Wanita itu diam menatap intens pada Jagat dan Zavia bergantian. Lalu bibirnya menyugingkan senyum sinis, tangannya menyibak jubah biru laut tipis miliknya. Saat itu juga terlihat jelas gambar Akshita sedang sekarat du tepi sebuah danau. "Kau lihat sendiri tubuh wanitamu terkulai lemah tidak berdaya. Semua alam roh tahu kondisi wanita jalang itu, jadi buat apa kau masih pikirkan dia," papar wanita itu. Jagat terdiam, dahinya berkerut kencang dia tidak menyangka bahwa Akshita menyembunyikan indentitasnya sejauh ini hanya untuk inginkan bersanding dengannya. Selama ini Jagat percaya bahwa Akshita menunggunya untuk memperbaiki kawanannya. "Jangan percaya dengan wanita licik ini, Nak. Coba kau selami apa yang ditampilkan olehnya? Semua belum tentu benar, waktu yang akan ungkap semua," tutur Zavia. "Haha!" Tawa sumbang wanita itu membuat Zavia bergidik ngeri, suara tawa yang sering dia dengar selama di pengasingan. Langkah wanita itu mulai maju mengikis jarak antara dia dan Jagat. Sema
Dewi Samber Nyowo langsung mengejar Jagat yang berlari menggunakan halimun senja. Namun, saat itu seberkas sinar ungu menerjang tubuhnya hingga tubuh itu seketika terpental cukup jauh. "Lawanmu saat ini adalah aku, Samber Nyowo!" Samber Nyowo seketika bangkit dari posisi terakhir dia terjatuh akibat pukulan sinar ungu milik Zavia. Wanita itu langsung melesat menerjang tubuh Zavia tanpa menata jalan napasnya. Dia begitu yakin dapat melumpuhkan sang ratu dalam hitungan detik. Akan tetapi, selama dalam masa tahanan sang ratu selalu melatih ilmu kanuragannya tanpa terdeteksi oleh pihak Kerajaan Bumi Seloka. Dia hanya tersenyum saat Samber Nyowo bergerak secara brutal menggunakan pedang tipis. Keduanya berkelahi dengan ilmu pedang yang cukup memesona, gerakan tangan yang gemulai dengan ayunan pedang tegas dan kuat begitu menyiratkan watak sesungguhnya. Zavia dengan pedang sinar ungu, sedangkan Samber Nyowo menguarkan sinar jingga. Sling Sret Bret! Dua mata pedang saling bertemu meni
Ledakan dahsyat terjadi saat dua jurus berkekuatan tinggi bertemu. Sinar ungu bertemu dengan sabetan pedang bersinar jingga membuat tubuh Samber Nyowo terpental cukup jauh. Namun, hal itu tidak melunturkan niatnya untuk membunuh Zavia. Begitu pula Zavia, dia masih tidak ingin melepas Samber Nyowo begitu saja. Dia sudah menahan emosi sekian tahun agar bisa menyempurnakan ilmu dan tidak terpengaruh dengan suara wanita itu yang selalu mengganggunya. "Haha, Zavia, harusnya kamu mati saat di pengasingan itu. Tapi nyatanya nyawamu masih dikandung badan, sungguh suatu keajaiban!""Kau yang akan meregang nyawa, Samber!" Usai berkata Zavia pun melontarkan sebuah pukulan jarak jauh penuh dengan tenaga dalam tingkat tinggi. Sinar perak melesat dari kepalan tangan kanan Zavia. Samber Nyowo tidak sempat menghindar hingga pukulan tersebut menghantam dadanya. Tubuh Samber Nyowo seketika meledak hancur berkeping-keping. Namun, suara kekehan renyah masih terdengar. "Hehe, aku belum mati, Zavia. Me
