Sekitar tiga puluh menit Keyra keluar dari kamar, wajah yang beberapa hari ini, menahan sakit dibagian dadanya, kini merasa lega.“Sean sudah kenyang, ia tertidur,” ujar Keyra.Lalu Lathisa bangkit dari duduknya meraih bayinya kembali. ”Terima kasih Key,” ucapnya.“Key, kamu sekarang tinggal di vila perkebunan, Sean akan setiap saat membutuhkan ASI, jadi lebih baik kamu dan Mbok Sum sekarang pindah ke vila,” suruh Afnan.“Ibu juga ‘kan Afnan,” seloroh Nayumi tak mau ketinggalan.“Iya, Ibu mertua, kita semua akan pindah ke vila,” sahut Afnan.Lathisa hanya bisa pasrah pada keputusan Afnan. Sedangkan Keyra, ia hanya memikirkan bayi Sean, wanita itu telah jatuh hati pada bayi mungil yang bernama Sean Akbar Malik.Afnan, Keyra dan Lathisa serta Sean, berada dalam satu mobil jeep. Sedangkan Mbok Ratmi, Mbok Sum, dan Nayumi berada dimobil sedan.Kedua mobil beriringan menjauh dari pemukiman sederhana, menuju vila perkebunan tempat tinggl Afnan.Selama perjalanan, baik Keyra dan Lathisa se
Sebelum azan subuh Keyra sudah terbangun, itu karena Sean menangis, lalu ia menyusui bayi mungil itu setelah membersihkan dadanya dengan air hangat, Keyra mengulum senyum melihat reaksi bayi meninum ASI dengan buas seakan takut kehabisan, Keyra dengan penuh kasih sayang memeluk dan membiarkan pucuk putingnya dikulum oleh bayi mungil yang tampan“Pelan-pelan sayang,“ ujar Keyra, sesekali meringis menahan perih akibat gigitan Sean.Afnan terbangun, membuka matanya dan melihat pemandangan yang indah, istrinya dengan menyusui putra pertamanya berasa mimpi bagi Afnan, lalu ia mendekat mengusap pelan punggung Keyra yang duduk di tepi ranjang, lalu di ciummya bahu Keyra yang terbuka sedikit.“Aku akan menunggumu, kita mandi bersama, Key, aku juga ingin, memberi kasih sayang pada adiknya Sean.“ Tangan Afnan menelusup ke perut Keyra, lalu membelai perut Keyra menimbulkan sensai rasa geli, membuat Keyra menahan tawa.“Aku sudah tidak sabar menantikan kelahiran bayi kita Key, yang membuatku mual
Afnan melangkah masuk, kemudian menutup pintu kembali, Lathisa sudah berdiri dihadapan Afnan yang hanya berjarak tiga meter, jantung wanita yang malam ini berpakaian sangat seksi itu berdebar kencang, membayangkan, jika malam ini sang suami akan memberikan nafkah batin untuk dirinya.“Duduklah Thisa, aku ingin serius berbicara denganmu mengenai pernikahan poligami ini,” suara Afnan terdengar pelan, tapi serius.Sedangkan Lathisa yang perlahan duduk di sofa kecil, berubah gelisah, tangannya meremas sleep dres, perasaannya mulai tidak enak, tapi ia tidak mau memotong pembicaraan Afnan.Afnan mulai bersuara lagi, setelah menghela napas berat. ”Kamu tahu ‘kan, aku menikahimu waktu itu karena terpaksa, banyak tekanan dari berbagai pihak, hingga aku memutuskan menikahimu, Thisa.” Nada bicara Afnan terjeda, lelaki itu menatap Lathisa yang masih menatapnya.“Teruskan Gus, aku mendengarkan,” timpal Lathisa matanya mulai berkilat.“Dan setelah menjalani pernikahan selama satu tahun ini, ada b
Afnan hanya terdiam, dia sudah menduga hal itu, Kakeknya yang lebih mengutamakan reputasi, harkat dan martabat, akan terus mempertahankan prinsipnya. Prinsip yang bertolak belakang dengan Afnan, yang masih memprioritaskan perasaan dan tidak mengabaikan masalah hati.Afnan menatap Lathisa yang masih tertunduk dan terisak.“Kakek, maafkan Afnan, tapi itu yang terbaik, daripada kami bertiga terjebak dalam pernikahan poligami yang menyesakkan,” jawab Afnan.“Kakek sangat kecewa padamu Afnan, pergilah, aku sudah memutuskan, Lathisa yang akan mengurusi sekaligus memimpin pondok, bersamaku. Dan kelak Sean, akan meneruskanya!” perintah Damarjati.Afnan, sudah menduga dengan keputusan sesepuh pondok yang perintahnya tidak boleh dilanggar, Afnan juga ikhlas.“Bukan masalah pondok yang Afnan risaukan, tapi Sean, dia membutuhkan ASI, jika diizinkan aku akan membawa Sean, ke vila.”pinta Afnan“Aku sudah tahu masalah Sean, sebenarnya aku keberatan Keyra memberi ASI pada Sean, bagaimana Lathisa, apa
