"Maaf, Pak. Waktu jenguk telah habis," ucap Polisi itu sebelum kemudian Rendra berdiri."Sabar ya, aku akan cari cara," ucap Exel sambil memeluk Rendra dan menepuk punggungnya.Rendra hanya mangangguk pasrah. Sambil berjalan dia merenungi nasib apa yang kini tengah menimpanya. Baru juga dia dan Gayatri menemukan kebahagiaan mereka, tetapi Tuhan telan menurunkan ujian seberat ini. Lagi-lagi Rendra teringat putranya yang tergolek lemah di balik kaca dengan badan yang di tempeli alat-alat kesehatan. Tak terasa setitik air mata menetes di pipinya.Demikian juga dengan Gayatri yang tengah menunggui buah hatinya itu dengan memegang kaca seolah-olah dia memegang bayinya. Bayi yang sebenarnya tampan dengan hidung mancung itu menggeliak sebentar. Derai air mata tak dapat lagi dibendung oleh Gayatri."Kita hanya bisa berdo'a, Bu. Sebuah keajaiban akan mengembalikan putra Ibu untuk bisa hidup dengan normal," ucap salah seorang Suster yang tengah menghampiri bayi itu.Gayatri yang hanya sendiri
Gayatri memandang mertuanya dengan bingung. Takut diduga yang tidak-tidak dengan kedatangan Prayogi."Saya hanya kebetulan lewat sini, Tante, menjenguk seorang teman. Dan melihat Gayatri. Karena kenal, saya menyapanya," ucap Prayogi beralasan.Wanita yang berhijab panjang itu, melihat ke arah Prayogi dan Gayatri bergantian. Demikian juga dengan Rastri yang bersamanya."Saya permisi duluh, Tante." ucap Prayogi. Lalu mengangguk ke Gayatri.Gayatri hanya melihatnya selintas. Namun tatapan mertuanya masih melihatnya dengan aneh. Gayatri merasa tak enak hati."Bagaimana kondisinya, Dek?" tanya Rastri sambil menatap bayi mungil yang kini tidur tenang."Masih seperti kemarin, Mbak," kata Gayatri dengan memegang kaca tempat bayinya ditempatkan."Yang sabar, Dik," hibur Rasti sambil memegang pundak Gayatri."Ma, kalau ghak keberatan, saya ikut titip anak kami sebentar,""Mau kemana kamu, Ayu?""Saya pingin jenguk Mas Rendra, Ma.""Baiklah, kami akan tetap di sini. Kamu bawa sepeda sendiri?"Gay
"Terimaksih, Tri!" Terngiang di telinga Sasmita saat Prayogi mengucapkan semua itu. Rasa geram begitu menderanya. Rasa kantuk yang datang tak lagi membuatnya terpejam. Inginnnya saat itu juga dia membangunkan Prayogi yang sudah terlelap dan mendengkur di sisinya jika dia tidak takut keributan kembali terjadi dan Prayogi akan pergi seperti yang sudah-sudah. Apalagi Prayogi kini mulai menunjukkan kekuasaannya sejak dia bisa berusaha sendiri. Sasmita juga tak ingin semua itu dilihat orang tuanya yang masih bersama mereka, entah sampai kapan, gerutu Samita tentang orang tuanya yang kini kerasan di Indonesia. Bahkan kadang ikut pengajian di kompleknya.Percuma aku menghancurkan Gayatri melalui suaminya, kenyataannya penderitaan Gayatri malah membawa suamiku itu mendekati Gayatri, geram Sasmita.Pagi hari, Gayatri sudah bersiap-siap pergi ke rumah tahanan. Besuk, genap setahun sejak tertangkapnya Rendra menjadi tersangka dan harus menghabiskan waktunya di penjara. Disiapkannya dirinya agar t
"Ini Mas Rendra, Sha. Tolong kamu perjelas, Sha!" Nadin menajamkan penglihatannya. Merasa tak percaya dengan yang tadi dilihatnya.Geisha kemudian memperjelas vidio yang baru mereka tonton."Ini bisa jadi bukti, Din." Geisha terlonjak kegirangan. Matanya menatap Nadin dengan berbinar. Setelah sekian lama mereka tak menemukan satu bukti pun, kenapa heroin itu ada di saku Rendra. Dan hanya ini yang bisa menunjukkan kebenaran itu.Nadin segera memakai kimono, "Ayo, Sha!" ucapnya semangat."Kamu bilang ayo, kok kamu malah pakai kimono?"Nadin menjitak kepala suaminya pelan. "Pikiran kamu ngeres melulu. Ayo bangunin Mama. Ini penting, Sha." Ditariknya tangan suaminya."Iya, iya. Aku juga hilang mood kalau lihat begini, ghak mood deketin kamu lagi." Geisha beranjak dari duduknya. Merapikan laptopnya untuk ditunjukkan ke mamanya. Namun kemudian berbalik dan mencium kening Nadin. "Kalau kamu, nanti ya," bisiknya yang membuat Nadin mencubitnya.Geisha dan Nadin berdiri di ambang pintu kamar or
