Danika tengah bersiap-siap. Dia berdiri di depan cermin dan tersenyum. Dia memuji dirinya cantik, karena semenjak dia dewasa, tidak ada orang yang pernah memujinya.
“Hah, aku jadi rindu lagi sama orang tuaku. Karena hanya mereka yang pernah memuji diriku yang cantik dan aduhai ini.”Tiba-tiba ada rasa canggung untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Lagi-lagi dia tepis perasaan itu.“Ini aku lakukan semata-mata untuk Ibu dan Ayah. I love .. eh apa bahasa inggrisnya aku cinta kalian ya? Ah bodoh! Tapi aku berharap, semoga kita kelak berkumpul lagi di sana. Tunggu Nika!”Cairan bening meluncur dari mata indahnya begitu saja. Kadang dia merutuk dirinya sendiri yang terkadang cengeng.Kalau biasanya Danika selalu pergi dengan Reni, kali ini dia harus berani sendiri. Lagi pula Reni belum tahu kalau dia akan dijodohkan dadakan begini. Danika akhirnya sampai di restoran yang disampaikan oleh Bu Lena tadi di pesan ponselnya.Danika memandang takjub restoran itu. Orang-orang yang makan di sana hanyalah orang yang berduit banyak. Tampak sekali dari gaya dan cara mereka berpakaian.Danika hanya berani berdiri di depan restoran, dia takut kalau duduk di dalam. Dan tak lama senyumnya terbit ketika melihat Bu Lena datang. Danika meneguk saliva melihat Bu Lena yang turun dibantu oleh bodyguard-nya yang berbadan kekar dan menggunakan kaca mata hitam.Melihat penampilan Bu Lena, Danika menjadi minder. Dia melihat ke bawah, melihat penampilannya sendiri yang terkesan biasa saja. Bahkan baju yang dia kenakan saja belinya di tempat preloved. Diskon pula itu! Amboi!‘Bodo amat! Yang penting aku sudah datang!’“Kamu sudah datang, Nak?” sapa Mama Lena dengan ramahnya. Danika lalu mengambil tangannya dan menyalimnya. Lagi-lagi Mama Lena terharu dengan perlakuan ‘Calon mantu’ nya ini.“Sudah, Bu. Baru saja.”“Tapi kenapa kamu tidak masuk duluan?”Danika cengengesan. “Nika takut, Bu. Nika belum pernah ke restoran semewah ini. Takut nyasar, hehe.”“Ah kamu bisa saja. Nanti setelah jadi menantu Ibu, Ibu akan sering mengajak kamu ke sini! Sudah ayo kita masuk.”Danika mengangguk dan mengikuti langkah kaki calon mertuanya. Hah? Calon mertua? Apa tidak salah dengar?Mereka duduk di area private yang ada di restoran itu. Mama Lena langsung memesankan sesuatu untuk Danika. Tadinya Mama Lena menawarkan makanan, tapi sepertinya Danika segan.Mama Lena memperhatikan Danika yang tengah minum, dia jadi senyum-senyum sendiri melihat wajah Danika. Memang sih penampilannya biasa saja dan sederhana, tapi dasarnya cantik ya tetap cantik.‘Ah! Kalau dilihat, Danika semakin cantik saja. Semoga Arsen menyukainya. Kalau dia tidak suka, berati matanya buta. Dan aku harus mengoperasi matanya supaya tidak buta, hihi. Akan aku colok dulu matanya nanti.’Satu jam berlalu, Arsenio tidak menunjukkan batang hidungnya sedari tadi. Mama Lena mulai kesal dan panik. Danika yang menyadari kegelisahan Bu Lena pun segera menenangkannya dan supaya penasarannya juga terjawab dengan gerangan apa yang membuat Bu Lena gelisah, hehe.“Ada apa, Bu? Kenapa Ibu sepertinya gelisah sekali?”“Ibu kesal dengan anak Ibu. Kenapa dia belum datang? Dasar anak nakal!” gerutuan Mama Lena membuat Danika terkekeh geli.