Afnan hanya terdiam, dia sudah menduga hal itu, Kakeknya yang lebih mengutamakan reputasi, harkat dan martabat, akan terus mempertahankan prinsipnya. Prinsip yang bertolak belakang dengan Afnan, yang masih memprioritaskan perasaan dan tidak mengabaikan masalah hati.Afnan menatap Lathisa yang masih tertunduk dan terisak.“Kakek, maafkan Afnan, tapi itu yang terbaik, daripada kami bertiga terjebak dalam pernikahan poligami yang menyesakkan,” jawab Afnan.“Kakek sangat kecewa padamu Afnan, pergilah, aku sudah memutuskan, Lathisa yang akan mengurusi sekaligus memimpin pondok, bersamaku. Dan kelak Sean, akan meneruskanya!” perintah Damarjati.Afnan, sudah menduga dengan keputusan sesepuh pondok yang perintahnya tidak boleh dilanggar, Afnan juga ikhlas.“Bukan masalah pondok yang Afnan risaukan, tapi Sean, dia membutuhkan ASI, jika diizinkan aku akan membawa Sean, ke vila.”pinta Afnan“Aku sudah tahu masalah Sean, sebenarnya aku keberatan Keyra memberi ASI pada Sean, bagaimana Lathisa, apa
Mobil yang mengantarkan Nayumi, telah memasuki gerbang pondok lalu berhenti di area parkir, Nayumi tampak bingung, menatap sekeliling pondok, ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sebuah pondok pesantren, yang tentu saja bertolak belakang dengan keyakinannya. Tapi wanita itu bertekad ingin, menemui pimpinan pondok.Seorang security mendekat. ”Ibu mau ketemu siapa?”“Hemmm... Kyai Damar,” sahut Nayumi.“Baiklah, mari saya antar,” ajak security dengan sangat ramah.Nayumi mengikuti langkah pria berbadan tegak, seraya memperhatikan sekeliling pondok, yang terlihat sejuk, dan nyaman, beberapa gazebo, ada di tengah–tengan taman, terlihat beberapa santri perempuan dan santri laki-kali tengah berolah raga di tempat terpisah, ada juga yang sedang membaca buku di gazebo.Langkah Nayumi, berjalan mendekati pendopo, lalu ia dipersilahkan duduk, kemudian security tadi tampak berbicara dengan seorang santri, tidak lama kemudian menghampiri Nayumi lagi.“Silahkan duduk dan tunggu sebentar,”
Lagi dan lagi, kata-kata ‘ceraikan Keyra‘ membuat hati Afnan terasa berdenyut nyeri, ia hanya diam seribu bahasa, tidak menjawab permintaan kakeknya.“Sudah kuduga, kamu diam, dan aku tahu isi hatimu, kalau begitu keluarlah dari kamarku dan temui ibu mertuamu, katakan padanya, untuk menjalani hukumannya, mungkin dua tahun, cukup untuk memberi pelajaran pada wanita bar-bar sepertinya,” gertak Kyai Damar.Sementara itu di Rumah Sakit Parja Hospitaly, Keyra sudah sadar dari pingsannya, terlihat Pram, masih menunggunya.“Dokter Pram, Anda masih disini?”“Iya Key, aku khawatir dengan keadaanmu, kamu tiba-tiba pingsan,” jawab Pram yang masih duduk di sofa samping brankar.“Aku sekarang sudah membaik Dok, aku akan pulang saja.”“Key, keadaanmu tidak baik-baik saja, Dokter ingin bicara dengan suamimu, ada masalah serius menyangkut kehamilanmu.”“Dokter Pram, aku ingin menemui Dokter yang memeriksaku, aku mohon, pertemukan aku denganya.” Keyra mencoba bangkit dan turun dari brankar.“Key, aku
Keyra sudah berganti baju, wanita muda yang tengah hamil itu, mengenakan daster longar sebatas lutut, lalu mengulung rambut hitamnya, hingga terlihat leher yang putihnya, kini ia duduk di sofa kamar, pikirannya terbang mengingat persyaratan yang di ajukan sang Kakek mertua. Pikirannya benar-benar kalut, ditambah lagi vonis dokter tentang kehamilannya.Terdengar pintu kamar dibuka, Afnan masuk dengan membawa nampan di tangannya, melihat kedatangan suaminya, Keyra mencoba tersenyum, walau kecemasan sedang mengantung.“Tadi Mbok Ratmi, membuat bubur kacang hijau untukmu Key, katanya biar anakmu nanti rambutnya tebal,” ucap Afnan seraya tertawa kecil.Keyra pun ikut tertawa, “Kalupun rambut anak kita tebal, itu karena rambut Kak Afnan dan rambutku tebal, jadi pastilah anak kita rambutnya tebal,” sahut Keyra.“Aku suapin Key,” tawar Afnan seraya menyendok bubur dan mengarahkan ke mulut Keyra.“Aku makan sendiri saja.” Keyra meraih mangkuk dan sendok dari tangan Afnan kemudian menyuapkan