Jagat membeliak kaget saat dilihatnya sosok dewi rubah yang sudah berdiri tegak di depannya. Rupanya selama ini apa yang ada di pikiran Jagat benar bahwa wanita rubah itu belum mati selamanya. Meskipun mahkluk beda alam seharusnya dia sudah mati, tetapi ini tidak. Jagat mengerutkan dahi mencari letak salahnya saat menyerang rubah betina itu. Selama ini jika sebuah permata sudah dia dapatkan berarti nyawa siluman itu akan mati dan tidak bisa lagi muncul, tetapi ini berbeda. "Pasti kau bingung akan hadirku di sini, Jagat. Aku lah pemilik semua keanehan di sini, tidak hanya itu, aku juga pengendali seluruh alam ini," papar Wedari Kemuning. Wanita siluman rubah itu sudah tidak seperti dulu lagi, hal ini begitu jelas terlihat. Sosoknya begitu dewasa dan murni, tubuhnya mengeluarkan cahaya keemasan. Apa yang menguar dari tubuh Wedari Kemuning tidak membuat Jagat ciut nyali, dia justru merasa lebih percaya diri dengan kemampuannya saat ini. "Kau jangan sombong lebih dulu, Jagat. Kali in
Saat sinar Wedari melesat, saat itu juga kujang melesat menangkis sinar milik siluman hingga pertemuannya menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Belum lagi percikan api kecil yang ditimbulkan mampu membakar sesuatu yang ada di sekitarnya. Jagat yang melihat mahkluk mungil dengan sinar perak segera menunduk dan meraih tubuh lemah itu. Kedua matanya berbinar, lalu dengan jelas dijilatnya tubuh mengkilat tersebut. "Gigit dan hisap lidahku, Dewi!" bisik Jagat dalam batinnya. Pemuda itu tahu pasti bahwa kekasih hatinya bisa mendengar apa yang dia ucapkan meskipun dalam hati. Dan sesuai apa yang dia pikirkan, mahkluk sejenis lintah itu pun melakukan apa yang dikatakan oleh Jagat. "Sial, bagaimana kau bisa lolos, Jalang!" geram Wedari saat lihat bayangan biru laut di antara tebalnya asap putih. Bayangan itu makin lama tampak jelas seiring tipisnya asap yang menyelubungi tubuhnya. Lalu muncullah wajah ayu nan alami yang selama ini dicari Jagat. "Bukankah sudah pernah aku ucap, cukup N
BlarrrDuarSamberan petir dan kujang menimbulkan suara yang sangat dahsyat juga terdapat kubangan di tanah tempat Wedari Kemuning berdiri. Wanita itu tampak masih berdiri kokoh. Lalu, tiba-tiba angin bertiup kencang seiring datangnya kujang dari arah belakang tubuh Wedari. Angin yang membawa hawa dingin itu menerpa tubuh rubah. Perlahan tubuh itu luruh bagai mengalami peristiwa penyubliman."Pangeran, jangan sampai kepalanya menyatu ke dalam tanah! Apalagi sampai menyentuh tiga butir permata," kata Akshita. Mendengar apa yang dikatakan wanitanya, Jagat segera melesat meraih abu kepala Wedari lalu tangan lainnya menggenggam tiga permata dan melempar jauh ke udara. Akshita melihat arah lempar lelakinya. "Apakah tidak bahaya jika dibuang begitu saja, Pangeran?""Aku rasa tidak apa, Aks. Mungkin permata itu dapat membantu siapapun yang berhasil menemukannya."Akshita mengangguk paham, lalu dia pun mengurai pelukannya yang tanpa sadar sejak tadi masih memeluk lengan kiri Jagat meskipun
Gelombang udara mau terasa berbeda, indurasmi mulai menghilang begitu juga pergolakan air danau sudah tiada lagi. Hal ini menyatakan bahwa Penyatuan dan pergumulan dua entitas berbeda telah selesai. Dua tubuh terkulai lemah di atas lempengan baru hitam tanpa sehelai benang, di antara keduanya masih ada mahkluk lain yang dengan setia menunggui mereka. Angin bertiup dengan lirih membawa aura dingin, sinar mentari mulai menyapa alam tersebut. Sudah lama dunia mereka tanpa cahaya abadi, kini sejak penyatuan itu cahaya kembali hadir. GggggrrrrrrHarimau putih meraung, mulutnya membuka lebar menyuarakan kekuasaannya yang abadi. Perlahan terlihat pergerakan sang pria, lengannya bergerak merapat pada tubuh polos Akshita. "Jangan pergi lagi, Aks. Aku sangat membutuhkan kehadiranmu!" bisik Jagat sambil menarik tubuh wanitanya agar lebih masuk ke dalam pelukannya. Akshita yang masih terpejam hanya diam mengikuti apa yang diinginkan oleh lelakinya hingga sinar mentari mulai membakar daun ke
