Keyra duduk di tepi ranjang, ia mulai terisak air mata yang ditahannya waktu dibawah, kini lolos membasahi pipinya. Kenapa semua orang menyudutkannya, dan tidak disangka suaminya setuju untuk menyerahkan hak asuh Sean, pada Bu Azizah.Afnan mendekati Keyra, kemudian duduk di sebelahnya, sesaat hening, hanya tangisan Keyra yang masih terdengar, lalu perlahan Afnan membuka suara.“Keyra, aku tahu ini berat bagimu, bagiku juga.”“Berat? Lalu kenapa jika Kak Afnan berat, kenapa setuju memenuhi permintaan Bu Azizah ada apa kak?” Keyra menguncang lengan Afnan meminta penjelasan.“Ini juga kemauan Kakek Damar, kamu tahu sendiri jika sudah menyangkut permintaan Kakek, aku sulit untuk membantahnya, apalagi kesehatan Kakek menurun, aku juga mengkhawatirkan kesehatannya, Key.”“Apa ini semua karena kecelakaan Sean, kenapa satu kesalahanku dijadikan alasan untuk menjauhkanku dari Sean, apa kalian tidak melihat enam tahun ini bagaimana aku menyanyangi Sean.” Keyra mencoba membuka hati Afnan, sup
Afnan tahu Keyra tidak bercanda, tatapan beralih penuh menatap ke arah Sean, pucat dan tampak lelah, jantung Afnan mulai berdetak nyeri, hingga tak tak terasa air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, sementara di seberang ponsel, Keyra masih terisak.“Aku dan Sean akan kembali, tunggulah Key,” Afnan menutup ponsel, ia keluar dari dalam mobil dan meluapkan tangisannya diluar. Hingga panggilan membuatnya menghapus air matanya.“Abi...”“Iya Sean, Abi istirahat sebentar,” jawab Afnan, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.“Rumah Nenek Azizah masih lama ‘kan Bi?”“Kita kembali ke Jakarta, kita kembali ke Bunda dan Zahra.”“Benarkah, Abi akan bawa Sean, kembali ke rumah, kita berkumpul lagi bersama Bunda dan Zahra.” Sean bahagia, saking senangnya ia memeluk Abinya dan mencium pipinya berkali-kali.“Terima kasih Abi, Sean janji mulai sekarang tidak bandel, ngalah sama Zahra, dan nurut sama Bunda dan Abi,” cerocos bocah berusia enam tahun itu.Afnan meraup wajah Sean. ”Kita semua sayang
Beberapa minggu berlalu Zahra dan Sean, menjalani serangkaian pemeriksaan. Dan sudah dijadwalkan operasi untuk mereka berdua. Keyra dan Afnan mengadakan doa bersama untuk kelancaran operasi kedua buah hatinya.Di pondok pesantren juga di adakan doa bersama yang dipimpin Kyai Damarjati. Dukungan doa dari para pekerja dan karyawan, turun bersimpati atas ujian yang dihadapi Afnan dan Keyra.Dan saat ini Afnan, Keyra dan Bu Azizah, Safira dan Prambudi berada di ruang tunggu operasi. Hampir lima jam pintu operasi tertutup rapat, Keyra dan Afnan sejak tadi berpegangan tangan saling menguatkan.Tujuh jam berlalu, akhirnya pintu ruang operasi dibuka, seorang dokter keluar, lalu meminta Afnan dan Keyra untuk berbicara. Mereka menuju ruang dokter, Keyra cemas menunggu informasi dari dokter.“Silahkan duduk Bapak Afnan dan Ibu Keyra,” suruh dokter.“Terima kasih dokter,” sahut Afnan.Lalu Afnan dan Keyra duduk dan menunggu dokter menjelaskan keadaan Sean dan Zahra.“Operasi donor sumsum tulang b
“Untuk Zahra, kita jalan-jalannya memakai kursi roda, ya,” suruh perawat, dan meraih kursi roda di sudut kamar.“Tidak mau, Zahra bosan, Zahra ingin jalan saja,” sahut Zahra ia terus mencoba turun, tapi ia merasakan ada yang aneh dengan kedua kakinya.“Bunda, kenapa kaki Zahra?”Keyra menatap sendu. ”Zahra, dengar sayang, kaki Zahra sakit dan perlu beberapa waktu untuk bisa sembuh. ”Keyra berusaha tersenyum seraya menjelaskan keadaan Zahra sekarang.“Tapi kak Sean, sudah bisa jalan Bunda, kenapa Zahra belum bisa?” Bocah itu terus mencerca pertanyaan, wajahnya seakan protes dengan kondisi yang sedang dihadapi.Keyra memeluk putri kecilnya yang mulai terisak, karena menyadari jika kedua kakinya melemah.“Bunda akan bersama Zahra, Bunda dan Abi serta Kak Sean, akan membatu Zahra menghadapi ujian ini, kita bersama-sama menghadapinya.”Sean, terlihat mendekat, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, lalu menetes, Sean menyadari jika pengorbanan Zahra justru berakibat buruk bagi Zahra.