“Gimana Ibu tidak kesal! Menunggu kalau tidak ada temannya kan membuat bosan! Ibu soalnya tidak mau pesan makanan lagi! Nanti Ibu jadi berlemak!” omelannya berlanjut.Astaga! Danika tertawa mendengar ocehan Ibu Lena yang begitu lucu.‘Ibu Lena unik juga jadi orang! Pasti Ibu dulu juga suka punya teman seperti Ibu Lena ini.’Tadi bicaranya tidak akan memesan makanan lagi. Tapi tiba-tiba saja beberapa piring makanan datang dan terhidang di meja mereka.“Ayo makan, Danika! Kamu tadi kan makan cuma sedikit! Nanti kamu kurus!” ucap Bu Lena. Sedang tangannya sibuk mengambil makanan. Nyam, nyam, nyam, mulut Bu Lena kemudian sudah sibuk mengunyah.“Hehe, iya, Bu!” Danika hanya mengambil kentang goreng dan memasukkannya ke mulut. Ya hanya untuk menghargai Ibu Lena yang sudah kesal. Sebenarnya dia tidak terlalu suka makanan yang beginian.Drt..drt.. ponsel Mama Lena berdering. Dia langsung melotot kesal melihat nama orang yang meneleponnya itu.“Kamu di mana, sih? Kenapa lama sekali datangnya? Mama sampai kenyang di sini! Oh kamu sudah di depan rupanya! Kami duduk di sini.”Tangan Bu Lena melambai-lambai. Padahal entah kelihatan entah tidak lambaian tangannya itu.“Di mana, Ma?”“Ini Mama yang melambai-lambai! Masa kamu tidak lihat?”“Arsen tidak lihat lambaian tangan Mama yang mengarah ke arah kamera!”Arsen sengaja menggoda Mamanya. Dan benar saja, lengkingan suara Mamanya terdengar walau ponselnya tidak di loudspeaker. Sedang dia terkekeh saja dengan tingkah Mamanya.Ya dia harus begitu. Harus terkekeh dengan segala sesuatu. Karena dari kantor saja sudah suntuk. Menghadapi istrinya juga menguras emosi, walau emosinya hanya di dada. Dan sekarang? Dia harus menemui wanita yang akan di jodohkan oleh Mamanya? Jadi dia harus tetap stay cool dalam keadaan apapun. Eaaak.“Mama coba berdiri, deh!” Mama Lena benar-benar berdiri dan melambaikan tangannya lagi dan tersenyum genit pada Arsenio yang baru saja mematikan ponselnya, dan menyimpan ponsel itu ke dalam saku jasnya.Arsenio berjalan menghampiri meja Mamanya. Sedang Danika merasa ilfil melihat Bu Lena yang terkesima.'Biasa saja kali, Bu!'“Duh, putraku memang tampan sekali, mirip dengan Papanya!”Tangan Danika tiba-tiba saja merasa dingin. Dia jadi grogi untuk bertatap muka dengan putra Bu Lena.Arsenio mengernyit melihat punggung wanita yang duduk membelakangi itu. ‘Mari kita lihat! Seperti apa bentuk wanita yang ingin Mama jodohkan dengan ku ini! Apakah dia memang manusia apa bukan! Apakah dia punya lubang hidung atau tidak? Aku harus pastikan! Karena Mama ini kan pecinta Dora, lihatlah Dora, monyet saja dia jadikan teman! Mana namanya Boots pula lagi! Bukannya Boots itu sepatu? Ah, sial! Kenapa aku malah berpikiran ke situ?'“Arsen, ini gadis yang ingin Mama kenalkan sama kamu!” Mama Lena berucap dengan semangatnya, ketika Arseniobaru saja sampai di meja mereka.Arsenio dan Danika sama-sama bertatapan. Dan mereka sama-sama terkejut.“Tu..tuan Arsenio?” ucap Danika terbata-bata. Dia langsung bangkit dari duduknya.“Kamu?” ucap Arsenio yang sedikit kaget.Sedang Mama Lena berbinar-binar dan menutup mulutnya dengan kejadian yang terjadi. “Kalian sudah saling kenal ternyata? Wah!” Mama Lena heboh bertepuk tangan.