Di kamar sebuah resort, Afnan memeluk Keyra, diusapnya perut yang semakin terlihat membuncit.“Kenapa kamu tidak bilang jika kamu mengalami preeklamsia, dan itu membahayakan nyawamu sendiri, Key?” Afnan menatap nanar, wajah yang ada dihadapannya.“Jangan khawatir, aku hanya ingin bayiku selamat, jika aku meninggal, toh ada Lathisa yang akan mengurus anak kita ‘kan?”Afnan menaruh jari telunjuk di bibir Keyra. ”Jangan berucap seperti itu Key, kamu dan bayi kita akan selamat. Aku akan bersujud tiap sepertiga malam, untuk mendoakan kalian berdua,” balas Afnan.Afnan mendaratkan kecupan di kening keyra, lalu turun di bibir mungil merah muda dan keduanya tenggelam dalam dalam tautan bibir yang hangat, merengkuh manisnya cinta dalam lautan asmara.Deburan ombak malam, menjadi saksi sebuah cinta yang tak pernah pudar, meskipun, di terjang ombak berkali-kali, tapi cinta bagai batu karang yang kokoh tetap berdiri dengan ponggahnya, menantang deburan ombak.Sementara di sebuah kamar lain, tepa
Satu bulan berlalu, keadaan Lathisa semakin memburuk, tidak ada pengobatan apapun lagi yang bisa diterimanya selain pereda nyeri. Tapi senyum masih mengembang di wajah pucatnya tak kala menatap Sean, yang ada di pangkuan Keyra. Berada di tengah keluarga adalah hal yang membuatnya bahagia hingga sedikit mengurangi rasa sakit.Pagi ini cuaca cerah, udara sejuk berhembus melalui celah–celah jendela, dan hangat mentari menyapa kamar Lathisa, tiba-tiba saja Lathisa ingin bertemu beberapa orang, satu persatu teman dan keluarga masuk, lalu keluar dengan membawa tangis. Lathisa ingin bicara pada semuanya seolah meninggalkan pesan terakhir.“Maaf Kyai Damar, aku tidak bisa memenuhi keinginan Kyai untuk memimpin pesantren,” ujar Lathisa lirih.Kyai Damar hanya tersenyum getir, “Jangan pikirkan itu Lathisa, kamu tetap menjadi cucuku, terima kasih telah melahirkan Sean.”Orang tua itu menahan sekuat tenaga, rasa sedihnya, lalu tangis pecah, setelah keluar kamar hingga tubuh rentanya harus di pa
Keyra duduk termenung di depan cermin, sambil menyisisir rambutnya, pikirannya tertuju pada Sean yang malam ini tidur dengan Safira.Afnan memeluknya dari belakang, menempelkan kepalanya di bahu Keyra. ”Kenapa melamun?”“Aku mengkhawatirkan Sean, yang tidur bersama Safira.”“Sean bersama tantenya, Safira juga sudah dewasa, pasti bisa menjaga Sean dengan baik, lagipula, mereka tidak kemana-mana.”“Kak Afnan benar, Sean, bersama tantenya.” Keyra membalikan tubuhnya, lalu Afnan berjongkok, dan mencium perut Keyra yang terlihat membuncit.“Bayi kita sudah tiga bulan, nanti di bulan ke empat kita adakan doa syukuran. Semoga kamu dan bayi dalam rahimmu dalam keadaan sehat,” ucap Afnan, berkali-kali mengusap perut Keyra hingga Keyra merasa geli.“Sudah Kak, aku geli,“ rengek Keyra, menahan tawa.Afnan tidak menghiraukan teriakan Keyra, tubuh mungil itu malah di bopongnya dan membawanya ke tempat tidur. Afnan dengan lembut penuh cinta membelai rambut halus Keyra, tubuhnya di dekatkan pada
Keyra sudah berdiri di atas podium gedung auditorium pondok, satu jam yang lalu Afnan memintanya untuk memberi kesaksian atau lebih tepatnya berbagi cerita, pada seluruh pesantren.Keyra yang mengetahui bahwa masa lalu sering dijadikan senjata untuk menjatuhkan reputasi pondok pesantren dan bahkan menghancurkan pernikahannya. Dan saat ini , ia mau menjelaskan pada seluruh santri akan masa lalu yang sangat buruk pernah di alami, dan ia sedang beristiqomah di jalan yang lurus.Kata demi kata keluar dari bibir Keyra, kadang ia sampai menitikan air mata, tapi perkataannya terlihat tulus, hingga membuat para santri bersimpati dan mendukung jalan hijrahnya.Afnan mengukir senyum di saat Keyra telah berhasil menceritakan kisah masa lalunya yang begitu buruk. Dan berharap kisahnya dapat mengispirasi semua yang mendengarkan di ruangan itu.Selama hampir dua jam, Keyra berbicara di atas podium, hingga menutup pembicaraannya. Afnan pun naik mendekati Keyra dan berbicara dengan para santri.“Ber
