“Gus...” desah Lathisa menatap ke arah Afnan seakan minta penjelasan apa maksudnya ingin rujuk.“Aku akan rujuk denganmu Tisha, kita akan kembali menjadi suami istri lagi dan bersama-sama memimpin pondok seperti yang diinginkan Kekek Damar,” tegas Afnan lagi, kali ini dengan nada tegas dan serius.Kyai Damar mengubah posisi duduknya, dan kembali menatap Afnan dan Lathisa.“Bersiaplah untuk rujuk dengan Afnan. Lathisa, aku akan kabulkan permintaannya,” jawab Kyai Damarjati.“Apapun yang Kakek perintahkan, Lathisa akan melaksanakannya,” balas Lathisa.Afnan menghela napas panjang, ia sedikit lega karena Lathisa menyetujui niatnya rujuk, tanpa protes sedikitpun.Kemudian terlihat Kyai Damar meraih ponsel, dan menelepon seseorang.“Lathisa bisakah kita bicara di luar,” ajak Afnan.“Baik Gus.”Afnan dan Lathisa meninggalkan sang Kakek yang tengah sibuk berbicara di ponsel. Dan kini keduanya berada di sebuah kantin rumah sakit, setelah Afnan memesan minuman untuk Lathisa, ia mulai berbicara
Di kamar sebuah resort, Afnan memeluk Keyra, diusapnya perut yang semakin terlihat membuncit.“Kenapa kamu tidak bilang jika kamu mengalami preeklamsia, dan itu membahayakan nyawamu sendiri, Key?” Afnan menatap nanar, wajah yang ada dihadapannya.“Jangan khawatir, aku hanya ingin bayiku selamat, jika aku meninggal, toh ada Lathisa yang akan mengurus anak kita ‘kan?”Afnan menaruh jari telunjuk di bibir Keyra. ”Jangan berucap seperti itu Key, kamu dan bayi kita akan selamat. Aku akan bersujud tiap sepertiga malam, untuk mendoakan kalian berdua,” balas Afnan.Afnan mendaratkan kecupan di kening keyra, lalu turun di bibir mungil merah muda dan keduanya tenggelam dalam dalam tautan bibir yang hangat, merengkuh manisnya cinta dalam lautan asmara.Deburan ombak malam, menjadi saksi sebuah cinta yang tak pernah pudar, meskipun, di terjang ombak berkali-kali, tapi cinta bagai batu karang yang kokoh tetap berdiri dengan ponggahnya, menantang deburan ombak.Sementara di sebuah kamar lain, tepa
Satu bulan berlalu, keadaan Lathisa semakin memburuk, tidak ada pengobatan apapun lagi yang bisa diterimanya selain pereda nyeri. Tapi senyum masih mengembang di wajah pucatnya tak kala menatap Sean, yang ada di pangkuan Keyra. Berada di tengah keluarga adalah hal yang membuatnya bahagia hingga sedikit mengurangi rasa sakit.Pagi ini cuaca cerah, udara sejuk berhembus melalui celah–celah jendela, dan hangat mentari menyapa kamar Lathisa, tiba-tiba saja Lathisa ingin bertemu beberapa orang, satu persatu teman dan keluarga masuk, lalu keluar dengan membawa tangis. Lathisa ingin bicara pada semuanya seolah meninggalkan pesan terakhir.“Maaf Kyai Damar, aku tidak bisa memenuhi keinginan Kyai untuk memimpin pesantren,” ujar Lathisa lirih.Kyai Damar hanya tersenyum getir, “Jangan pikirkan itu Lathisa, kamu tetap menjadi cucuku, terima kasih telah melahirkan Sean.”Orang tua itu menahan sekuat tenaga, rasa sedihnya, lalu tangis pecah, setelah keluar kamar hingga tubuh rentanya harus di pa
Keyra duduk termenung di depan cermin, sambil menyisisir rambutnya, pikirannya tertuju pada Sean yang malam ini tidur dengan Safira.Afnan memeluknya dari belakang, menempelkan kepalanya di bahu Keyra. ”Kenapa melamun?”“Aku mengkhawatirkan Sean, yang tidur bersama Safira.”“Sean bersama tantenya, Safira juga sudah dewasa, pasti bisa menjaga Sean dengan baik, lagipula, mereka tidak kemana-mana.”“Kak Afnan benar, Sean, bersama tantenya.” Keyra membalikan tubuhnya, lalu Afnan berjongkok, dan mencium perut Keyra yang terlihat membuncit.“Bayi kita sudah tiga bulan, nanti di bulan ke empat kita adakan doa syukuran. Semoga kamu dan bayi dalam rahimmu dalam keadaan sehat,” ucap Afnan, berkali-kali mengusap perut Keyra hingga Keyra merasa geli.“Sudah Kak, aku geli,“ rengek Keyra, menahan tawa.Afnan tidak menghiraukan teriakan Keyra, tubuh mungil itu malah di bopongnya dan membawanya ke tempat tidur. Afnan dengan lembut penuh cinta membelai rambut halus Keyra, tubuhnya di dekatkan pada