Mobil yang mengantarkan Nayumi, telah memasuki gerbang pondok lalu berhenti di area parkir, Nayumi tampak bingung, menatap sekeliling pondok, ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sebuah pondok pesantren, yang tentu saja bertolak belakang dengan keyakinannya. Tapi wanita itu bertekad ingin, menemui pimpinan pondok.Seorang security mendekat. ”Ibu mau ketemu siapa?”“Hemmm... Kyai Damar,” sahut Nayumi.“Baiklah, mari saya antar,” ajak security dengan sangat ramah.Nayumi mengikuti langkah pria berbadan tegak, seraya memperhatikan sekeliling pondok, yang terlihat sejuk, dan nyaman, beberapa gazebo, ada di tengah–tengan taman, terlihat beberapa santri perempuan dan santri laki-kali tengah berolah raga di tempat terpisah, ada juga yang sedang membaca buku di gazebo.Langkah Nayumi, berjalan mendekati pendopo, lalu ia dipersilahkan duduk, kemudian security tadi tampak berbicara dengan seorang santri, tidak lama kemudian menghampiri Nayumi lagi.“Silahkan duduk dan tunggu sebentar,”
Lagi dan lagi, kata-kata ‘ceraikan Keyra‘ membuat hati Afnan terasa berdenyut nyeri, ia hanya diam seribu bahasa, tidak menjawab permintaan kakeknya.“Sudah kuduga, kamu diam, dan aku tahu isi hatimu, kalau begitu keluarlah dari kamarku dan temui ibu mertuamu, katakan padanya, untuk menjalani hukumannya, mungkin dua tahun, cukup untuk memberi pelajaran pada wanita bar-bar sepertinya,” gertak Kyai Damar.Sementara itu di Rumah Sakit Parja Hospitaly, Keyra sudah sadar dari pingsannya, terlihat Pram, masih menunggunya.“Dokter Pram, Anda masih disini?”“Iya Key, aku khawatir dengan keadaanmu, kamu tiba-tiba pingsan,” jawab Pram yang masih duduk di sofa samping brankar.“Aku sekarang sudah membaik Dok, aku akan pulang saja.”“Key, keadaanmu tidak baik-baik saja, Dokter ingin bicara dengan suamimu, ada masalah serius menyangkut kehamilanmu.”“Dokter Pram, aku ingin menemui Dokter yang memeriksaku, aku mohon, pertemukan aku denganya.” Keyra mencoba bangkit dan turun dari brankar.“Key, aku
Keyra sudah berganti baju, wanita muda yang tengah hamil itu, mengenakan daster longar sebatas lutut, lalu mengulung rambut hitamnya, hingga terlihat leher yang putihnya, kini ia duduk di sofa kamar, pikirannya terbang mengingat persyaratan yang di ajukan sang Kakek mertua. Pikirannya benar-benar kalut, ditambah lagi vonis dokter tentang kehamilannya.Terdengar pintu kamar dibuka, Afnan masuk dengan membawa nampan di tangannya, melihat kedatangan suaminya, Keyra mencoba tersenyum, walau kecemasan sedang mengantung.“Tadi Mbok Ratmi, membuat bubur kacang hijau untukmu Key, katanya biar anakmu nanti rambutnya tebal,” ucap Afnan seraya tertawa kecil.Keyra pun ikut tertawa, “Kalupun rambut anak kita tebal, itu karena rambut Kak Afnan dan rambutku tebal, jadi pastilah anak kita rambutnya tebal,” sahut Keyra.“Aku suapin Key,” tawar Afnan seraya menyendok bubur dan mengarahkan ke mulut Keyra.“Aku makan sendiri saja.” Keyra meraih mangkuk dan sendok dari tangan Afnan kemudian menyuapkan
“Gus...” desah Lathisa menatap ke arah Afnan seakan minta penjelasan apa maksudnya ingin rujuk.“Aku akan rujuk denganmu Tisha, kita akan kembali menjadi suami istri lagi dan bersama-sama memimpin pondok seperti yang diinginkan Kekek Damar,” tegas Afnan lagi, kali ini dengan nada tegas dan serius.Kyai Damar mengubah posisi duduknya, dan kembali menatap Afnan dan Lathisa.“Bersiaplah untuk rujuk dengan Afnan. Lathisa, aku akan kabulkan permintaannya,” jawab Kyai Damarjati.“Apapun yang Kakek perintahkan, Lathisa akan melaksanakannya,” balas Lathisa.Afnan menghela napas panjang, ia sedikit lega karena Lathisa menyetujui niatnya rujuk, tanpa protes sedikitpun.Kemudian terlihat Kyai Damar meraih ponsel, dan menelepon seseorang.“Lathisa bisakah kita bicara di luar,” ajak Afnan.“Baik Gus.”Afnan dan Lathisa meninggalkan sang Kakek yang tengah sibuk berbicara di ponsel. Dan kini keduanya berada di sebuah kantin rumah sakit, setelah Afnan memesan minuman untuk Lathisa, ia mulai berbicara