“Kamu ini sebagai karyawan seharusnya membiasakan diri untuk selalu disiplin waktu! Apa jadinya perusahaan saya mempunyai karyawan yang sering terlambat seperti kamu ini! Ini yang ketahuan, bagaimana kalau ada karyawan lain yang mengikuti jejak sesat kamu ini, hah?”
‘Apa? Sesat katanya? Tak kuasa aku! Telat itu adalah hal berguna untuk memangkas waktu bekerja, Tuan!’Danika mengedikkan bahu. “Ya itu bukan urusan saya, Tuan! Toh, ini bukan perusahaan saya!”Arsenio melotot. “Apa? Berani sekali kamu, ya?”Nyali Danika menciut. “Maafkan saya, Tuan,” ucap Danika penuh penyesalan yang dibuat-buat. Arsenio menghela nafas. Baru ini ada karyawan yang kurang ajarnya melampaui batas padanya. Arsenio langsung ingin berubah jadi malaikat maut saat ini juga.“Sekarang kamu keluar! Ini peringatan terakhir dari saya. Kalau kamu terlambat barang sedetik saja, siap-siap kamu terhempas dari kantor saya. Dan asal kamu tahu, kamu bakalan ada di daftar hitam!”Danika garuk-garuk kepala tidak mengerti maksud bosnya. “Maksud Tuan itu apa, sih?”Arsenio semakin kesal saja. “Keluar kamu sekarang!”“Baik, Tuan! Dari tadi juga saya sudah mau keluar!” Danika bersuara seperti orang berbisik.“Apa kamu bilang?” lagi-lagi Arsenio melotot pada Danika.“Saya permisi dulu, Tuan!” dengan jurus lari seribu, Danika sudah hilang dari hadapan Arsenio.Arsenio kembali menghela nafas. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi kekuasaannya itu lalu mengendurkan sedikit dasinya. Dari rumah dia sudah uring-uringan tidak menentu, ditambah lagi dengan masalah karyawan yang selalu dikeluhkan oleh kepala stafnya membuat Arsenio semakin pusing. Dan kadar pusingnya semakin naik frekuensi saja saat mengingat Mamanya menyuruh dia melakukan sesuatu yang aneh. Pikirannya menerawang pada kejadian tadi pagi di mansion-nya.*_*Menikah dengan wanita yang Arsenio cintai merupakan hal terindah yang sudah terwujud saat ini. Pernikahan itu tak terasa sudah berjalan hampir 2 tahun. Zakia adalah wanita sempurna. Selain cantik, dia juga pintar dalam segala hal. Dari tadi malam hingga pagi ini semuanya terasa indah. Apalagi mereka sudah lama tidak bertemu dalam hitungan bulan karena Zakia sedang mengurus perusahaan orang tuanya di Eropa. Tentu saja untuk melepaskan kerinduan mereka yang sudah mendalam dan menggebu itu, mereka habiskan di tempat tidur dan bergumul di bawah selimut.“Lain kali, aku tidak akan mendengar alasanmu, sayang. Aku akan menjemputmu kapanpun aku mau.”Zakia tertawa mendengar protes suaminya, dia mencubit gemas ujung hidung suaminya yang mancung itu. “Baiklah, sayang.”Melihat senyuman sang istri, semakin dalam rasa cinta Arsenio pada Zakia. Walau saat ini mereka belum di karuniai buah hati. Itu tidak menyurutkan rasa cinta Arsenio pada istrinya. Anak itu hanya bonus dari sang pencipta. karena hidup bersama orang yang dicintai selamanya itulah yang dituju dari sebuah pernikahan. Begitu kira-kira semboyan Arsenio Roberto untuk urusan cinta. Asal jangan pernah menduakan cintanya, apa pun akan dia lakukan untuk orang tercintanya.“Perasaan, kenapa kamu semakin cantik saja, ya? Sepertinya kadar kecantikanmu tidak pernah berkurang, melainkan selalu bertambah pakai kuadrat.”“Hehe, kamu bisa saja!” Arsenio tersenyum, dia mengecup kening Zakia cukup lama lalu memeluknya kembali dengan erat. Niat hati sih ingin melanjutkan tidur setelah pertempuran panas yang mereka lakukan di pagi subuh begini. Tapi ketukan pintu mengganggu mereka.Arsenio berdecak sebal, “Kurang ajar! Siapa yang berani menggangguku?Zakia mengusap lengan suaminya. “Sabar, sayang. Coba lihat, mana tahu ada urusan penting.”