“Gus...” desah Lathisa menatap ke arah Afnan seakan minta penjelasan apa maksudnya ingin rujuk.“Aku akan rujuk denganmu Tisha, kita akan kembali menjadi suami istri lagi dan bersama-sama memimpin pondok seperti yang diinginkan Kekek Damar,” tegas Afnan lagi, kali ini dengan nada tegas dan serius.Kyai Damar mengubah posisi duduknya, dan kembali menatap Afnan dan Lathisa.“Bersiaplah untuk rujuk dengan Afnan. Lathisa, aku akan kabulkan permintaannya,” jawab Kyai Damarjati.“Apapun yang Kakek perintahkan, Lathisa akan melaksanakannya,” balas Lathisa.Afnan menghela napas panjang, ia sedikit lega karena Lathisa menyetujui niatnya rujuk, tanpa protes sedikitpun.Kemudian terlihat Kyai Damar meraih ponsel, dan menelepon seseorang.“Lathisa bisakah kita bicara di luar,” ajak Afnan.“Baik Gus.”Afnan dan Lathisa meninggalkan sang Kakek yang tengah sibuk berbicara di ponsel. Dan kini keduanya berada di sebuah kantin rumah sakit, setelah Afnan memesan minuman untuk Lathisa, ia mulai berbicara
Di kamar sebuah resort, Afnan memeluk Keyra, diusapnya perut yang semakin terlihat membuncit.“Kenapa kamu tidak bilang jika kamu mengalami preeklamsia, dan itu membahayakan nyawamu sendiri, Key?” Afnan menatap nanar, wajah yang ada dihadapannya.“Jangan khawatir, aku hanya ingin bayiku selamat, jika aku meninggal, toh ada Lathisa yang akan mengurus anak kita ‘kan?”Afnan menaruh jari telunjuk di bibir Keyra. ”Jangan berucap seperti itu Key, kamu dan bayi kita akan selamat. Aku akan bersujud tiap sepertiga malam, untuk mendoakan kalian berdua,” balas Afnan.Afnan mendaratkan kecupan di kening keyra, lalu turun di bibir mungil merah muda dan keduanya tenggelam dalam dalam tautan bibir yang hangat, merengkuh manisnya cinta dalam lautan asmara.Deburan ombak malam, menjadi saksi sebuah cinta yang tak pernah pudar, meskipun, di terjang ombak berkali-kali, tapi cinta bagai batu karang yang kokoh tetap berdiri dengan ponggahnya, menantang deburan ombak.Sementara di sebuah kamar lain, tepa
Satu bulan berlalu, keadaan Lathisa semakin memburuk, tidak ada pengobatan apapun lagi yang bisa diterimanya selain pereda nyeri. Tapi senyum masih mengembang di wajah pucatnya tak kala menatap Sean, yang ada di pangkuan Keyra. Berada di tengah keluarga adalah hal yang membuatnya bahagia hingga sedikit mengurangi rasa sakit.Pagi ini cuaca cerah, udara sejuk berhembus melalui celah–celah jendela, dan hangat mentari menyapa kamar Lathisa, tiba-tiba saja Lathisa ingin bertemu beberapa orang, satu persatu teman dan keluarga masuk, lalu keluar dengan membawa tangis. Lathisa ingin bicara pada semuanya seolah meninggalkan pesan terakhir.“Maaf Kyai Damar, aku tidak bisa memenuhi keinginan Kyai untuk memimpin pesantren,” ujar Lathisa lirih.Kyai Damar hanya tersenyum getir, “Jangan pikirkan itu Lathisa, kamu tetap menjadi cucuku, terima kasih telah melahirkan Sean.”Orang tua itu menahan sekuat tenaga, rasa sedihnya, lalu tangis pecah, setelah keluar kamar hingga tubuh rentanya harus di pa