Jagat memacu kudanya dengan kecepatan tinggi dia tidak memedulikan sekitarnya. Lelaki itu semakin dingin dalam segala hal. Perjalanan yang ditempuh Jagat begitu panjang, mulai dari hutan gelita tanpa ujung hingga hutan nyata yang gelap harus melewati berbagai aral rintang yang tidak mudah. Banyaknya siluman yang inginkan kujang dengan sembilan permata membuat Jagat harus sesekali meladeni inginnya mereka satu per satu. Namun, apapun yang coba halangi langkahnya pria itu selalu mampu berdiri dan bertarung kuat. Slash! Sekelebat anak panah melesat dari arah depan menuju ke dada kiri Jagat. Dengan cepat, pria itu menyentak tapi kelang kudanya hingga membuat meringkuk berdiri dengan kedua kaki depannya terangkat tinggi. Sebuah anak panah berhasil disingkirkan oleh sepak kaki kuda. Jagat langsung memindai seluruh hutan sejauh matanya menjangkau. Lalu bibirnya menyeringai tajam. Jagat membungkuk, ujung tangan kanannya mencoba meraih ranting kering yang ada di bawah kaki kuda.
Akshita masih menatap wajah Jagat dengan lembut, kedua tangannya melingkar di leher kekar itu. Napasnya yang harum telah menyapa kulit leher Jagat. Sentuhan yang lama tidak menyapa kini mulai membangkitkan hasrat terpendam. Semilir angin telah mengganggu jiwa Jagat, dia tidak bisa menolak pesona sang dewi. Akshita masih mengumbar senyum manisnya dengan jari jemari berjalan naik turun di sepanjang leher kekasihnya. Jagat mulai bergolak, jakunnya naik turun dengan cepat membuat senyum Akshita makin memabukkan. "Bukan tidak rela, Kang. Tetapi lebih ingin memiliki seutuhnya semua milikmu termasuk jiwamu."Jagat bergerak merapatkan tubuhnya hingga membuat Akshita terduduk di pinggiran kolam. Selendang merah yang membungkus dadanya berkibar bersentuhan dengan angin hingga menampilkan tulang selangka yang indah. Jagat sudah tidak tahan lagi, maka dia menundukkan kepalanya dan melabuhkan kecupan ringan pada tulang selangka itu. Kecupan yang lembut dan penuh kasih belum mampu membangkitkan
Jagat Kelana menatap sosok pria muda di depannya. Bibirnya melengkung sempurna, lalu tangannya terangkat untuk memberi restu pada pria muda itu. Pria muda itu pun membujuk sesaat lalu terangkat menatap langsung pada manik mata Raja muda itu. Dia tersenyum tipis. "Bagaimana pola latihan mereka, Anakmas?"Pria muda itu mulai menjelaskan kemajuan latihan para prajurit yang selama ini dia latih. Semua telah berhasil hingga ke tingkat tengah kelas dua. "Apakah jadi mereka dipilih dan dikirim ke kerajaan sebelah, Ayahanda?""Iya, kerajaan itu belum memiliki prajurit handal satu pun. Siapa nama kamu, Anakmas?"Pria muda itu menatap pada Raja Singgalang, lalu bibirnya tersenyum dengan menyuarakan, " Airlangga Batinara."Jagat tersenyum, "berapa usiamu?""25 tahun masa alam kami."Jagat Kelana tersenyum, dia berdiri dan terbang mendekati sosok pria muda itu. Lalu dia berdiri di depan Airlangga, memeluknya erat. "Sudah sebesar ini baru kamu datang ke sini. Apakah tidak ingin tahu ayahmu?""