Keyra berpikir sejenak, lalu menatap dalam gadis muda yang duduk di depannya.“Apa kamu serius dengan keinginanmu itu, jika iya, aku akan berbicara pada Dokter Prambudi, mengenai ini,” ucap Keyra.“Aku serius Kak Keyra, tolong carikan aku pekerjaan,” sahut Safira.“Baiklah besok aku kabari lagi.”Safira tersenyum dan ia pun meminta pamit. Setelah kepergian Safira, Keyra mendatangi Dokter Pram di ruangannya.“Assalamu’alikum, Dokter Pram.”“Waalaikumsalam, Keyra, masuklah.”“Begini Dok, aku ingin minta tolong, mencarikan posisi untuk Safira supaya bisa bekerja disini, apa Dokter Pram bisa membantu?”“Oh Safira gadis yang tadi itu.”Keyra mengangguk. ”Dia saat ini sedang kuliah di fakultas kedokteran, jadi untuk mengisi waktu luangnya apakah bisa membantu di rumah sakit ini.”Pram sebenarnya keberatan, kuliah kedokteran akan membutuhkan konsentrasi penuh, juga jadwal kuliah pasti padat. Pram berpikir posisi apa yang tepat untuk Safira.“Keyra, aku perlu berpikir, bagaimana jika besok
Vila perkebunan malam ini terlihat ramai, bunyi sholawatan para santri sudah mengema, Afnan dan Keyra tampak berbahagia senyum selalu mengembang di bibir pasangan suami istri itu, pakaian warna senada menambah keserasian pasangan Afnan dan Keyra.Di antara para tamu undangan, tidak terlihat Kyai Damarjati, rupanya hatinya masih tertutup untuk menerima Keyra sebagai istri Afnan.Sean, juga terlihat tampan, tubuh mungilnya saat itu berada di gendongan Bu Azizah, yaitu nenek Sean, ibunya Lathisa.“Oh Sean, sudah besar, Nenek kangen sama Sean,” dikecupnya pipi gembul Sean bocah itu tersenyum geli ketika sang nenek menggelitik perut gendutnya.“Safira, kamu menjaga dengan baik ‘kan keponakanmu?” tanya Azizah, seraya menatap putri keduanya yang sibuk dengan ponselnya.“Kak Keyra tidak mengizinkan aku mengasuh Sean, jadi aku memlih bekerja paruh waktu,” ungkap Safira.“Keterlaluan Keyra, kamu ‘kan Tantenya, kenapa tidak boleh mengasuh keponakannya sendiri.” Azizah terlihat marah.Safira ju
Safira melangkahkan kaki menuju loby rumah sakit, waktu menunjukkan pukul enam sore, waktunya ia pulang. Baru saja beberapa langkah, seseorang menyapanya.“Safira, kamu mau pulang?” tanya Keyra, yang kebetulan juga akan pulang.“Iya Kak Key,“ sahut Safira.“Kalau begitu kita bareng saja, aku sudah di jemput sopir,” ajak Keyra.Safira mengangguk dan mengikuti langkah Keyra menuju tempat perkir dimana sopir suduh menunggunya.Kedua wanita berhijab itu kini duduk di jok belakang. Safira tampak enggan duduk berdampingan dengan Keyra.“Bagaimana menjadi asisten Dokter Pram?”“Menyenangkan, Dokter Pram sangat baik, ia banyak memberi pengarahan tidak memerintah seenaknya.”“Iya, Dokter Pram memang baik, dia juga berjiwa sosial, aku senang jika kalian semakin dekat, atau mungkin menjalin hubungan yang serius.” Keyra menatap Safira dengan tersenyum kecil.Safira membalas senyuman itu dengan terpaksa. ”Dokter Pram memang baik, tapi aku belum berpikir sampai kesana Kak.”“Iya aku tahu, kamu masi
