Keyra sudah berdiri di atas podium gedung auditorium pondok, satu jam yang lalu Afnan memintanya untuk memberi kesaksian atau lebih tepatnya berbagi cerita, pada seluruh pesantren.Keyra yang mengetahui bahwa masa lalu sering dijadikan senjata untuk menjatuhkan reputasi pondok pesantren dan bahkan menghancurkan pernikahannya. Dan saat ini , ia mau menjelaskan pada seluruh santri akan masa lalu yang sangat buruk pernah di alami, dan ia sedang beristiqomah di jalan yang lurus.Kata demi kata keluar dari bibir Keyra, kadang ia sampai menitikan air mata, tapi perkataannya terlihat tulus, hingga membuat para santri bersimpati dan mendukung jalan hijrahnya.Afnan mengukir senyum di saat Keyra telah berhasil menceritakan kisah masa lalunya yang begitu buruk. Dan berharap kisahnya dapat mengispirasi semua yang mendengarkan di ruangan itu.Selama hampir dua jam, Keyra berbicara di atas podium, hingga menutup pembicaraannya. Afnan pun naik mendekati Keyra dan berbicara dengan para santri.“Ber
Keyra berpikir sejenak, lalu menatap dalam gadis muda yang duduk di depannya.“Apa kamu serius dengan keinginanmu itu, jika iya, aku akan berbicara pada Dokter Prambudi, mengenai ini,” ucap Keyra.“Aku serius Kak Keyra, tolong carikan aku pekerjaan,” sahut Safira.“Baiklah besok aku kabari lagi.”Safira tersenyum dan ia pun meminta pamit. Setelah kepergian Safira, Keyra mendatangi Dokter Pram di ruangannya.“Assalamu’alikum, Dokter Pram.”“Waalaikumsalam, Keyra, masuklah.”“Begini Dok, aku ingin minta tolong, mencarikan posisi untuk Safira supaya bisa bekerja disini, apa Dokter Pram bisa membantu?”“Oh Safira gadis yang tadi itu.”Keyra mengangguk. ”Dia saat ini sedang kuliah di fakultas kedokteran, jadi untuk mengisi waktu luangnya apakah bisa membantu di rumah sakit ini.”Pram sebenarnya keberatan, kuliah kedokteran akan membutuhkan konsentrasi penuh, juga jadwal kuliah pasti padat. Pram berpikir posisi apa yang tepat untuk Safira.“Keyra, aku perlu berpikir, bagaimana jika besok
Vila perkebunan malam ini terlihat ramai, bunyi sholawatan para santri sudah mengema, Afnan dan Keyra tampak berbahagia senyum selalu mengembang di bibir pasangan suami istri itu, pakaian warna senada menambah keserasian pasangan Afnan dan Keyra.Di antara para tamu undangan, tidak terlihat Kyai Damarjati, rupanya hatinya masih tertutup untuk menerima Keyra sebagai istri Afnan.Sean, juga terlihat tampan, tubuh mungilnya saat itu berada di gendongan Bu Azizah, yaitu nenek Sean, ibunya Lathisa.“Oh Sean, sudah besar, Nenek kangen sama Sean,” dikecupnya pipi gembul Sean bocah itu tersenyum geli ketika sang nenek menggelitik perut gendutnya.“Safira, kamu menjaga dengan baik ‘kan keponakanmu?” tanya Azizah, seraya menatap putri keduanya yang sibuk dengan ponselnya.“Kak Keyra tidak mengizinkan aku mengasuh Sean, jadi aku memlih bekerja paruh waktu,” ungkap Safira.“Keterlaluan Keyra, kamu ‘kan Tantenya, kenapa tidak boleh mengasuh keponakannya sendiri.” Azizah terlihat marah.Safira ju
Safira melangkahkan kaki menuju loby rumah sakit, waktu menunjukkan pukul enam sore, waktunya ia pulang. Baru saja beberapa langkah, seseorang menyapanya.“Safira, kamu mau pulang?” tanya Keyra, yang kebetulan juga akan pulang.“Iya Kak Key,“ sahut Safira.“Kalau begitu kita bareng saja, aku sudah di jemput sopir,” ajak Keyra.Safira mengangguk dan mengikuti langkah Keyra menuju tempat perkir dimana sopir suduh menunggunya.Kedua wanita berhijab itu kini duduk di jok belakang. Safira tampak enggan duduk berdampingan dengan Keyra.“Bagaimana menjadi asisten Dokter Pram?”“Menyenangkan, Dokter Pram sangat baik, ia banyak memberi pengarahan tidak memerintah seenaknya.”“Iya, Dokter Pram memang baik, dia juga berjiwa sosial, aku senang jika kalian semakin dekat, atau mungkin menjalin hubungan yang serius.” Keyra menatap Safira dengan tersenyum kecil.Safira membalas senyuman itu dengan terpaksa. ”Dokter Pram memang baik, tapi aku belum berpikir sampai kesana Kak.”“Iya aku tahu, kamu masi
“Berikan barang berharga kalian!” perintah salah satu preman yang menggunakan penutup wajah.“Berikan pada mereka,” suruh Keyra pada Safira dan Mbok Sum.Mereka semakin ketakutan, sementara Sean semakin kencang menangis, baik Safira, Keyra dan Mbok Sum kini melepas perhiasan cicin di jari mereka.“Kenapa kamu tidak mau melepas cincin itu!” bentak preman menunjuk jari manis Keyra.“Ini cicnin pernikahan, aku tidak bisa memberikan padamu, ambil seluruh uang dan ponselku, tapi tidak cincin ini,” sarkas Keyra masih bersikukuh mempertahankan cincin pernikahannya.Preman semakin geram melihat tingkah Keyra,” baiklah kamu memilih cincin itu atau anakmu ynag kami bawa.”“Hai jangan kurang ajar !” tukas Safira memberanikan diri membentak preman.“Cepat serahkan cincin itu atau aku akan membawa anakmu!”“Tidak dua-duanya,” Keyra berusaha mengulur waktu, ia berlari menjauh dari preman seraya menggendong Sean.Kedua preman mengejar, hanya bisa berlari beberapa meter, Keyra akhirnya tertangkap.