Malam yang begitu dingin membuat Jagat segera membawa tubuh istrinya masuk ke dalam. Apa yang dia lakukan pun berlanjut hingga berulang kali. Ternyata tubuh yang memiliki struktur tulang yang rentan itu mampu menampung gairahnya hingga berulang kali. Prameswari merasa begitu bahagia telah membuat suaminya tersenyum puas. Akan tetapi, tubuh itu juga memiliki daya tahan yang rendah. Penyatuan yang dilakukan hingga menjelang pagi membuat tulang Prameswari seakan lepas kontrol. Tubuhnya menjadi lemas. "Tuan, Suamiku, maafkan aku! Rasanya tubuh ini sudah tidak mampu," kata Prameswari dengan tatapan memohon. "Baiklah, kita sudahi dulu. Sekarang tidurlah!" balas Jagat. Setelah berkata itu, kedua mata Prameswari terpejam. Hal ini membuat Jagat khawatir, dia pun segera memeriksa kondisi tubuh istrinya. "Bagaimana bisa seperti ini, Nyai? Aku baru saja merasakan nyaman bersama tubuhmu, kamu terlanjur pingsan. Hadeh!"Jagat segera memakai jubahnya, lalu dia duduk sila di sisi ranjang. Kedua
Malam ini waktunya Jagat bersama Prameswari. Keduanya duduk di teras belakang paviliun. Jagat memilih duduk di tanah beralaskan rumput, sementara Prameswari duduk diam di sisi kanannya. "Duduk dekat sinilah, Istriku!" Prameswari menggeser tubuhnya dengan senyum yang dia sembunyikan. Kepalanya menunduk dalam, dia malu dengan pendekatan suaminya. Berbeda dengan Jagat, dia justru mulai merebahkan kepalanya pada paha Prameswari membuat wanita itu terdiam seketika. "Suami!" pekik Prameswari ringan. Dengan santainya Jagat mencari tempat ternyaman untuk kepalanya, lalu tangannya meraih jemari istrinya itu dan meletakkan pada kepalanya. "Bisa pijat di sini sebentar, Nyai!" Pinta Jagat dengan tatapan penuh harap. Prameswari tidak bisa bersuara, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tangannya pun gemetaran menyentuh kepala suaminya. Perlahan disentuhnya rambut bergelombang pendek milik suaminya. 'Jantungku sepertinya mulai sakit," batin Prameswari merasa hatinya begitu senang be
"Nyai, kok malah melamun," kata Jagat lembut sambil melabuhkan sebuah kecupan hangat pada bibir istrinya. Mendapat sentuhan lembut seketika lamunan Akshita menghilang, lalu dia membalas ciuman Jagat lebih meminta. Keduanya larut dalam ciuman yang dalam. Cukup lama keduanya saling berbagi saliva, bahkan Jagat mulai menekan tubuh Akshita pada sandaran kursi kemudian dia duduk menyilang agar lebih dekat. "Kang!" panggil Akshita dengan nada berat. "Hemm."Jagat tidak melepaskan pelukannya dia justru mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke ayunan yang biasa di gunakan Jagat saat mengingat kenangan bersama Akshita. "Apakah di sini tidak akan mengganggu yang lainnya, Kang? Aku merindukanmu," bisik Akshita yang membuat gairah Jagat memuncak. "Tidak. Dan jangan remehkan kekuatanku saat ini, Nyai."Akshita tersenyum, jari jemarinya mulai bergerak perlahan membuka satu per satu kain penutup tubuh suaminya. Jagat membiarkan semua inginnya Akshita. Dia terlihat begitu menikmati apa pun y
Mendengar niat suaminya, Roro Wening pun menyiapkan segalanya yang biasa dilakukan Jahat sebelum penyatuan. Kali ini selir itu tidak mau ada yang tertinggal. Ini adalah pelajaran yang sudah dia pahami selama hidup bersama Jagat baik sebelum miliki kerajaan ataupun sudah. "Jangan sampai ada yang tertinggal, Asih!" kata Roro Wening sambil menata beberapa benda yang harus dipakai oleh selir utama. "Nggeh, siap."Seorang dayang senior ikut membantu selur agung menyiapkan semua. Mulai dari aroma cendana hingga kain penutup kala penyatuan dimulai. Roro Wening juga memberikan beberapa catatan apa saja yang akan diucapkan sebelum tubuh Prameswari tersentuh. "Semua sudah siap, Kanjeng Ratu.""Jangan sebut nama itu, Asih. Semua belum resmi meskipun Yunda Akshita sudah datang menemaniku semalam.""Jika sudah seperti ini tidak mungkin akan lupa, Kanjeng Ratu. Niat Nyai Akshita sudah jelas bahkan putranya sendiri ditugaskan untuk menjaga kedamaian kerajaan ini lho," papar Asih--dayang senior.