“Jadi ini orang yang akan Mama jodohkan dengan Arsen?” tanya Arsen dengan mimik wajah tidak percaya.“He-em!” ucap Mama Lena sambil mengangkat alis dan dengan perasaan bangga.“Mama tahu, tidak? Dia karyawan Arsen di kantor! Dengan disiplin yang minus sekali!” Diliriknya sekilas Danika yang menunduk.Mendengar ucapan Arsenio yang begitu, Danika mengangkat kepalanya dan ingin protes. Tapi kali ini lidahnya kelu. Jadi dia hanya menunduk lagi.“Tapi kan bagus! Mama jadi tidak perlu repot lagi untuk membuat kalian saling kenal, ya kan?” Mama Lena mengedip-ngedipkan matanya pada Arsenio.Arsenio hanya bisa menepuk jidatnya. Dilihatnya lagi Danika dari atas hingga bawah. Hanya seorang gadis biasa. Tidak menarik sama sekali. Bahkan penampilannya jauh di bawah istrinya. Sedang yang dilihat sudah mulai seperti ulat bulu, begitu grogi dan gelisah.'Mama ini matanya entah di mana? Yang begini pula lah yang hendak dijodohkannya padaku? Astaga!'“Bagaimana, Arsen? Mama mau kamu menikahi Danika.”“Tapi, Ma?” sergah Arsen dengan wajah memelas.“Apa? Tapi Tuan Arsenio kan sudah punya istri, Bu,” protes Danika. Ya kali harus dengan Arsenio. Apa tidak ada lagi stok pria tampan dihidup Mama Lena selain Arsenio?‘Hiii, siapa yang mau menikah dengan Tuan Arsenio? Dia galak dan tukang marah. Walau tampan, sih! Tapi dia kan sudah ada istrinya? Aku tidak mau di sebut pelakor, dong! Haah ya Allah aku harus apa?’“Itu tidak masalah. Lelaki kan boleh punya istri lebih dari satu!” ucap Mama Lena dengan santainya, sambil nyomot kentang goreng pula.Perkataan Mamanya membuat kepala Arsenio berdenyut. Dia mencari cara agar pertemuan malam ini berakhir tanpa adegan dramatis.“Bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti di rumah, Ma. Mama juga tidak boleh terlalu lelah juga, kan? Dan apa ini?”Arsenio melihat makanan apa saja yang sudah di pesan oleh Mamanya itu. Kan tidak mungkin Danika yang memesan? Danika kan tidak punya uang untuk membayar semua makanan mahal di sini. Lagi pula gaji Danika juga sudah kena potong 20% akibat sering terlambat.“Kan sudah di bilang Dokter jangan makan yang berlemak! Ingat penyakit Mama!”Mama Lena bersedekap. “Kamu jangan sok perhatian sama Mama, kalau keinginan Mama saja tidak kamu turuti!” Dia lalu menghampiri Danika. “Nika, Ibu pulang dulu, ya? Apa kamu mau di antar sama Arsenio?”Arsenio terbelalak, begitu juga dengan Danika.Danika menggeleng dengan cepat. “Tidak usah, Bu! Nika bisa pulang sendiri.”“Maafkan sikap Arsenio ya, Nika? Dia begitu kadang. Suka kesurupan kalau melihat gadis cantik, hihi.”“Apa?” Arsenio melirik tajam Danika yang terkekeh. Sontak saja gadis itu langsung terdiam.“Baiklah, Nika. Malam ini sampai di sini dulu pertemuan kita, ya? Lain kali kita bertemu, dan saat itu tiba, kamu sudah menjadi menantu Ibu.”Danika takut-takut untuk tersenyum. Padahal dia tersenyum bukan karena senang akan jadi menantu Bu Lena, tapi menghargai sikap Ibu itu.Arsenio segera menggandeng Mamanya untuk pulang. Meninggalkan Danika yang berwajah lesu. Dan akhirnya Danika memilih untuk segera pulang juga................*****...........Dari mereka di mobil, hingga masuk ke dalam rumah. Mamanya terus saja bungkam. Itu membuat Arsenio semakin sakit kepala.