Keyra duduk termenung di depan cermin, sambil menyisisir rambutnya, pikirannya tertuju pada Sean yang malam ini tidur dengan Safira.Afnan memeluknya dari belakang, menempelkan kepalanya di bahu Keyra. ”Kenapa melamun?”“Aku mengkhawatirkan Sean, yang tidur bersama Safira.”“Sean bersama tantenya, Safira juga sudah dewasa, pasti bisa menjaga Sean dengan baik, lagipula, mereka tidak kemana-mana.”“Kak Afnan benar, Sean, bersama tantenya.” Keyra membalikan tubuhnya, lalu Afnan berjongkok, dan mencium perut Keyra yang terlihat membuncit.“Bayi kita sudah tiga bulan, nanti di bulan ke empat kita adakan doa syukuran. Semoga kamu dan bayi dalam rahimmu dalam keadaan sehat,” ucap Afnan, berkali-kali mengusap perut Keyra hingga Keyra merasa geli.“Sudah Kak, aku geli,“ rengek Keyra, menahan tawa.Afnan tidak menghiraukan teriakan Keyra, tubuh mungil itu malah di bopongnya dan membawanya ke tempat tidur. Afnan dengan lembut penuh cinta membelai rambut halus Keyra, tubuhnya di dekatkan pada
Pengakuan Samuel, membuat Keyra saat ini berstatus terdakwa, hukuman minimal 5 tahun akan menantinya.Afnan menatap Keyra yang duduk di depannya dengan tertunduk, semakin hari wajah Keyra terlihat pucat.“Kamu sakit?”“Tidak, aku baik-baik saja, bagaimana kabar anak-anak?”“Untuk sementara aku melarangnya sekolah, dan melihat televisi, mereka belum tahu keadannu Key,” jawab Afnan.“Maafkan aku, Kak Afnan.”“Kenapa kamu lakukan itu, aku sudah bilang jangan bertindak apapun biar aku yang menangani Samuel jika ia berulah.”“Maaf,” jawab Keyra datar.Di tempat lain Raka berada di rumah Keyra tanpa sepengetahuan Afnan, Raka berbicara dengan Zahra.“Hai Zahra, kenalkan aku teman Bundamu,” sapa Raka.Zahra ketakutan, ia sempat menolak kehadiran Raka, tapi ketika mengatakan jika ia tahu kejadian sebenarnya diroop tof akhirnya bocah itu terdiam.“Ini punyamu ‘kan?” Raka menunjukkan jepit rambut.Zahra mengangguk. ”Kamu bisa berjalan?”Zahra menggeleng, ia ingat jika Keyra menyuruhnya tetap lu
menghalaunya.“Tidak bisa Keyra, kesabaranku menantikanmu telah habis, sudah aku beri kamu waktu satu tahun, ternyata ancamanku kamu abaikan, dan saat ini lihatlah kehancuranmu di mata Zahra, putri kandungmu, gadis itu akan merekam perbuatan bundanya yang menjijikan,” sarkas Samuel.“Zahra buang benda itu!” Keyra terus menyuruh Zahra untuk membuang ponsel, tapi Zahra seakan sudah termakan omongan Samuel. Samuel membawa Keyra ke sudut rooptof, dan menekannya, disaat itulah Zahra sadar jika Bundanya dalam bahaya. Tapi kursi rodanya tidak mau bergerak, entah apa yang dilakukan Samuel, hingga membuat kursi roda itu macet.“Lihat Key, Zahra akan melihat semuanya begitu aku mengirim video ini,” Samuel berkata sinis.“Sam, lepaskan!”Keyra berusaha melepaskan diri dari dari cengkraman tangan Samuel. Dan berusaha merebut ponsel Samuel.Terjadi pergaulatan antara Keyar dan Samuel, memperebutkan ponsel di tangan Samuel, mereka berada di pinggiran rooptof yang hanya sebatas pinggang.“Bunda,
“Untuk Zahra, kita jalan-jalannya memakai kursi roda, ya,” suruh perawat, dan meraih kursi roda di sudut kamar.“Tidak mau, Zahra bosan, Zahra ingin jalan saja,” sahut Zahra ia terus mencoba turun, tapi ia merasakan ada yang aneh dengan kedua kakinya.“Bunda, kenapa kaki Zahra?”Keyra menatap sendu. ”Zahra, dengar sayang, kaki Zahra sakit dan perlu beberapa waktu untuk bisa sembuh. ”Keyra berusaha tersenyum seraya menjelaskan keadaan Zahra sekarang.“Tapi kak Sean, sudah bisa jalan Bunda, kenapa Zahra belum bisa?” Bocah itu terus mencerca pertanyaan, wajahnya seakan protes dengan kondisi yang sedang dihadapi.Keyra memeluk putri kecilnya yang mulai terisak, karena menyadari jika kedua kakinya melemah.“Bunda akan bersama Zahra, Bunda dan Abi serta Kak Sean, akan membatu Zahra menghadapi ujian ini, kita bersama-sama menghadapinya.”Sean, terlihat mendekat, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, lalu menetes, Sean menyadari jika pengorbanan Zahra justru berakibat buruk bagi Zahra.