“Ck! Urusan apa? Aku akan memecat orang yang sudah mengganggu kita saat ini juga!” Mau tidak mau Arsenio bangkit dan berjalan menuju pintu dengan mulut yang terus mengomel. Dia semakin kesal saja saat yang mengetuk pintu semakin mengeraskan suara ketukannya.“Ada apa?” tanya Arsenio pada orang yang menyebalkan yang telah mengganggunya. Tapi dia malah celingak-celinguk memperhatikan sekitar yang gelap ini. Soalnya lampu-lampu di lorong kamarnya masih belum dihidupkan oleh para pekerja di mansion-nya.“Loh! Tidak ada siapapun di sini! Hei, keluar! Aku akan menghabisi orang yang telah mengganggu tidurku!” Tiba-tiba..“Baaaaa...”“Arrghhh..!” Arsenio terjengkang karena terkejut. Bagaimana tidak terkejut, dia melihat hantu mirip Mamanya dalam balutan mukenah putih. Keringat dingin langsung mengucur dari keningnya. Ya, mungkin dia bisa membuat orang-orang takut akan kekuasaannya, tapi dia malah takut pada penampakan. Hem, mungkin dia sedang lemah iman.Melihat suaminya terkejut hingga terjengkang seperti itu, membuat Zakia khawatir. Dia segera turun dari ranjang dan sedikit berlari untuk menghampiri suaminya. Zakia tidak melihat apa yang membuat suaminya terkejut, karena dia langsung fokus pada suaminya.“Sayang, ada apa?” Zakia mengusap keringat yang membasahi kening Arsenio.Arsenio menunjuk penampakan di hadapannya. Zakia langsung melihat apa yang ditunjuk suaminya, dan seketika lengkingan pun mulai terdengar memekakkan telinga. Zakia langsung memeluk suaminya erat-erat.“Sayang, aku takut!”“Jangan takut, sayang! Aku akan mengusirnya! Hei, hantu yang mirip Mamaku! Jangan kurang ajar kamu, ya? Janganberani-beraninya kamu menampakkan diri mirip Mamaku, karena kamu sama sekali tidak mirip! Mamaku itu masih muda, bohai dan bahenol! Tidak seperti kamu yang keriput, tua, dan jelek pula lagi!”Plak! Pukulan keras mendarat sukses di kepala Arsenio.“Kurang ajar kamu!”Zakia menjerit lagi melihat kepala suaminya jadi sasaran empuk pukulan hantu. Alis tebal Arsenio mengerut, Mana ada hantu bisa memukul dan berkata kurang ajar padanya. Berani sekali hantu ini padanya.“Galak benar hantu ini. Berani-beraninya mengatakan aku kurang ajar!” bentak Arsenio.Plak! Pukulan kembali mendarat. Arsenio mengusap-usap kepalanya.“Dasar anak nakal! Berani-beraninya mengatai Mamanya sendiri kurang ajar!” Mama Lena berjalan maju sambil berkacak pinggang.“Mama? Ini benar Mama?” Arsenio memastikan lagi kalau ini memang benar Mamanya.Mama Lena dengan gemas menarik telinga Arsenio. “Apa kamu bilang tadi, hah? Mama keriput dan tua?”“Tidak hanya itu, Ma! Mama juga jelek!” Arsenio semakin meringis sakit ketika Mama Lena semakin menarik telinganya.Mama Lena sendiri ‘sih mau membicarakan sesuatu di saat yang tidak tepat. Tadinya Mama Lena baru saja menunaikan sholat malam, tiba-tiba dia teringat pada Danika yang dia tabrak tadi. Karena begitu bahagia dan ingin cepat bertemu Arsenio di jam seperti ini, timbul niat jahil Mama Lena. Makanya dia sengaja menakut-nakuti Arsenio.Melihat menantunya-Zakia sok ketakutan seperti tadi membuat Mama Lena sedikit jengkel. Ya, sebenarnya Mama Lena mulai tidak suka pada Zakia saat tanpa sengaja mengetahui apa yang sudah wanita itu lakukan di belakang anaknya mulai dari setahun yang lalu. Tapi anaknya terlalu bodoh hingga tidak tahu apa saja yang sudah ditutupi oleh istrinya yang busuk ini.“Mama ingin bicara sesuatu yang penting sama kamu, Arsen.”Arsenio mengusap-usap telinganya yang sudah semerah tomat, sedang Zakia penasaran apa yang ingin dibicarakan oleh mertuanya yang mulai terang-terangan tidak menyukai dirinya ini.