Di rumah Rendra tengah diadakan tasyakuran untuk menyambut kepulangannya. Rumah yang setahun kemarin penuh dengan luka. Hanya aktifitas pekerjaan Gayatri yang nampak sibuk, hingga kadang dia harus memanggil orang lagi untuk membantu pegawainya yang sepertinya kerepotan jika ada job dobel.Sandra, asisten Gayatri bahkan jarang ikut ke gedung karena banyak yang harus dikerjakan dengan mengurus keperluan WO dan EO Gayatri. Dia kini juga disuruh Bu Ratna tinggal di kediamannya, di kamar dekat area WO yang dulunya adalah kamar Gayatri."Bude!" Rendra menghampiri budenya, demikianlah yang sering dia lakukan setelah tiba di rumahnya. Sering menengok budenya, dan mengajaknya ngobrol."Bude mau makan apa? Rendra ambilkan," rayu Rendra agar Bu Ratna mau makan. Akhir-akhir ini dia selalu malas makan, hinggah tubuhnya tinggal tulang."Mulut Bude pahit, Rend. Bude malas makan." Bu Ratna masih memamerkan senyumnya. Walau penyakit telah membuatnya jauh dari senyum."Bude harus kuat, biar terus bersa
"Jadi jalan-jalannya, Bund?" tanya Galing sambil menggoda adiknya yang tengah mandi."Ya, jadi dong Kakak. Ini aku da mandi," ucap Gayatri mewakili anaknya sambil memberinya sabun sekaligus sampo. "Assalamu'alaikum, Adek!" Galuh sudah rapi menggoda adiknya. Anak itu tertawa memercikkan airnya."Kakak kok sudah rapi?" tanya Galing."Iya, dong. Kita kan udah lama ghak jalan-jalan. Jadinya semangat 45.""Padahal kita jalan-jalannya juga di mall saja. Kakak kan juga bisa ngajak Raksa," celetuk Gayatri.Galuh menyunggingkan senyumnya. " Emang ghak apa ya, Bund, kita jalan-jalan bareng?""Asal kamu ghak yang aneh- aneh. Ghak sering juga.""Emang ke mall sama Raksa mau ngapain juga, Kak. Paling Kakak tujuannya gak mall, tapi berduaannya.""Sok tau kamu!" Galuh menjitak adiknya pelan. Remaja tinggi itu pun tergelak menghindar."Bener kan, Adek?" Galing sudah membuntuti adiknya yang dibawa ke kamar."Kakak, ghak ke kamar sendiri sana lalu ganti pakaian. Ini sudah siang. Kita kan ghak cuma di
Gayatri dan Rendra salin menatap. Sebelum kemudian dia memanggil putra putrinya."Galing, Galuh, sini!" Rendra melambaikan tangannya setelah dia rasa mereka tak mendengar.Gayatri hanya melihat apa yang tengah dilakukan Rendra sambil bergayut di lengannya. Hinggah Kedua anak itu menghampiri mereka dengan menatap Prayogi." Sapa ayahmu! Kenapa diam saja?" Kembali Rendra mengatakan hal yang membuat Gayatri hanya tertegun. Apalagi kemudian dia mengambil Raditya dari gendongan Galuh.Galing juga Galuh akhirnya mengulurkan tangan mereka. Prayogi segera memeluk kedua buah hatinya dengan perasaan haru. Diciuminya berkali kali di ubun-ubunnya. Walau Galuh yang kemudian menjauh terlebih dahulu."Ayah kalian mengajak kita makan," kata Gayatri kemudian.Galuh yang memandang bundanya sedikit heran. Gayatri memang tidak pernah cerita ke siapapun kalau sering bertemu dengan Prayogi di mall itu, tiap dia pergi mengecek konter Rendra. Bagi Gayatri, Prayogi kini hanyalah pria biasa seperti juga pria l
"Maksudmu?' tanya perempuan yang kini hanya menutupi tubuh polosnya dengan selimut."Nanti kamu bisa lebih puas melihat kehancuran wanita itu lebih dalam lagi, Sasmita," ucap lelaki itu dengan segera diiringi gelak tawa.Dia adalah Lion, Lion Hermawan Wijaya, pria bermata sipit khas Tionghoa, yang dari duluh selalu mencari cara mengejar Sasmita. Dia yang juga sama dengan Sasmita yang mulanya juga membenci pernikahan, kini bisa berpeluang kembali setelah bertemu dengan Sasmita tanpa sengaja di Mall saat Sasmita berbelanja.Lelaki yang dikenal Sasmita di Amerika itu kembali ke Indonesia untuk mengolah perusahaan keluarganya. Pertemuan yang tak sengaja di saat Sasmita tak lagi merasakan kehangatan yang duluh diberikan Prayogi untuknya setelah kini makin memikirkan Gayatri, membuat Sasmita kembali mencari kehangatan di pria itu. Wajahnya yang tampan khas orang Tionghoa, badannya yang atletis, membuat Sasmita kini sejenak melupakan Prayogi. Dan menikmati hasrat terlarangnya."Kamu memang