Beberapa minggu berlalu Zahra dan Sean, menjalani serangkaian pemeriksaan. Dan sudah dijadwalkan operasi untuk mereka berdua. Keyra dan Afnan mengadakan doa bersama untuk kelancaran operasi kedua buah hatinya.Di pondok pesantren juga di adakan doa bersama yang dipimpin Kyai Damarjati. Dukungan doa dari para pekerja dan karyawan, turun bersimpati atas ujian yang dihadapi Afnan dan Keyra.Dan saat ini Afnan, Keyra dan Bu Azizah, Safira dan Prambudi berada di ruang tunggu operasi. Hampir lima jam pintu operasi tertutup rapat, Keyra dan Afnan sejak tadi berpegangan tangan saling menguatkan.Tujuh jam berlalu, akhirnya pintu ruang operasi dibuka, seorang dokter keluar, lalu meminta Afnan dan Keyra untuk berbicara. Mereka menuju ruang dokter, Keyra cemas menunggu informasi dari dokter.“Silahkan duduk Bapak Afnan dan Ibu Keyra,” suruh dokter.“Terima kasih dokter,” sahut Afnan.Lalu Afnan dan Keyra duduk dan menunggu dokter menjelaskan keadaan Sean dan Zahra.“Operasi donor sumsum tulang b
Afnan tahu Keyra tidak bercanda, tatapan beralih penuh menatap ke arah Sean, pucat dan tampak lelah, jantung Afnan mulai berdetak nyeri, hingga tak tak terasa air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, sementara di seberang ponsel, Keyra masih terisak.“Aku dan Sean akan kembali, tunggulah Key,” Afnan menutup ponsel, ia keluar dari dalam mobil dan meluapkan tangisannya diluar. Hingga panggilan membuatnya menghapus air matanya.“Abi...”“Iya Sean, Abi istirahat sebentar,” jawab Afnan, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.“Rumah Nenek Azizah masih lama ‘kan Bi?”“Kita kembali ke Jakarta, kita kembali ke Bunda dan Zahra.”“Benarkah, Abi akan bawa Sean, kembali ke rumah, kita berkumpul lagi bersama Bunda dan Zahra.” Sean bahagia, saking senangnya ia memeluk Abinya dan mencium pipinya berkali-kali.“Terima kasih Abi, Sean janji mulai sekarang tidak bandel, ngalah sama Zahra, dan nurut sama Bunda dan Abi,” cerocos bocah berusia enam tahun itu.Afnan meraup wajah Sean. ”Kita semua sayang
Keyra duduk di tepi ranjang, ia mulai terisak air mata yang ditahannya waktu dibawah, kini lolos membasahi pipinya. Kenapa semua orang menyudutkannya, dan tidak disangka suaminya setuju untuk menyerahkan hak asuh Sean, pada Bu Azizah.Afnan mendekati Keyra, kemudian duduk di sebelahnya, sesaat hening, hanya tangisan Keyra yang masih terdengar, lalu perlahan Afnan membuka suara.“Keyra, aku tahu ini berat bagimu, bagiku juga.”“Berat? Lalu kenapa jika Kak Afnan berat, kenapa setuju memenuhi permintaan Bu Azizah ada apa kak?” Keyra menguncang lengan Afnan meminta penjelasan.“Ini juga kemauan Kakek Damar, kamu tahu sendiri jika sudah menyangkut permintaan Kakek, aku sulit untuk membantahnya, apalagi kesehatan Kakek menurun, aku juga mengkhawatirkan kesehatannya, Key.”“Apa ini semua karena kecelakaan Sean, kenapa satu kesalahanku dijadikan alasan untuk menjauhkanku dari Sean, apa kalian tidak melihat enam tahun ini bagaimana aku menyanyangi Sean.” Keyra mencoba membuka hati Afnan, sup