“Mau bicara apa sih, Ma? Masih pagi juga!”“Huuuftt.., sebelum berangkat kerja, temui Mama di kamar. Hanya kamu! Ingat itu!” Mama Lena menunjuk-nunjuk di depan wajah Arsenio lalu melenggang pergi.Zakia mengerutkan alis dan menatap suaminya. “Memang apa yang ingin dibicarakan Mama ya, sayang?”“Mana aku tahu! Sudahlah, ayo kita kembali tidur. Mama ada-ada saja tingkahnya pagi-pagi buta seperti ini.” Arsenio merangkul Zakia dan membawanya ke ranjang dan melanjutkan tidur mereka yang tertunda.Zakia hanya mengikuti langkah suaminya. Tapi di dalam hatinya sudah muncul rasa penasaran yang teramat sangat.‘Hem, sepertinya Mama mertua sudah semakin terang-terangan saja membenciku. Ah! Apa jangan-jangan Mama mertua sudah tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini? Tidak-tidak! Itu tidak mungkin!’Zakia mulai cemas. Tapi saat memperhatikan wajah suaminya yang damai, dia pun merasa tenang dan ikut menyusul suaminya ke alam mimpi.*****Sebelum berangkat ke kantor, Arsenio menyempatkan datang ke kamar Mamanya. Dari wajah Mamanya yang sangat serius tadi pagi, pasti ada sesuatu yang sangat penting yang ingin disampaikan oleh wanita yang telah melahirkannya itu.“Kamu memang sendirian, kan?” Mama Lena berkeliling memutari tubuh Arsenio. Barangkali ada bayang-bayang Zakia yang ikut untuk menguping. Mama Lena harus waspada pada menantunya itu.Arsenio geleng-geleng kepala. “Dia sudah pergi bekerja, Ma!” Arsenio melangkahkan kakinya untuk duduk menyilangkan kaki pada sofa mahal yang ada di kamar Mamanya ini.“Apa yang ingin Mama bicarakan?”Mama Lena ikut duduk di samping putra semata wayangnya itu. “Arsen, Mama begitu sangat bahagia mengetahui hal ini.”Alis Arsenio terangkat sebelah. “Memang hal apa yang membuat Mama bahagia?”“Kamu ingat sama Ibu Sawiyah teman Mama?”Arsenio coba mengingat dan kemudian mengangguk. “Memangnya kenapa dengan Ibu itu? Bukannya
Arsenio bernafas lega saat semua pekerjaannya selesai. Amar-ajudan pribadi dan sekretaris Arsenio dengan sigap membereskan berkas-berkas yang ada di meja bosnya itu.“Apakah ada yang Anda butuhkan, Tuan?”Arsenio menyandarkan tubuhnya pada kursi kekuasaannya itu dan menggelengkan kepalanya. “Kepalaku pusing.” Arsenio mulai memijit-mijit pelipisnya. Dia memejamkan sejenak matanya.“Kenapa Anda bisa pusing? Sebaiknya Anda pulang saja, Tuan.”Arsenio membuka matanya, dia lalu duduk tegak seperti semula. “Niatnya begitu. Tapi, aku malas bertemu dengan Mamaku.”Amar terperangah. Tidak biasanya Tuannya itu bicara seperti itu tentang Mamanya.‘Hem, apakah Tuan sedang bermasalah dengan Nyonya besar?’ Amar menduga-duga.“Kalau boleh tahu, apakah Tuan sedang ada masalah dengan Nyonya?”Arsenio mengangguk kecil pada Amar. “Sebenarnya ada. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya Mama meminta itu dariku. Ah, apa jangan-jangan Ma
“Tapi malam ini Mama harus istirahat dulu. Arsen tidak mengizinkan Mama untuk ke mana-mana malam ini.”Mama Lena mendengus sebal. “Hissh, tuh,kan! Kamu pintar sekali membohongi Mama!”Arsenio menghela nafas. “Bukan begitu, Mama. Mama kan baru saja pingsan. Lebih baik malam ini pulihkan dulu tenaga Mama, ya? lagi pula, Arsen harus bicara dulu dengan Zakia.”Semula Mama Lena kecewa, tapi kalau dipikir-pikir ada benarnya juga ucapan anaknya.“Baiklah. Mama akan istirahat malam ini.”Arsenio tersenyum. “Baiklah, Ma. Arsen pergi dulu ke kamar, ya?”Mama Lena hanya mengangguk. Arsenio segera bangkit dan melangkahkan kakinya keluar kamar Mamanya dan menuju kamarnya. Setelah Arsenio pergi, Mama Lena langsung mengirim pesan pada Danika.Setelah membersihkan tubuhnya yang lengket, Arsenio meneguk kopi hitam yang sudah disediakan oleh pelayan di rumahnya. Sambil mengecek ponselnya, dia menggerutu.“Sudah jam segini, kenapa