Keyra sudah berdiri di atas podium gedung auditorium pondok, satu jam yang lalu Afnan memintanya untuk memberi kesaksian atau lebih tepatnya berbagi cerita, pada seluruh pesantren.Keyra yang mengetahui bahwa masa lalu sering dijadikan senjata untuk menjatuhkan reputasi pondok pesantren dan bahkan menghancurkan pernikahannya. Dan saat ini , ia mau menjelaskan pada seluruh santri akan masa lalu yang sangat buruk pernah di alami, dan ia sedang beristiqomah di jalan yang lurus.Kata demi kata keluar dari bibir Keyra, kadang ia sampai menitikan air mata, tapi perkataannya terlihat tulus, hingga membuat para santri bersimpati dan mendukung jalan hijrahnya.Afnan mengukir senyum di saat Keyra telah berhasil menceritakan kisah masa lalunya yang begitu buruk. Dan berharap kisahnya dapat mengispirasi semua yang mendengarkan di ruangan itu.Selama hampir dua jam, Keyra berbicara di atas podium, hingga menutup pembicaraannya. Afnan pun naik mendekati Keyra dan berbicara dengan para santri.“Ber
Keyra berpikir sejenak, lalu menatap dalam gadis muda yang duduk di depannya.“Apa kamu serius dengan keinginanmu itu, jika iya, aku akan berbicara pada Dokter Prambudi, mengenai ini,” ucap Keyra.“Aku serius Kak Keyra, tolong carikan aku pekerjaan,” sahut Safira.“Baiklah besok aku kabari lagi.”Safira tersenyum dan ia pun meminta pamit. Setelah kepergian Safira, Keyra mendatangi Dokter Pram di ruangannya.“Assalamu’alikum, Dokter Pram.”“Waalaikumsalam, Keyra, masuklah.”“Begini Dok, aku ingin minta tolong, mencarikan posisi untuk Safira supaya bisa bekerja disini, apa Dokter Pram bisa membantu?”“Oh Safira gadis yang tadi itu.”Keyra mengangguk. ”Dia saat ini sedang kuliah di fakultas kedokteran, jadi untuk mengisi waktu luangnya apakah bisa membantu di rumah sakit ini.”Pram sebenarnya keberatan, kuliah kedokteran akan membutuhkan konsentrasi penuh, juga jadwal kuliah pasti padat. Pram berpikir posisi apa yang tepat untuk Safira.“Keyra, aku perlu berpikir, bagaimana jika besok
Vila perkebunan malam ini terlihat ramai, bunyi sholawatan para santri sudah mengema, Afnan dan Keyra tampak berbahagia senyum selalu mengembang di bibir pasangan suami istri itu, pakaian warna senada menambah keserasian pasangan Afnan dan Keyra.Di antara para tamu undangan, tidak terlihat Kyai Damarjati, rupanya hatinya masih tertutup untuk menerima Keyra sebagai istri Afnan.Sean, juga terlihat tampan, tubuh mungilnya saat itu berada di gendongan Bu Azizah, yaitu nenek Sean, ibunya Lathisa.“Oh Sean, sudah besar, Nenek kangen sama Sean,” dikecupnya pipi gembul Sean bocah itu tersenyum geli ketika sang nenek menggelitik perut gendutnya.“Safira, kamu menjaga dengan baik ‘kan keponakanmu?” tanya Azizah, seraya menatap putri keduanya yang sibuk dengan ponselnya.“Kak Keyra tidak mengizinkan aku mengasuh Sean, jadi aku memlih bekerja paruh waktu,” ungkap Safira.“Keterlaluan Keyra, kamu ‘kan Tantenya, kenapa tidak boleh mengasuh keponakannya sendiri.” Azizah terlihat marah.Safira ju
Safira melangkahkan kaki menuju loby rumah sakit, waktu menunjukkan pukul enam sore, waktunya ia pulang. Baru saja beberapa langkah, seseorang menyapanya.“Safira, kamu mau pulang?” tanya Keyra, yang kebetulan juga akan pulang.“Iya Kak Key,“ sahut Safira.“Kalau begitu kita bareng saja, aku sudah di jemput sopir,” ajak Keyra.Safira mengangguk dan mengikuti langkah Keyra menuju tempat perkir dimana sopir suduh menunggunya.Kedua wanita berhijab itu kini duduk di jok belakang. Safira tampak enggan duduk berdampingan dengan Keyra.“Bagaimana menjadi asisten Dokter Pram?”“Menyenangkan, Dokter Pram sangat baik, ia banyak memberi pengarahan tidak memerintah seenaknya.”“Iya, Dokter Pram memang baik, dia juga berjiwa sosial, aku senang jika kalian semakin dekat, atau mungkin menjalin hubungan yang serius.” Keyra menatap Safira dengan tersenyum kecil.Safira membalas senyuman itu dengan terpaksa. ”Dokter Pram memang baik, tapi aku belum berpikir sampai kesana Kak.”“Iya aku tahu, kamu masi