“Mama kenapa lagi, sih? Kan Arsen sudah bertemu dengan gadis itu sesuai keinginan Mama!” ucap Arsenio dengan gusar.“Namanya Danika, bukan gadis itu!” jawab Mama Lena ketus.Arsenio menghela nafas frustasi. “Iya-iya! Sekarang Mama masuk kamar dan tidur, ya?”Mama Lena tak menjawab. Dia pergi begitu saja meninggalkan Arsenio. Arsenio pun pergi ke kamarnya. Di dalam hati dia tidak tahu apa yang akan istrinya tanyakan nanti. Dan benar saja, saat pintu kamar terbuka, Zakia sudah duduk di ranjang dengan bersedekap dada. Wajahnya juga sudah seperti singa yang ingin menelan Arsenio hidup-hidup.“Sayang..,” suara Arsenio seperti tercekat.“Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Memang ada pertemuan apa malam-malam pakai setelan jas?”Arsenio berjalan mendekat pada Zakia dan ingin membelai pipinya. “Aku tadi.. Ah bagaimana ini? Aku bohong apa jujur saja, ya
Danika senyum-senyum sendiri. Ada perasaan rindu yang membuncah tatkala melihat wajah manis dan tampan itu lagi. Danika tak bisa menghilangkan rasa cinta dihatinya pada lelaki itu. Walau sampai sekarang, perasaan itu masih tersimpan di hatinya.Tetapi ketika melihatnya sudah sesukses sekarang, Danika jadi minder dan sedikit sedih dengan perbedaan yang ada pada mereka. Sepertinya sampai kapanpun, perasaan ini akan tetap tinggal di hatinya. Tak akan pernah terungkapkan dengan cara apapun. Mereka akan tetap berteman sampai kapanpun.‘Ya, dia adalah cinta pertamaku.’“Wah, kenapa dia jadi makin ganteng gitu? Aduh, kayaknya ada yang kesemsem, nih! Haha.” Reni mengedip-ngedipkan matanya pada Danika.“Apaan sih, Ren! Kan lo tahu dari dulu kita hanya berteman dengan dia. Gue juga biasa saja kali sama dia!”“Biasa, apa biasa? Hahaha.” Reni kembali menggoda sahabatnya itu. Dan yang digoda hanya memonyongkan bibirnya saja.“Apaan sih lo! Lihat deh, dia sekarang! Banyak berubah, ya? Mudah-mudahan
"Jadi selama ini lo kuliah di luar negeri? Dan setelah tamat lo gantiin bokap lo memimpin perusahaan?" tanya Reni dengan begitu penasaran.Azka mengangguk sambil menyeruput sedikit kopi hitam panas miliknya. Ya iyalah miliknya. Masa milik orang lain?"Iya, Ren! Makanya gue tidak ada waktu lagi sekarang. Tapi Alhamdulillah kita kembali di pertemukan di sini, ya?""Alhamdulillah-" Danika menyahut "Kalau kita sudah kumpul begini, gue rindu dengan misi kita dulu."Danika mengangkat cangkir yang juga berisi kopi hitam panas dan menyeruputnya sedikit. Memang sekumpulan kawan ini sama-sama pecinta kopi. Tanpa Danika ketahui, sepasang manik sedang menatapnya dalam kesempatan. Ada seutas senyum muncul di bibir orang yang sedang menatap Danika itu."Gimana kalau kita mulai menjalankan lagi misi kita? Mana tahu dosa gue diampuni dengan melakukan hal yang baik seperti misi kita itu." Adul mulai tersenyum berangan-angan melakukan kebaikan seperti dulu