Samuel tertawa melihat berita kecelakaan di depan sekolah bertaraf internasional, tiba-tiba pintu apartemen dibuka kasar.“Elsa, bisa ‘kan lebih sopan sedikit!” gertak Samuel seraya mematikan televisi.“Kecelakaaan itu ulahmu ‘kan Sam?” tanya Elsa geram.“Aku tidak ada hubungannya dengan kecelakaan itu, jika ada hubungannya, pastilah aku sudah tertangkap, pengemudi mobil itu sudah menyerahkan diri ke kantor polisi,” jawab Samuel santai.Elsa menghela napas lega, lalu duduk di kursi. ”Aku sudah mencetak undangan pernikahan kita, jadi mulai sekarang seriuslah dalam menjalani hidup, kita fokus pada bisnis property.”“Kenapa buru-buru Elsa, aku baru saja menikmati kebebasanku dari penjara, dan kini kamu akan memenjarakan aku dalam pernikahan.”“Jadi maksudmu, kamu belum siap untuk menikah?”“Tunggulah, satu atau dua tahun lagi Elsa.”“Haah dasar pecundang!” umpat Elsa.Elsa bersungut, ia keluar dari apartemen Samuel setelah meletakan undangan pernikahan.“Dasar wanita, apa dia pikir dia
Keyra melajukan mobilnya menuju rumah, setelah memasuki gerbang ia memarkirkan mobilnya, terlihat mobil Afnan juga sudah terparkir, dan terdengar dari arah depan, Afnan sedang bercanda dan bermain dengan Sean dan Zahra, ketiganya tertawa.“Assalamu’alaikum,”salam Keyra.“Waalaikumsalam,” jawab ketiganya, lalu Sean dan Zahra menghambur memeluk Keyra.”Bunda,” ucap keduannya.“Kalian bermain dulu ya, tapi ingat jangan keluar pagar,” pinta Keyra pada kedua anaknya.Keyra mencium satu persatu Sean dan Zahra, lalu menatap Afnan. ”Tumben Kak pulang sore?”“Iya Key, ada sesuatu yang aku khawatirkan, dan aku teringat pada Sean dan Zahra.”“Apa karena Samuel?”“Kamu tahu Key, dia telah bebas.” Keyra dan Afnan berbicara sambil melangkah menaiki tangga.“Sam, menemuiku tadi siang, ah aku cemas jika ia keluar dari penjara, aku masih teringat apa yang dilakukan Amara, bagaimana jika Sam, berbuat sama, balas dendam pada kita, aku saat ini mencemaskan Sean dan Zahra,” ungkap Keyra.“Sama Key, aku j
Hari-hari terus berjalan, baik Keyra dan Afnan di sibukan dengan mengasuh dan mendidik Sean dan Zahra, selain itu pekerjaan juga menguras aktivitas keduanya, tapi Keyra sangat berkomitmen bahwa keluarganya adalah yang terpenting.Pertengkaran Sean dan Zahra kadang membuat Keyra bingung, Sean sebagai anak laki-laki dan usianya lebih tua, kadang memilki sifat egois yang besar, tidak mau kalah, dan permintaannya harus dituruti.Seperti sore itu, sepulang dari Rumah Sakit Praja Hospitaly, terlihat Sean sedang bersitegang dengan Zahra, dan mereka memperebutkan sebuah skyboard, terlihat keduanya sedang bermain di halaman samping.“Kak Sean, kembalikan punyaku, Kakak ambil punya Kakak sendiri,” rengek Zahra.Tarik menarikipun terjadi, tangan mereka saling kuat menarik. ”Kakak pinjam Zahra,” sarkas Sean, semakin kuat menarik.Tiba-tiba Sean melepas, hal hasil Zahra terjengkang dan terpelanting jatuh, melihat hal itu Sean tertawa.“Sean, minta maaf pada Zahra,” suruh Keyra yang melihat kejadia