Beberapa hari berlalu sejak kejadian perampokan, Afnan lebih protektif menjaga Keyra dan Sean, aktivitas Keyra juga dibatasi dan selalu memakai sopir kemana pun Keyra pergi.Seperti biasa Keyra pulang menjelang malam ketika sampai di vila perkebunan, tapi Afnan belum sampai di vila biasanya suaminya itu menyambut kepulangannya.“Kak Afnan belum pulang Mbok?”“Belum Non,” sahut Ratmi.“Sean ada dimana?”“Ada di kamar bawah, bersama Mbok Sum,” jawab Mbok Ratmi.“Ya suduh siapkan makan malam saja Mbok, aku rasa Kak Afnan sebentar lagi juga pulang.”“Siap Non.”Keyra menuju lantai atas, masuk ke kamarnya dan membersihkan diri, setelahnya ia akan menyusui Sean. Hingga selesai menyusui Sean, pria yang ditunggu belum juga sampai di rumah, Keyra mencoba menghubungi Afnan, tapi ponselnya juga tidak aktif, hingga Keyra memutuskan untuk makan malam sendiri.Setelah makan malam Keyra merebahkan tubuhnya di tempat tidur, sesaat ia tertidur, beberapa jam kemudian Keyra terbangun, kerena mimpi bur
Satu hari berlalu, di pondok pesantren, diadakan doa bersama untuk keselamatan Afnan, mereka masih berharap Afnan selamat dan ada di suatu tempat.Keyra bersujud memohon keselamatan untuk Afnan, kebahagian baru saja ia rasakan dan kini sebuah ujian kembali mendatanginya, sedih rasanya, sudah dua hari ini sosok Afnan tidak dijumpainya, dan entah berada dimana.Di sebuah vila minimalis, keadaan Afnan sudah membaik, luka–luka di beberapa tubuhnya berangsur pulih.“Kapan mereka akan membebaskan Amara?”“Kak Malik tanda tangan dulu, dokumen ini,” suruh Dania, yang suduh membawa beberapa berkas.“Berkas apa ini?” tanya Afnan.“Ini jual beli tanah Kak, kita harus menjualnya, dan kebetulan sudah ada peminatnya dengan harga yang cocok, uangnya nanti untuk melunasi hutang Kak Malik supaya Kak Amara bebas,” dalih Dania mengarang kebohongan lagi.Afnan meraih berkas itu, membaca sedikit di lembar pertama dan kedua, lalu ia tanpa ragu membubuhkan tanda tangannya.“Bagus Kak Malik, tidak lupa den
“Mas Raka, tolong selidiki kasus ini,” pinta Keyra.“Aku akan menolongmu, jangan cemas, firasatku mengatakan jika Afnan selamat dari kecelakaan itu, kerena aku tidak melihat ada jejak tubuh yang jatuh ke sungai, tapi segala kemungkinan terjadi, karena saat itu kata penduduk sekitar juga hujan,” jelas Raka.Bagaimanapun Keyra cemas, setelah mendapat informasi dari Raka, dia berharap Afnan selamat dan entah ia berada dimana yang pasti sesuatu pasti terjadi dengannya.Hari terus bergulir satu minggu sudah Afnan menghilang tanpa kabar, Keyra semakin stres hingga kehamilannya terganggu. Pagi itu terpakasa Safira membawanya ke rumah sakit, karena Keyra tiba-tiba pingsan.“Dokter Pram, aku kasihan sekali dengan Kak Keyra, ia pasti mencemaskan Kak Afnan yang sampai saat ini belum ditemukan, dan kini team SAR, menghentikan pencarian, dan Kak Afnan dinyatakan hilang,” ucap Safira pada dokter yang tengah duduk di kursi kerjanya itu.“Tidak ada yang bisa kita perbuat Safira, hanya doa supaya Keyr