"Danika semakin cantik saja. Senyum tulus dan cerianya tidak pernah berubah dari dulu. Apakah dia tahu kalau sebenarnya aku sudah lama menyimpan rasa padanya? Ah! Kenapa aku jadi uring-uringan begini?"Azka mengambil ponselnya. Ingin sekali dia menanyakan berapa nomor ponsel Danika pada Adul. Kemarin saking terburu-burunya, dia hanya meminta nomor ponsel Adul saja."Apa iya aku minta nomor Danika sekarang? Tapi nanti apa yang akan dipikirkan Adul padaku? Hem-" Azka menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Dia menatap langit-langit kamarnya sambil berpikir bagaimana caranya menyampaikan sesuatu yang sudah lama bergejolak dihatinya ini.Dulu, mereka berempat punya kesepakatan kalau diantara mereka tidak ada yang boleh saling menyukai dan mencintai. Tapi itu dulu, ketika mereka masih remaja. Sekarang Azka sudah dewasa dan menjelma menjadi pria yang sukses. Mungkin tidak akan salah kalau dia menyatakan perasaan ini langsung pada Danika."Atau aku lamar saja Dan
Danika menatap langit-langit kamarnya yang tak seberapa ini. Ponselnya masih dengan setia menayangkan kisah horor Tante, tapi dia enggan untuk menontonnya kali ini. Danika masih terbayang-bayang dengan wajah Arsenio yang tampan itu."Haaah-" Selalu dia menghela nafas. Perasaannya jadi tidak enak semenjak dia curi-curi pandang tadi. "Bodoh! Kenapa aku harus menatap orang aneh seperti Arseniot itu. Lagi pula kenapa dia harus tampan, sih, Ya Allah? Kan mata suci dan polos ini jadi ternoda untuk melihat dia?"Danika mendadak jadi orang bodoh. Dia yang dengan sadar memandangi Arsenio tadi, malah sibuk menyalahkan pria yang memang sudah tampan dari masih jadi zigot di rahim Mama Lena itu."Ya Allah, kalau bisa, jatuh cintakanlah hamba dengan Tuan Arsenio ketika kami sudah menikah nanti. Amiin."Dari pada termenung tidak jelas, Danika memilih menonton kembali acara kesukaannya sambil menikmati kopi susu yang baru saja dia buat............*****.
"Wah! Cara bicara lo memang mengagumkan, Ka!" puji Adul yang sukses membuat Danika tersipu. Sedang Reni tertawa, dan Azka menatap Danika dengan terkagum-kagum."Iya benar! Buktinya CEO disebelah gue langsung setuju bekerja sama dengan Tuan Arsenio karena cara bicara lo, Ka!" Reni melirik-lirik pada Azka yang duduk disebelahnya dengan tersenyum malu-malu itu."Haha, bisa saja lo, Ren!" Danika lebih merasa malu-malu lagi. Padahal tidak pernah dia begitu, tuh!"Kalau gitu, gue traktir!" ujar Azka yang disambut hore oleh sahabatnya,Acara minum kopi di cafe itu bikin sekelompok sahabat itu terlihat santai dan senang. Berbeda dengan Mama Lena yang sedari tadi sudah duduk dengan tegang. Kopi yang dia pesan dengan harga termahal di cafe ini tak lagi membuat Mama Lena berselera. Dia jadi semakin kebelet untuk segera menikahkan Arsenio dengan Danika."Minggu depan gimana kalau kita jalankan misi? Kan, minggu depan gajian!""Boleh juga itu
"Akhirnya aku menemukanmu, Nak!” Tangis seorang Ibu pecah. Dipeluknya Danika dengan erat, hingga gadis itu merasa sesak nafas karena tercekik.“Bu, tolong, Bu! Saya tercekik, Bu!” Tangan Danika menggapai-gapai pada Reni, sang sahabat yang berdiri tercengang menyaksikan kejadian didepannya. Bagaimana tidak, dia pun syok dengan apa yang terjadi barusan.Beberapa jam lalu..“Pusing banget kepala gue, Ren!” Danika berujar sambil memijit keningnya.Danika dan Reni adalah sahabat sejak mereka SMA, hubungan persahabatan itu kembali terjalin saat kuliah dan bekerja di perusahaan yang sama.Mereka berdua baru saja keluar dari kantor untuk pulang ke rumah masing-masing. Danika dan Reni berjalan menuju halte terdekat untuk menunggu angkutan umum.“Memangnya lo pusing kenapa, Ka?”“Kerjaan kantor banyak banget belakangan ini. Terus tadi gue ditegur kepala staf karena sering terlambat. Padahal terlambat gue hanya 30 menit doang!”Reni tiba-tiba saja tertawa. Melihat itu, Danika bersedekap dada
