapi. Jemari tangan yang lentik makin menghasilkan suara yang indah hingga membuat Jagat terlena. Samar terlihat gambaran masa silam kesakitan Zavia selama dalam masa pengasingannya. Bahkan peristiwa terbunuhnya Raja L

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Jagat Kelana   114. Ruang Bawah Tanah

    Masih di dalam kerajaan, lebih tepatnya di penjara bawah tanah. Galasbumi sedang duduk sila, pria Tia yang memiliki jangan putih panjang itu mulai membuka kedua bola matanya. Dia kembali menatap sekitarnya, udara lambab tanpa cahaya masih saya saat pertama kali dia dimasukkan ke sana. Namun, hingga saat ini Galasbumi masih setia menunggu kabar demi kabar yang membuatnya makin bertahan hidup. Langkah kaki yang begitu pelan dan seperti penuh kewaspadaan terdengan oleh telinga Galas. Pria tua itu pun kembali ke posisinya semula. Duduk sila menghadap pada pintu teralis besi. Lambat laun langkah itu mulai mendekat, lalu tampaklah pria tambun. Dia membungkuk sesaat pada Galasbumi. Kemudian kepalanya terangkat sambil mengulas senyum. "Bagaimana usahamu, Candraka?" tanya Galasbumi Pria tambun yang dulu sempat berbicara dengan Jagat itu menganggukkan kepala tiga kali, lalu bibirnya mengulum senyum simpul. Galasbumi menjadi ikut tersenyum tipis, "Bagus, awasi pergerakannya terus.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Jagat Kelana   115. Mendendam

    Jantaka terdiam, dia menelaah ulang apa yang dikatakan oleh Kurubumi. Pria itu menggelengkan kepala seolah menolak apa yang diutarakan oleh sahabatnya itu. "Tidak bisa, semua pasti akan menemui ajalnya dan nyawa Jagat harus aku dapatkan!" "Jaga emosimu itu, Jantaka. Pemuda itu saat ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai pendekar yang linuwih," ungkap Kurubumi. Jantaka menggeram kesal, dia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke tenda pribadinya. Kurubumi hanya menatap kepergian Jantaka. Dia bisa merasakan pedihnya hati lelaki itu, bahkan jika mungkin dia mengalami nasib yang sama tidak akan berani menantang Jagat. Kurubumi masih duduk di depan api unggun. Tangannya mengorek abu bekas api, bibirnya mulai bergerak seakan sedang membaca mantra. Angin malam berhembus perlahan menerbangkan surai rambut Kurubumi. "Tunjukkan peristiwa masa silam saat begawan itu mati!" Usai kalimat tersebut selesai, seketika tangan kanan Kurubumi bergerak dengan sendirinya. Tangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12

Bab terbaru

  • Jagat Kelana   228. S2

    Roro Wening berjalan kembali ke paviliunnya. Dia membuka pintu dan langsung melihat suaminya sudah duduk sila di atas ranjang. Melihat Jagat Kelana sudah duduk sila seketika Roro Wening mempercepat langkahnya. Ada kekhawatiran yang muncul dalam sorot mata sendu, dia merasakan adanya aura lain yang merasuki tubuh suaminya. "Suamiku, ada apa dengan tubuhmu?" ucap Roro Wening sambil duduk di belakang Jagat Kelana. Jemarinya yang lentik menyentuh kulit suaminya, lalu terjadi sengatan begitu kulit keduanya saling bersentuhan. "Jangan ganggu aku dulu, Nyai. Biarkan semua energi ini masuk dalam tubuhku!"Suara Jagat menghentikan gerakan Roro Wening. Wanita itu memilih bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke kursi yang menghadap pada posisi suaminya. Dahi selir agung berkerut kala mendapati tubuh Jagat mulai berkeringat besar dan bergetar. Tubuh telanjang dada itu perlahan mulai terlihat segar dan menggoda akibat lelehan air bening. Beberapa kali Wening menelan air liurnya. Dia send

  • Jagat Kelana   227. S2

    Pitaloka terdiam, dia tidak berani berkata lagi. Tatapan selir agung begitu tajam hingga terasa sesak dada Pitaloka. "Pergilah, Sasti. Segera siapkan apa yang aku pinta!"Sasti pun segera berlalu meninggalkan kedua selir raja yang saling berseteru. Melihat dayang pribadi selir agung pergi kedua mata Pitaloka menyipit, dia meraup wajahnya sendiri "Apa maksud kamu menghalangi pekerjaan dayangku, hem?""Bukan begitu, Yunda Selir. Aku hanya bertanya pada dayang itu, tidak ada maksud lain," jawab Pitaloka. "Iya sudah, lupakan saja. Ini bukan urusan kamu." Usai berkata Wening berlalu meninggalkan tempat itu. Pitaloka mengepalkan kedua tapak tangan sambil menghela napas berat. Dia tidak terima dengan perlakuan selir agung, dia ingin saat ini menjadi permaisuri raja. Setidaknya menjadi wanita di hati raja itu. "Sialan kau, Wanita Tua. Lihat saja nanti!" Pitaloka kembali ke paviliun miliknya, dia memanggil dayang pribadi yang khusus dipilihnya sendiri. Mendengar namanya dipanggil dayang

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status