Danika tengah bersiap-siap. Dia berdiri di depan cermin dan tersenyum. Dia memuji dirinya cantik, karena semenjak dia dewasa, tidak ada orang yang pernah memujinya.“Hah, aku jadi rindu lagi sama orang tuaku. Karena hanya mereka yang pernah memuji diriku yang cantik dan aduhai ini.”Tiba-tiba ada rasa canggung untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Lagi-lagi dia tepis perasaan itu.“Ini aku lakukan semata-mata untuk Ibu dan Ayah. I love .. eh apa bahasa inggrisnya aku cinta kalian ya? Ah bodoh! Tapi aku berharap, semoga kita kelak berkumpul lagi di sana. Tunggu Nika!”Cairan bening meluncur dari mata indahnya begitu saja. Kadang dia merutuk dirinya sendiri yang terkadang cengeng.Kalau biasanya Danika selalu pergi dengan Reni, kali ini dia harus berani sendiri. Lagi pula Reni belum tahu kalau dia akan dijodohkan dadakan begini. Danika akhirnya sampai di restoran yang disampaikan oleh Bu Lena tadi di pesan ponselnya.Danika memandang takjub restoran itu. Orang-or
Dari mereka di mobil, hingga masuk ke dalam rumah. Mamanya terus saja bungkam. Itu membuat Arsenio semakin sakit kepala.“Mama kenapa lagi, sih? Kan Arsen sudah bertemu dengan gadis itu sesuai keinginan Mama!” ucap Arsenio dengan gusar.“Namanya Danika, bukan gadis itu!” jawab Mama Lena ketus.Arsenio menghela nafas frustasi. “Iya-iya! Sekarang Mama masuk kamar dan tidur, ya?”Mama Lena tak menjawab. Dia pergi begitu saja meninggalkan Arsenio. Arsenio pun pergi ke kamarnya. Di dalam hati dia tidak tahu apa yang akan istrinya tanyakan nanti. Dan benar saja, saat pintu kamar terbuka, Zakia sudah duduk di ranjang dengan bersedekap dada. Wajahnya juga sudah seperti singa yang ingin menelan Arsenio hidup-hidup.“Sayang..,” suara Arsenio seperti tercekat.“Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Memang ada pertemuan apa malam-malam pakai setelan jas?”Arsenio berjalan mendekat pada Zakia dan ingin membelai pipinya. “Aku tadi.. Ah bagaimana ini? Aku bohong apa jujur saja, ya
Danika senyum-senyum sendiri. Ada perasaan rindu yang membuncah tatkala melihat wajah manis dan tampan itu lagi. Danika tak bisa menghilangkan rasa cinta dihatinya pada lelaki itu. Walau sampai sekarang, perasaan itu masih tersimpan di hatinya.Tetapi ketika melihatnya sudah sesukses sekarang, Danika jadi minder dan sedikit sedih dengan perbedaan yang ada pada mereka. Sepertinya sampai kapanpun, perasaan ini akan tetap tinggal di hatinya. Tak akan pernah terungkapkan dengan cara apapun. Mereka akan tetap berteman sampai kapanpun.‘Ya, dia adalah cinta pertamaku.’“Wah, kenapa dia jadi makin ganteng gitu? Aduh, kayaknya ada yang kesemsem, nih! Haha.” Reni mengedip-ngedipkan matanya pada Danika.“Apaan sih, Ren! Kan lo tahu dari dulu kita hanya berteman dengan dia. Gue juga biasa saja kali sama dia!”“Biasa, apa biasa? Hahaha.” Reni kembali menggoda sahabatnya itu. Dan yang digoda hanya memonyongkan bibirnya saja.“Apaan sih lo! Lihat deh, dia sekarang! Banyak berubah, ya? Mudah-mudahan