Sinar mentari masuk di sela jendela kamar Roro Wening, hangatnya mampu membangunkan selir cantik dan seksi itu. Melihat istrinya mulai bangkit dari ranjang Jagat segera mendekat dan membantu istrinya itu. Perlakuan Jagat yang hangat membuat hati Roro Wening terharu. "Duduk sini dulu, tunggu kusiapkan air untuk kamu mandi!" kata Jagat. Roro Wening pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Jagat. Kemudian pria itu berdiri menuju ke balik pembatas anyaman bambu. Terdengar suara gemericik air yang dialirkan oleh Jagat. Setelah semua persiapan mandi istri selesai, Jagat keluar dari dalam lalu melangkah mengikis jarak dengan istrinya. Kemudian dengan lengannya diangkat tubuh istrinya ala bridal. "Turunkan aku, Suamiku!""Jangan banyak bergerak biar ndak jatuh!"Mendengar hal itu membuat Roro Wening mempererat pegangannya pada leher Jagat. Pria itu tersenyum melihat sikap istrinya, lalu dimasukkan perlahan tubuh Roro Wening ke dalam bak mandi. Tangan Jagat mulai bergerak membasuh punggung i
Udara dingin membuat tubuh Roro Wening menggigil parah. Bahkan muncul ruam merah hingga membuat salah satu dayang berlarian di sepanjang lorong peraduan raja. Dayang itu mendengar suara sang Raja berbicara dengan seorang wanita, bahkan suaranya begitu membuat bulu kuduk berdiri. Sebagai wanita dewasa dayang itu pasti paham suara apa yang dia dengar. Namun, dia lebih memilih tetap diam berdiri di depan pintu hingga suara itu menghilang. Cukup lama dayang itu berdiri di sana hingga pintu kamar Raja terbuka menampilkan sosok wanita yang begitu cantik dengan wajah bercahaya. "Masuklah!" Usia berkata wanita itu pergi sambil menarik selendang merahnya hingga membuat tubuhnya terbang. Peristiwa yang langka membuat wanita itu terpana dan takjub. Sungguh kejadian itu teramat langka. Suara Raja yang memanggilnya pun tidak mampu membuatnya lepas meninggalkan pemandangan itu. "Dayang, ada apa hingga larut malam kamu tidak istirahat?" Suara Jagat sudah begitu dekat dengan telinga dayang membu
Hari terus berlalu, kasim yang dipergoki oleh Roro Wening akhirnya dia mengaku mengapa perbuatan itu dilakukan. Dia juga mengaku semua dilakukan hanya untuk mengukur waktu. "Baik, jika semua ini atas perintah Raja sendiri maka mana buktinya?" tanya Nyai Ratu Zavia. Pemuda itu diam dengan kepala menunduk dalam. Dia memang diperintah oleh Raja Jagat tanpa ada surat tertulis. Hal ini membuat bibirnya bungkam, tetapi dalam hati menyalahkan tugas rahasia yang telah terungkap. "Jika untuk mengukur waktu, lalu semua itu atas tujuan apa?""Sebenarnya Raja Jagat Kelana sudah pulang, Ibu Ratu. Tetapi hal ini masih dalam mimpi semua penghuni kerajaan, maka dari itu saya tidak berani ungkap hanya bisa mengulur waktu sesuai perintah."Roro Wening yang melihat cara bercerita pemuda di depannya merasakan aura yang begitu kuat menyebar di ruang pendopo agung. Aura ini begitu familiar. "Baik, apakah dengan begini kamu lah yang akan menikahi selir Pitaloka, begitu?"Pemuda itu masih diam, kedua tan