menghalaunya.“Tidak bisa Keyra, kesabaranku menantikanmu telah habis, sudah aku beri kamu waktu satu tahun, ternyata ancamanku kamu abaikan, dan saat ini lihatlah kehancuranmu di mata Zahra, putri kandungmu, gadis itu akan merekam perbuatan bundanya yang menjijikan,” sarkas Samuel.“Zahra buang benda itu!” Keyra terus menyuruh Zahra untuk membuang ponsel, tapi Zahra seakan sudah termakan omongan Samuel. Samuel membawa Keyra ke sudut rooptof, dan menekannya, disaat itulah Zahra sadar jika Bundanya dalam bahaya. Tapi kursi rodanya tidak mau bergerak, entah apa yang dilakukan Samuel, hingga membuat kursi roda itu macet.“Lihat Key, Zahra akan melihat semuanya begitu aku mengirim video ini,” Samuel berkata sinis.“Sam, lepaskan!”Keyra berusaha melepaskan diri dari dari cengkraman tangan Samuel. Dan berusaha merebut ponsel Samuel.Terjadi pergaulatan antara Keyar dan Samuel, memperebutkan ponsel di tangan Samuel, mereka berada di pinggiran rooptof yang hanya sebatas pinggang.“Bunda,
Pengakuan Samuel, membuat Keyra saat ini berstatus terdakwa, hukuman minimal 5 tahun akan menantinya.Afnan menatap Keyra yang duduk di depannya dengan tertunduk, semakin hari wajah Keyra terlihat pucat.“Kamu sakit?”“Tidak, aku baik-baik saja, bagaimana kabar anak-anak?”“Untuk sementara aku melarangnya sekolah, dan melihat televisi, mereka belum tahu keadannu Key,” jawab Afnan.“Maafkan aku, Kak Afnan.”“Kenapa kamu lakukan itu, aku sudah bilang jangan bertindak apapun biar aku yang menangani Samuel jika ia berulah.”“Maaf,” jawab Keyra datar.Di tempat lain Raka berada di rumah Keyra tanpa sepengetahuan Afnan, Raka berbicara dengan Zahra.“Hai Zahra, kenalkan aku teman Bundamu,” sapa Raka.Zahra ketakutan, ia sempat menolak kehadiran Raka, tapi ketika mengatakan jika ia tahu kejadian sebenarnya diroop tof akhirnya bocah itu terdiam.“Ini punyamu ‘kan?” Raka menunjukkan jepit rambut.Zahra mengangguk. ”Kamu bisa berjalan?”Zahra menggeleng, ia ingat jika Keyra menyuruhnya tetap lu
Keyra, gadis berusia 20 tahun itu dengan sangat terpaksa memakai gaun pengantin, gaun warna putih lengkap dengan kerudung yang menutupi mahkota hitamnya. Gadis itu masih bersungut, memperlihatkan kekecewaannya, bayangan menjadi ratu sehari dengan gaun putih mewah bak seorang putri raja, pupus sudah.Sebuah pernikahan yang amat sederhana, karena terkesan tergesa-gesa, dekorasi bunga sederhana, bahkan tidak ada pelaminan yang mewah, sungguh tidak menggambarkan pernikahan putri dari pemilik salah satu supermarket terbesar di kota Jakarta.“Sempurna, Anda kelihatan cantik,” ucap sang perias memuji kecantikan Keyra.“Cantik dari mana, jika rambut indahku tertutup kerudung seperti ini,” keluh Keyra.Sang perias hanya mengulum senyum, melihat kekesalan sang calon pengantin wanita.“Maaf, permisi, kami akan mendekorasi kamar pengantin,” ucap seseorang di ambang pintu.Seketika mata Keyra melotot ke arahnya. ”Tidak usah di dekorasi, kamu pikir aku bahagia dengan pernikahan ini, bahkan membaya
“Key,” sapaan barito tapi lembut membuyarkan lamuan Keyra dengan netra yang tak lepas mengagumi ketampanan yang nyaris sempurna, wajah tegas tapi bermata teduh, dan memliki hidung bangir, ditambah kulit putih yang bersih.“Heum... jadi kamu suamiku, Afnan Noor Malik.”“Mulai sekarang jangan panggil aku dengan sebutan ‘kamu’ setuju,” pinta Afnan.“Lalu aku harus panggil apa?”“Bisa abang, mas, atau kakak, kedengarannya lebih manis dan romantis.” Afnan mengulum senyum pada gadis belia yang cantik dan berstatus istrinya.“Kak Afnan, aku akan memanggilmu ‘kak’ okey.” Keyra menjawab sambil bangkit berdiri.Keyra membaui dirinya yang beraroma minyak urut yang menyengat, dan ia rasanya mau muntah.“Mandilah, Key, jika kamu sendiri mual, dengan aroma badanmu, apalagi orang lain,” ejek Afnan.Keyra hanya mencelos kesal, tapi tak bisa dipungkuri, ia sudah tidak tahan dengan aroma tubuhnya. Tanpa membalas celotehan Afnan, Keyra bergegas masuk ke kamar mandi. Seusai membersihkan diri dari ujung r