“Kamu ini sebagai karyawan seharusnya membiasakan diri untuk selalu disiplin waktu! Apa jadinya perusahaan saya mempunyai karyawan yang sering terlambat seperti kamu ini! Ini yang ketahuan, bagaimana kalau ada karyawan lain yang mengikuti jejak sesat kamu ini, hah?”‘Apa? Sesat katanya? Tak kuasa aku! Telat itu adalah hal berguna untuk memangkas waktu bekerja, Tuan!’Danika mengedikkan bahu. “Ya itu bukan urusan saya, Tuan! Toh, ini bukan perusahaan saya!”Arsenio melotot. “Apa? Berani sekali kamu, ya?”Nyali Danika menciut. “Maafkan saya, Tuan,” ucap Danika penuh penyesalan yang dibuat-buat. Arsenio menghela nafas. Baru ini ada karyawan yang kurang ajarnya melampaui batas padanya. Arsenio langsung ingin berubah jadi malaikat maut saat ini juga.“Sekarang kamu keluar! Ini peringatan terakhir dari saya. Kalau kamu terlambat barang sedetik saja, siap-siap kamu terhempas dari kantor saya. Dan asal kamu tahu, kamu bakalan ada di daftar hitam!”Danika garuk-garuk kepala tidak mengerti mak
"Wah! Cara bicara lo memang mengagumkan, Ka!" puji Adul yang sukses membuat Danika tersipu. Sedang Reni tertawa, dan Azka menatap Danika dengan terkagum-kagum."Iya benar! Buktinya CEO disebelah gue langsung setuju bekerja sama dengan Tuan Arsenio karena cara bicara lo, Ka!" Reni melirik-lirik pada Azka yang duduk disebelahnya dengan tersenyum malu-malu itu."Haha, bisa saja lo, Ren!" Danika lebih merasa malu-malu lagi. Padahal tidak pernah dia begitu, tuh!"Kalau gitu, gue traktir!" ujar Azka yang disambut hore oleh sahabatnya,Acara minum kopi di cafe itu bikin sekelompok sahabat itu terlihat santai dan senang. Berbeda dengan Mama Lena yang sedari tadi sudah duduk dengan tegang. Kopi yang dia pesan dengan harga termahal di cafe ini tak lagi membuat Mama Lena berselera. Dia jadi semakin kebelet untuk segera menikahkan Arsenio dengan Danika."Minggu depan gimana kalau kita jalankan misi? Kan, minggu depan gajian!""Boleh juga itu
Danika menatap langit-langit kamarnya yang tak seberapa ini. Ponselnya masih dengan setia menayangkan kisah horor Tante, tapi dia enggan untuk menontonnya kali ini. Danika masih terbayang-bayang dengan wajah Arsenio yang tampan itu."Haaah-" Selalu dia menghela nafas. Perasaannya jadi tidak enak semenjak dia curi-curi pandang tadi. "Bodoh! Kenapa aku harus menatap orang aneh seperti Arseniot itu. Lagi pula kenapa dia harus tampan, sih, Ya Allah? Kan mata suci dan polos ini jadi ternoda untuk melihat dia?"Danika mendadak jadi orang bodoh. Dia yang dengan sadar memandangi Arsenio tadi, malah sibuk menyalahkan pria yang memang sudah tampan dari masih jadi zigot di rahim Mama Lena itu."Ya Allah, kalau bisa, jatuh cintakanlah hamba dengan Tuan Arsenio ketika kami sudah menikah nanti. Amiin."Dari pada termenung tidak jelas, Danika memilih menonton kembali acara kesukaannya sambil menikmati kopi susu yang baru saja dia buat............*****.