“Berikan barang berharga kalian!” perintah salah satu preman yang menggunakan penutup wajah.“Berikan pada mereka,” suruh Keyra pada Safira dan Mbok Sum.Mereka semakin ketakutan, sementara Sean semakin kencang menangis, baik Safira, Keyra dan Mbok Sum kini melepas perhiasan cicin di jari mereka.“Kenapa kamu tidak mau melepas cincin itu!” bentak preman menunjuk jari manis Keyra.“Ini cicnin pernikahan, aku tidak bisa memberikan padamu, ambil seluruh uang dan ponselku, tapi tidak cincin ini,” sarkas Keyra masih bersikukuh mempertahankan cincin pernikahannya.Preman semakin geram melihat tingkah Keyra,” baiklah kamu memilih cincin itu atau anakmu ynag kami bawa.”“Hai jangan kurang ajar !” tukas Safira memberanikan diri membentak preman.“Cepat serahkan cincin itu atau aku akan membawa anakmu!”“Tidak dua-duanya,” Keyra berusaha mengulur waktu, ia berlari menjauh dari preman seraya menggendong Sean.Kedua preman mengejar, hanya bisa berlari beberapa meter, Keyra akhirnya tertangkap.
Pengakuan Samuel, membuat Keyra saat ini berstatus terdakwa, hukuman minimal 5 tahun akan menantinya.Afnan menatap Keyra yang duduk di depannya dengan tertunduk, semakin hari wajah Keyra terlihat pucat.“Kamu sakit?”“Tidak, aku baik-baik saja, bagaimana kabar anak-anak?”“Untuk sementara aku melarangnya sekolah, dan melihat televisi, mereka belum tahu keadannu Key,” jawab Afnan.“Maafkan aku, Kak Afnan.”“Kenapa kamu lakukan itu, aku sudah bilang jangan bertindak apapun biar aku yang menangani Samuel jika ia berulah.”“Maaf,” jawab Keyra datar.Di tempat lain Raka berada di rumah Keyra tanpa sepengetahuan Afnan, Raka berbicara dengan Zahra.“Hai Zahra, kenalkan aku teman Bundamu,” sapa Raka.Zahra ketakutan, ia sempat menolak kehadiran Raka, tapi ketika mengatakan jika ia tahu kejadian sebenarnya diroop tof akhirnya bocah itu terdiam.“Ini punyamu ‘kan?” Raka menunjukkan jepit rambut.Zahra mengangguk. ”Kamu bisa berjalan?”Zahra menggeleng, ia ingat jika Keyra menyuruhnya tetap lu
menghalaunya.“Tidak bisa Keyra, kesabaranku menantikanmu telah habis, sudah aku beri kamu waktu satu tahun, ternyata ancamanku kamu abaikan, dan saat ini lihatlah kehancuranmu di mata Zahra, putri kandungmu, gadis itu akan merekam perbuatan bundanya yang menjijikan,” sarkas Samuel.“Zahra buang benda itu!” Keyra terus menyuruh Zahra untuk membuang ponsel, tapi Zahra seakan sudah termakan omongan Samuel. Samuel membawa Keyra ke sudut rooptof, dan menekannya, disaat itulah Zahra sadar jika Bundanya dalam bahaya. Tapi kursi rodanya tidak mau bergerak, entah apa yang dilakukan Samuel, hingga membuat kursi roda itu macet.“Lihat Key, Zahra akan melihat semuanya begitu aku mengirim video ini,” Samuel berkata sinis.“Sam, lepaskan!”Keyra berusaha melepaskan diri dari dari cengkraman tangan Samuel. Dan berusaha merebut ponsel Samuel.Terjadi pergaulatan antara Keyar dan Samuel, memperebutkan ponsel di tangan Samuel, mereka berada di pinggiran rooptof yang hanya sebatas pinggang.“Bunda,
“Untuk Zahra, kita jalan-jalannya memakai kursi roda, ya,” suruh perawat, dan meraih kursi roda di sudut kamar.“Tidak mau, Zahra bosan, Zahra ingin jalan saja,” sahut Zahra ia terus mencoba turun, tapi ia merasakan ada yang aneh dengan kedua kakinya.“Bunda, kenapa kaki Zahra?”Keyra menatap sendu. ”Zahra, dengar sayang, kaki Zahra sakit dan perlu beberapa waktu untuk bisa sembuh. ”Keyra berusaha tersenyum seraya menjelaskan keadaan Zahra sekarang.“Tapi kak Sean, sudah bisa jalan Bunda, kenapa Zahra belum bisa?” Bocah itu terus mencerca pertanyaan, wajahnya seakan protes dengan kondisi yang sedang dihadapi.Keyra memeluk putri kecilnya yang mulai terisak, karena menyadari jika kedua kakinya melemah.“Bunda akan bersama Zahra, Bunda dan Abi serta Kak Sean, akan membatu Zahra menghadapi ujian ini, kita bersama-sama menghadapinya.”Sean, terlihat mendekat, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, lalu menetes, Sean menyadari jika pengorbanan Zahra justru berakibat buruk bagi Zahra.