"Jadi selama ini lo kuliah di luar negeri? Dan setelah tamat lo gantiin bokap lo memimpin perusahaan?" tanya Reni dengan begitu penasaran.Azka mengangguk sambil menyeruput sedikit kopi hitam panas miliknya. Ya iyalah miliknya. Masa milik orang lain?"Iya, Ren! Makanya gue tidak ada waktu lagi sekarang. Tapi Alhamdulillah kita kembali di pertemukan di sini, ya?""Alhamdulillah-" Danika menyahut "Kalau kita sudah kumpul begini, gue rindu dengan misi kita dulu."Danika mengangkat cangkir yang juga berisi kopi hitam panas dan menyeruputnya sedikit. Memang sekumpulan kawan ini sama-sama pecinta kopi. Tanpa Danika ketahui, sepasang manik sedang menatapnya dalam kesempatan. Ada seutas senyum muncul di bibir orang yang sedang menatap Danika itu."Gimana kalau kita mulai menjalankan lagi misi kita? Mana tahu dosa gue diampuni dengan melakukan hal yang baik seperti misi kita itu." Adul mulai tersenyum berangan-angan melakukan kebaikan seperti dulu
"Danika semakin cantik saja. Senyum tulus dan cerianya tidak pernah berubah dari dulu. Apakah dia tahu kalau sebenarnya aku sudah lama menyimpan rasa padanya? Ah! Kenapa aku jadi uring-uringan begini?"Azka mengambil ponselnya. Ingin sekali dia menanyakan berapa nomor ponsel Danika pada Adul. Kemarin saking terburu-burunya, dia hanya meminta nomor ponsel Adul saja."Apa iya aku minta nomor Danika sekarang? Tapi nanti apa yang akan dipikirkan Adul padaku? Hem-" Azka menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Dia menatap langit-langit kamarnya sambil berpikir bagaimana caranya menyampaikan sesuatu yang sudah lama bergejolak dihatinya ini.Dulu, mereka berempat punya kesepakatan kalau diantara mereka tidak ada yang boleh saling menyukai dan mencintai. Tapi itu dulu, ketika mereka masih remaja. Sekarang Azka sudah dewasa dan menjelma menjadi pria yang sukses. Mungkin tidak akan salah kalau dia menyatakan perasaan ini langsung pada Danika."Atau aku lamar saja Dan
"Wah! Cara bicara lo memang mengagumkan, Ka!" puji Adul yang sukses membuat Danika tersipu. Sedang Reni tertawa, dan Azka menatap Danika dengan terkagum-kagum."Iya benar! Buktinya CEO disebelah gue langsung setuju bekerja sama dengan Tuan Arsenio karena cara bicara lo, Ka!" Reni melirik-lirik pada Azka yang duduk disebelahnya dengan tersenyum malu-malu itu."Haha, bisa saja lo, Ren!" Danika lebih merasa malu-malu lagi. Padahal tidak pernah dia begitu, tuh!"Kalau gitu, gue traktir!" ujar Azka yang disambut hore oleh sahabatnya,Acara minum kopi di cafe itu bikin sekelompok sahabat itu terlihat santai dan senang. Berbeda dengan Mama Lena yang sedari tadi sudah duduk dengan tegang. Kopi yang dia pesan dengan harga termahal di cafe ini tak lagi membuat Mama Lena berselera. Dia jadi semakin kebelet untuk segera menikahkan Arsenio dengan Danika."Minggu depan gimana kalau kita jalankan misi? Kan, minggu depan gajian!""Boleh juga itu
Danika menatap langit-langit kamarnya yang tak seberapa ini. Ponselnya masih dengan setia menayangkan kisah horor Tante, tapi dia enggan untuk menontonnya kali ini. Danika masih terbayang-bayang dengan wajah Arsenio yang tampan itu."Haaah-" Selalu dia menghela nafas. Perasaannya jadi tidak enak semenjak dia curi-curi pandang tadi. "Bodoh! Kenapa aku harus menatap orang aneh seperti Arseniot itu. Lagi pula kenapa dia harus tampan, sih, Ya Allah? Kan mata suci dan polos ini jadi ternoda untuk melihat dia?"Danika mendadak jadi orang bodoh. Dia yang dengan sadar memandangi Arsenio tadi, malah sibuk menyalahkan pria yang memang sudah tampan dari masih jadi zigot di rahim Mama Lena itu."Ya Allah, kalau bisa, jatuh cintakanlah hamba dengan Tuan Arsenio ketika kami sudah menikah nanti. Amiin."Dari pada termenung tidak jelas, Danika memilih menonton kembali acara kesukaannya sambil menikmati kopi susu yang baru saja dia buat............*****.