"Danika semakin cantik saja. Senyum tulus dan cerianya tidak pernah berubah dari dulu. Apakah dia tahu kalau sebenarnya aku sudah lama menyimpan rasa padanya? Ah! Kenapa aku jadi uring-uringan begini?"Azka mengambil ponselnya. Ingin sekali dia menanyakan berapa nomor ponsel Danika pada Adul. Kemarin saking terburu-burunya, dia hanya meminta nomor ponsel Adul saja."Apa iya aku minta nomor Danika sekarang? Tapi nanti apa yang akan dipikirkan Adul padaku? Hem-" Azka menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Dia menatap langit-langit kamarnya sambil berpikir bagaimana caranya menyampaikan sesuatu yang sudah lama bergejolak dihatinya ini.Dulu, mereka berempat punya kesepakatan kalau diantara mereka tidak ada yang boleh saling menyukai dan mencintai. Tapi itu dulu, ketika mereka masih remaja. Sekarang Azka sudah dewasa dan menjelma menjadi pria yang sukses. Mungkin tidak akan salah kalau dia menyatakan perasaan ini langsung pada Danika."Atau aku lamar saja Dan
"Jadi selama ini lo kuliah di luar negeri? Dan setelah tamat lo gantiin bokap lo memimpin perusahaan?" tanya Reni dengan begitu penasaran.Azka mengangguk sambil menyeruput sedikit kopi hitam panas miliknya. Ya iyalah miliknya. Masa milik orang lain?"Iya, Ren! Makanya gue tidak ada waktu lagi sekarang. Tapi Alhamdulillah kita kembali di pertemukan di sini, ya?""Alhamdulillah-" Danika menyahut "Kalau kita sudah kumpul begini, gue rindu dengan misi kita dulu."Danika mengangkat cangkir yang juga berisi kopi hitam panas dan menyeruputnya sedikit. Memang sekumpulan kawan ini sama-sama pecinta kopi. Tanpa Danika ketahui, sepasang manik sedang menatapnya dalam kesempatan. Ada seutas senyum muncul di bibir orang yang sedang menatap Danika itu."Gimana kalau kita mulai menjalankan lagi misi kita? Mana tahu dosa gue diampuni dengan melakukan hal yang baik seperti misi kita itu." Adul mulai tersenyum berangan-angan melakukan kebaikan seperti dulu
Danika senyum-senyum sendiri. Ada perasaan rindu yang membuncah tatkala melihat wajah manis dan tampan itu lagi. Danika tak bisa menghilangkan rasa cinta dihatinya pada lelaki itu. Walau sampai sekarang, perasaan itu masih tersimpan di hatinya.Tetapi ketika melihatnya sudah sesukses sekarang, Danika jadi minder dan sedikit sedih dengan perbedaan yang ada pada mereka. Sepertinya sampai kapanpun, perasaan ini akan tetap tinggal di hatinya. Tak akan pernah terungkapkan dengan cara apapun. Mereka akan tetap berteman sampai kapanpun.‘Ya, dia adalah cinta pertamaku.’“Wah, kenapa dia jadi makin ganteng gitu? Aduh, kayaknya ada yang kesemsem, nih! Haha.” Reni mengedip-ngedipkan matanya pada Danika.“Apaan sih, Ren! Kan lo tahu dari dulu kita hanya berteman dengan dia. Gue juga biasa saja kali sama dia!”“Biasa, apa biasa? Hahaha.” Reni kembali menggoda sahabatnya itu. Dan yang digoda hanya memonyongkan bibirnya saja.“Apaan sih lo! Lihat deh, dia sekarang! Banyak berubah, ya? Mudah-mudahan