Beberapa minggu berlalu Zahra dan Sean, menjalani serangkaian pemeriksaan. Dan sudah dijadwalkan operasi untuk mereka berdua. Keyra dan Afnan mengadakan doa bersama untuk kelancaran operasi kedua buah hatinya.Di pondok pesantren juga di adakan doa bersama yang dipimpin Kyai Damarjati. Dukungan doa dari para pekerja dan karyawan, turun bersimpati atas ujian yang dihadapi Afnan dan Keyra.Dan saat ini Afnan, Keyra dan Bu Azizah, Safira dan Prambudi berada di ruang tunggu operasi. Hampir lima jam pintu operasi tertutup rapat, Keyra dan Afnan sejak tadi berpegangan tangan saling menguatkan.Tujuh jam berlalu, akhirnya pintu ruang operasi dibuka, seorang dokter keluar, lalu meminta Afnan dan Keyra untuk berbicara. Mereka menuju ruang dokter, Keyra cemas menunggu informasi dari dokter.“Silahkan duduk Bapak Afnan dan Ibu Keyra,” suruh dokter.“Terima kasih dokter,” sahut Afnan.Lalu Afnan dan Keyra duduk dan menunggu dokter menjelaskan keadaan Sean dan Zahra.“Operasi donor sumsum tulang b
Afnan tahu Keyra tidak bercanda, tatapan beralih penuh menatap ke arah Sean, pucat dan tampak lelah, jantung Afnan mulai berdetak nyeri, hingga tak tak terasa air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, sementara di seberang ponsel, Keyra masih terisak.“Aku dan Sean akan kembali, tunggulah Key,” Afnan menutup ponsel, ia keluar dari dalam mobil dan meluapkan tangisannya diluar. Hingga panggilan membuatnya menghapus air matanya.“Abi...”“Iya Sean, Abi istirahat sebentar,” jawab Afnan, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.“Rumah Nenek Azizah masih lama ‘kan Bi?”“Kita kembali ke Jakarta, kita kembali ke Bunda dan Zahra.”“Benarkah, Abi akan bawa Sean, kembali ke rumah, kita berkumpul lagi bersama Bunda dan Zahra.” Sean bahagia, saking senangnya ia memeluk Abinya dan mencium pipinya berkali-kali.“Terima kasih Abi, Sean janji mulai sekarang tidak bandel, ngalah sama Zahra, dan nurut sama Bunda dan Abi,” cerocos bocah berusia enam tahun itu.Afnan meraup wajah Sean. ”Kita semua sayang
Keyra duduk di tepi ranjang, ia mulai terisak air mata yang ditahannya waktu dibawah, kini lolos membasahi pipinya. Kenapa semua orang menyudutkannya, dan tidak disangka suaminya setuju untuk menyerahkan hak asuh Sean, pada Bu Azizah.Afnan mendekati Keyra, kemudian duduk di sebelahnya, sesaat hening, hanya tangisan Keyra yang masih terdengar, lalu perlahan Afnan membuka suara.“Keyra, aku tahu ini berat bagimu, bagiku juga.”“Berat? Lalu kenapa jika Kak Afnan berat, kenapa setuju memenuhi permintaan Bu Azizah ada apa kak?” Keyra menguncang lengan Afnan meminta penjelasan.“Ini juga kemauan Kakek Damar, kamu tahu sendiri jika sudah menyangkut permintaan Kakek, aku sulit untuk membantahnya, apalagi kesehatan Kakek menurun, aku juga mengkhawatirkan kesehatannya, Key.”“Apa ini semua karena kecelakaan Sean, kenapa satu kesalahanku dijadikan alasan untuk menjauhkanku dari Sean, apa kalian tidak melihat enam tahun ini bagaimana aku menyanyangi Sean.” Keyra mencoba membuka hati Afnan, sup