"Danika semakin cantik saja. Senyum tulus dan cerianya tidak pernah berubah dari dulu. Apakah dia tahu kalau sebenarnya aku sudah lama menyimpan rasa padanya? Ah! Kenapa aku jadi uring-uringan begini?"Azka mengambil ponselnya. Ingin sekali dia menanyakan berapa nomor ponsel Danika pada Adul. Kemarin saking terburu-burunya, dia hanya meminta nomor ponsel Adul saja."Apa iya aku minta nomor Danika sekarang? Tapi nanti apa yang akan dipikirkan Adul padaku? Hem-" Azka menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Dia menatap langit-langit kamarnya sambil berpikir bagaimana caranya menyampaikan sesuatu yang sudah lama bergejolak dihatinya ini.Dulu, mereka berempat punya kesepakatan kalau diantara mereka tidak ada yang boleh saling menyukai dan mencintai. Tapi itu dulu, ketika mereka masih remaja. Sekarang Azka sudah dewasa dan menjelma menjadi pria yang sukses. Mungkin tidak akan salah kalau dia menyatakan perasaan ini langsung pada Danika."Atau aku lamar saja Dan
"Jadi selama ini lo kuliah di luar negeri? Dan setelah tamat lo gantiin bokap lo memimpin perusahaan?" tanya Reni dengan begitu penasaran.Azka mengangguk sambil menyeruput sedikit kopi hitam panas miliknya. Ya iyalah miliknya. Masa milik orang lain?"Iya, Ren! Makanya gue tidak ada waktu lagi sekarang. Tapi Alhamdulillah kita kembali di pertemukan di sini, ya?""Alhamdulillah-" Danika menyahut "Kalau kita sudah kumpul begini, gue rindu dengan misi kita dulu."Danika mengangkat cangkir yang juga berisi kopi hitam panas dan menyeruputnya sedikit. Memang sekumpulan kawan ini sama-sama pecinta kopi. Tanpa Danika ketahui, sepasang manik sedang menatapnya dalam kesempatan. Ada seutas senyum muncul di bibir orang yang sedang menatap Danika itu."Gimana kalau kita mulai menjalankan lagi misi kita? Mana tahu dosa gue diampuni dengan melakukan hal yang baik seperti misi kita itu." Adul mulai tersenyum berangan-angan melakukan kebaikan seperti dulu
Danika senyum-senyum sendiri. Ada perasaan rindu yang membuncah tatkala melihat wajah manis dan tampan itu lagi. Danika tak bisa menghilangkan rasa cinta dihatinya pada lelaki itu. Walau sampai sekarang, perasaan itu masih tersimpan di hatinya.Tetapi ketika melihatnya sudah sesukses sekarang, Danika jadi minder dan sedikit sedih dengan perbedaan yang ada pada mereka. Sepertinya sampai kapanpun, perasaan ini akan tetap tinggal di hatinya. Tak akan pernah terungkapkan dengan cara apapun. Mereka akan tetap berteman sampai kapanpun.‘Ya, dia adalah cinta pertamaku.’“Wah, kenapa dia jadi makin ganteng gitu? Aduh, kayaknya ada yang kesemsem, nih! Haha.” Reni mengedip-ngedipkan matanya pada Danika.“Apaan sih, Ren! Kan lo tahu dari dulu kita hanya berteman dengan dia. Gue juga biasa saja kali sama dia!”“Biasa, apa biasa? Hahaha.” Reni kembali menggoda sahabatnya itu. Dan yang digoda hanya memonyongkan bibirnya saja.“Apaan sih lo! Lihat deh, dia sekarang! Banyak berubah, ya? Mudah-mudahan