Dari mereka di mobil, hingga masuk ke dalam rumah. Mamanya terus saja bungkam. Itu membuat Arsenio semakin sakit kepala.“Mama kenapa lagi, sih? Kan Arsen sudah bertemu dengan gadis itu sesuai keinginan Mama!” ucap Arsenio dengan gusar.“Namanya Danika, bukan gadis itu!” jawab Mama Lena ketus.Arsenio menghela nafas frustasi. “Iya-iya! Sekarang Mama masuk kamar dan tidur, ya?”Mama Lena tak menjawab. Dia pergi begitu saja meninggalkan Arsenio. Arsenio pun pergi ke kamarnya. Di dalam hati dia tidak tahu apa yang akan istrinya tanyakan nanti. Dan benar saja, saat pintu kamar terbuka, Zakia sudah duduk di ranjang dengan bersedekap dada. Wajahnya juga sudah seperti singa yang ingin menelan Arsenio hidup-hidup.“Sayang..,” suara Arsenio seperti tercekat.“Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini kamu baru pulang? Memang ada pertemuan apa malam-malam pakai setelan jas?”Arsenio berjalan mendekat pada Zakia dan ingin membelai pipinya. “Aku tadi.. Ah bagaimana ini? Aku bohong apa jujur saja, ya
Danika tengah bersiap-siap. Dia berdiri di depan cermin dan tersenyum. Dia memuji dirinya cantik, karena semenjak dia dewasa, tidak ada orang yang pernah memujinya.“Hah, aku jadi rindu lagi sama orang tuaku. Karena hanya mereka yang pernah memuji diriku yang cantik dan aduhai ini.”Tiba-tiba ada rasa canggung untuk bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya itu. Lagi-lagi dia tepis perasaan itu.“Ini aku lakukan semata-mata untuk Ibu dan Ayah. I love .. eh apa bahasa inggrisnya aku cinta kalian ya? Ah bodoh! Tapi aku berharap, semoga kita kelak berkumpul lagi di sana. Tunggu Nika!”Cairan bening meluncur dari mata indahnya begitu saja. Kadang dia merutuk dirinya sendiri yang terkadang cengeng.Kalau biasanya Danika selalu pergi dengan Reni, kali ini dia harus berani sendiri. Lagi pula Reni belum tahu kalau dia akan dijodohkan dadakan begini. Danika akhirnya sampai di restoran yang disampaikan oleh Bu Lena tadi di pesan ponselnya.Danika memandang takjub restoran itu. Orang-or
“Tapi malam ini Mama harus istirahat dulu. Arsen tidak mengizinkan Mama untuk ke mana-mana malam ini.”Mama Lena mendengus sebal. “Hissh, tuh,kan! Kamu pintar sekali membohongi Mama!”Arsenio menghela nafas. “Bukan begitu, Mama. Mama kan baru saja pingsan. Lebih baik malam ini pulihkan dulu tenaga Mama, ya? lagi pula, Arsen harus bicara dulu dengan Zakia.”Semula Mama Lena kecewa, tapi kalau dipikir-pikir ada benarnya juga ucapan anaknya.“Baiklah. Mama akan istirahat malam ini.”Arsenio tersenyum. “Baiklah, Ma. Arsen pergi dulu ke kamar, ya?”Mama Lena hanya mengangguk. Arsenio segera bangkit dan melangkahkan kakinya keluar kamar Mamanya dan menuju kamarnya. Setelah Arsenio pergi, Mama Lena langsung mengirim pesan pada Danika.Setelah membersihkan tubuhnya yang lengket, Arsenio meneguk kopi hitam yang sudah disediakan oleh pelayan di rumahnya. Sambil mengecek ponselnya, dia menggerutu.“Sudah jam segini, kenapa
Arsenio bernafas lega saat semua pekerjaannya selesai. Amar-ajudan pribadi dan sekretaris Arsenio dengan sigap membereskan berkas-berkas yang ada di meja bosnya itu.“Apakah ada yang Anda butuhkan, Tuan?”Arsenio menyandarkan tubuhnya pada kursi kekuasaannya itu dan menggelengkan kepalanya. “Kepalaku pusing.” Arsenio mulai memijit-mijit pelipisnya. Dia memejamkan sejenak matanya.“Kenapa Anda bisa pusing? Sebaiknya Anda pulang saja, Tuan.”Arsenio membuka matanya, dia lalu duduk tegak seperti semula. “Niatnya begitu. Tapi, aku malas bertemu dengan Mamaku.”Amar terperangah. Tidak biasanya Tuannya itu bicara seperti itu tentang Mamanya.‘Hem, apakah Tuan sedang bermasalah dengan Nyonya besar?’ Amar menduga-duga.“Kalau boleh tahu, apakah Tuan sedang ada masalah dengan Nyonya?”Arsenio mengangguk kecil pada Amar. “Sebenarnya ada. Aku juga tidak tahu apa penyebabnya Mama meminta itu dariku. Ah, apa jangan-jangan Ma