Samuel tertawa melihat berita kecelakaan di depan sekolah bertaraf internasional, tiba-tiba pintu apartemen dibuka kasar.“Elsa, bisa ‘kan lebih sopan sedikit!” gertak Samuel seraya mematikan televisi.“Kecelakaaan itu ulahmu ‘kan Sam?” tanya Elsa geram.“Aku tidak ada hubungannya dengan kecelakaan itu, jika ada hubungannya, pastilah aku sudah tertangkap, pengemudi mobil itu sudah menyerahkan diri ke kantor polisi,” jawab Samuel santai.Elsa menghela napas lega, lalu duduk di kursi. ”Aku sudah mencetak undangan pernikahan kita, jadi mulai sekarang seriuslah dalam menjalani hidup, kita fokus pada bisnis property.”“Kenapa buru-buru Elsa, aku baru saja menikmati kebebasanku dari penjara, dan kini kamu akan memenjarakan aku dalam pernikahan.”“Jadi maksudmu, kamu belum siap untuk menikah?”“Tunggulah, satu atau dua tahun lagi Elsa.”“Haah dasar pecundang!” umpat Elsa.Elsa bersungut, ia keluar dari apartemen Samuel setelah meletakan undangan pernikahan.“Dasar wanita, apa dia pikir dia
Keyra melajukan mobilnya menuju rumah, setelah memasuki gerbang ia memarkirkan mobilnya, terlihat mobil Afnan juga sudah terparkir, dan terdengar dari arah depan, Afnan sedang bercanda dan bermain dengan Sean dan Zahra, ketiganya tertawa.“Assalamu’alaikum,”salam Keyra.“Waalaikumsalam,” jawab ketiganya, lalu Sean dan Zahra menghambur memeluk Keyra.”Bunda,” ucap keduannya.“Kalian bermain dulu ya, tapi ingat jangan keluar pagar,” pinta Keyra pada kedua anaknya.Keyra mencium satu persatu Sean dan Zahra, lalu menatap Afnan. ”Tumben Kak pulang sore?”“Iya Key, ada sesuatu yang aku khawatirkan, dan aku teringat pada Sean dan Zahra.”“Apa karena Samuel?”“Kamu tahu Key, dia telah bebas.” Keyra dan Afnan berbicara sambil melangkah menaiki tangga.“Sam, menemuiku tadi siang, ah aku cemas jika ia keluar dari penjara, aku masih teringat apa yang dilakukan Amara, bagaimana jika Sam, berbuat sama, balas dendam pada kita, aku saat ini mencemaskan Sean dan Zahra,” ungkap Keyra.“Sama Key, aku j
Hari-hari terus berjalan, baik Keyra dan Afnan di sibukan dengan mengasuh dan mendidik Sean dan Zahra, selain itu pekerjaan juga menguras aktivitas keduanya, tapi Keyra sangat berkomitmen bahwa keluarganya adalah yang terpenting.Pertengkaran Sean dan Zahra kadang membuat Keyra bingung, Sean sebagai anak laki-laki dan usianya lebih tua, kadang memilki sifat egois yang besar, tidak mau kalah, dan permintaannya harus dituruti.Seperti sore itu, sepulang dari Rumah Sakit Praja Hospitaly, terlihat Sean sedang bersitegang dengan Zahra, dan mereka memperebutkan sebuah skyboard, terlihat keduanya sedang bermain di halaman samping.“Kak Sean, kembalikan punyaku, Kakak ambil punya Kakak sendiri,” rengek Zahra.Tarik menarikipun terjadi, tangan mereka saling kuat menarik. ”Kakak pinjam Zahra,” sarkas Sean, semakin kuat menarik.Tiba-tiba Sean melepas, hal hasil Zahra terjengkang dan terpelanting jatuh, melihat hal itu Sean tertawa.“Sean, minta maaf pada Zahra,” suruh Keyra yang melihat kejadia