Dari mereka di mobil, hingga masuk ke dalam rumah. Mamanya terus saja bungkam. Itu membuat Arsenio semakin sakit kepala.“Mama kenapa lagi, sih? Kan Arsen sudah bertemu dengan gadis itu sesuai keinginan Mama!” ucap Arsenio dengan gusar.“Namanya Danika, bukan gadis itu!” jawab Mama Lena ketus.Arsenio menghela nafas frustasi. “Iya-iya! Sekarang Mama masuk kamar dan tidur, ya?”Mama Lena tak menjawab. Dia pergi begitu saja meninggalkan Arsenio. Arsenio pun pergi ke kamarnya. Di dalam hati dia tidak tahu apa yang akan istrinya tanyakan nanti. Dan benar saja, saat pintu kamar terbuka, Zakia sudah duduk di ranjang dengan bersedekap dada. Wajahnya juga sudah seperti singa yang ingin menelan Arsenio hidup-hidup.“Sayang..,” suara Arsenio seperti tercekat.“Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Memang ada pertemuan apa malam-malam pakai setelan jas?”Arsenio berjalan mendekat pada Zakia dan ingin membelai pipinya. “Aku tadi.. Ah bagaimana ini? Aku bohong apa jujur saja, ya
Danika tengah bersiap-siap. Dia berdiri di depan cermin dan tersenyum. Dia memuji dirinya cantik, karena semenjak dia dewasa, tidak ada orang yang pernah memujinya.“Hah, aku jadi rindu lagi sama orang tuaku. Karena hanya mereka yang pernah memuji diriku yang cantik dan aduhai ini.”Tiba-tiba ada rasa canggung untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Lagi-lagi dia tepis perasaan itu.“Ini aku lakukan semata-mata untuk Ibu dan Ayah. I love .. eh apa bahasa inggrisnya aku cinta kalian ya? Ah bodoh! Tapi aku berharap, semoga kita kelak berkumpul lagi di sana. Tunggu Nika!”Cairan bening meluncur dari mata indahnya begitu saja. Kadang dia merutuk dirinya sendiri yang terkadang cengeng.Kalau biasanya Danika selalu pergi dengan Reni, kali ini dia harus berani sendiri. Lagi pula Reni belum tahu kalau dia akan dijodohkan dadakan begini. Danika akhirnya sampai di restoran yang disampaikan oleh Bu Lena tadi di pesan ponselnya.Danika memandang takjub restoran itu. Orang-or
“Tapi malam ini Mama harus istirahat dulu. Arsen tidak mengizinkan Mama untuk ke mana-mana malam ini.”Mama Lena mendengus sebal. “Hissh, tuh,kan! Kamu pintar sekali membohongi Mama!”Arsenio menghela nafas. “Bukan begitu, Mama. Mama kan baru saja pingsan. Lebih baik malam ini pulihkan dulu tenaga Mama, ya? lagi pula, Arsen harus bicara dulu dengan Zakia.”Semula Mama Lena kecewa, tapi kalau dipikir-pikir ada benarnya juga ucapan anaknya.“Baiklah. Mama akan istirahat malam ini.”Arsenio tersenyum. “Baiklah, Ma. Arsen pergi dulu ke kamar, ya?”Mama Lena hanya mengangguk. Arsenio segera bangkit dan melangkahkan kakinya keluar kamar Mamanya dan menuju kamarnya. Setelah Arsenio pergi, Mama Lena langsung mengirim pesan pada Danika.Setelah membersihkan tubuhnya yang lengket, Arsenio meneguk kopi hitam yang sudah disediakan oleh pelayan di rumahnya. Sambil mengecek ponselnya, dia menggerutu.“Sudah jam segini, kenapa
Arsenio bernafas lega saat semua pekerjaannya selesai. Amar-ajudan pribadi dan sekretaris Arsenio dengan sigap membereskan berkas-berkas yang ada di meja bosnya itu.“Apakah ada yang Anda butuhkan, Tuan?”Arsenio menyandarkan tubuhnya pada kursi kekuasaannya itu dan menggelengkan kepalanya. “Kepalaku pusing.” Arsenio mulai memijit-mijit pelipisnya. Dia memejamkan sejenak matanya.“Kenapa Anda bisa pusing? Sebaiknya Anda pulang saja, Tuan.”Arsenio membuka matanya, dia lalu duduk tegak seperti semula. “Niatnya begitu. Tapi, aku malas bertemu dengan Mamaku.”Amar terperangah. Tidak biasanya Tuannya itu bicara seperti itu tentang Mamanya.‘Hem, apakah Tuan sedang bermasalah dengan Nyonya besar?’ Amar menduga-duga.“Kalau boleh tahu, apakah Tuan sedang ada masalah dengan Nyonya?”Arsenio mengangguk kecil pada Amar. “Sebenarnya ada. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya Mama meminta itu dariku. Ah, apa jangan-jangan Ma