"Aku? Apa yang ingin kaudengar sebagai jawaban dariku? Aku mencintainya? Arau aku tak mungkin mencintainya? Atau aku mencintainya karena tidak mendapatkan cinta lagi dari pria yang seharusnya aku cintai?" cibir Gayatri."Aku selalu mencintaimu dan tak akan pernah tidak mencintaimu. Kamu tau sendiri aku orangnya tak mudah jatuh cinta sampai aku ketemu kamu," bela Rendra."Kata-kata cinta saja tak cukup hanya sekedar di bibir, Mas. Tapi bukti yang kauberikan padaku adalah sebuah luka."Gayatri kemudian mendekati Rendra. Meraih tangannya dan meletakkannya di kepalanya."Talak aku, Mas. Daripada aku hidup diantara wanita lain yang bersamamu." Rendra yang terkejut segera menarik tangannya dari kepala Gayatri. "Tidak, Sayang. Jangan pernah kauminta satu hal itu padaku. Aku mencintaimu dan selamanya mencintaimu," Direngkuhnya tubuh mungil Gayatri dan dibenamkannya di pelukannya. Tangis Gayatri yang pecah membuat hati Rendra teriris. Diciuminya ubun-ubun Gayatri berkali-kali."Aku tidak p
"Ayo, Sal, tolong antar aku ke Bandara. Mobil kamu mau pergi ya, kok di luar?" tanya Rendra dengan tergesah."Iya, nih, anakku ngajak jalan-jalan sekedar makan di alun-alun."Jawaban Faisal membuat Rendra terdiam. Anak seusia Raditya itu mengajak papanya jalan-jalan. Sementara dia kini merasa makin jauh saja dengan anak semata wayangnya itu.Kepulangannya yang sekejab juga tak membawa kebahagian untuk putranya. Yang ada hanya pertengkaran antara dia dan Gayatri. Seandainya saja saat itu dia tidak menerima Kania yang dipasrahkan ibunya kepadanya, semua cerita suram itu tak akan terjadi. Setidaknya tak separah sekarang, walau dia telah melukai Gayatri dengan tak memberinya ruang untuk menceritakan apa yang dilakukannya selama berbulan-bulan ini, dari mengejar orang yang menjebaknya sampai ke Sumatra dan membeli kebun di sana. Semua itu karena Rendra teramat minder dengan keadaan dirinya yang sudah terpuruk. Hinggah dia bertekad baru mengajak Gayatri setelah semuanya berjalan seperti y
"Sayang, kamu di mana? Mana anak kita? Bolehkah aku bicara dengannya?" Terdengar sura Rendra di alik telpon.Gayatri memandang Raditya yang kini tengah bersama Prayogi dengan sering memanggilnya papa. Rasa tak nyaman, Gayatri khawatir itu terdengar oleh Rendra. Walau bagaimanapun dongkolnya dia kemarin kepada suaminya itu, dia masih berusaha menjaga perasaannya. Gayatri lalu menyingkir sebentar. Selain karena Rendra, juga karena tidak enak dengan Prayogi yang sering melihatnya, bahkan saat Gayatri mengangkat telpon tadi."Tumben kamu telpon, Mas? Ada apa?" Sejenak hati Gayatri senang, kok tumben-tumbennya Rendra menelpon. Namun kata-kata yang terucap di biibrnya tak bisa halus seperti hatinya yang juga merindukan Rendra kemabali seperti duluh."Aku ingin mendengar Radit bicara. Aku kangen.""Bisa kangen juga kamu sama anakmu, Mas.""Baru juga aku menelpon, kamu sudah mengatakan itu. Aku menyesal, saat kita di rumah, yang ada diantara kita hanya pertengkaran. Kita sampai tidak perrnah
"Tri, apa Ko Chandra menghubungi kamu?" tanya Prayogi yang pagi sekali sudah menelpon Gayatri."Iya, Gi. Sudah. Makasih, ya," jawab Gayatri dengan cerianya. Ini adalah job Eo-nya yang ke sekian dari Prayogi yang selalu merekomendasikan Gita EO kepada rekan-rekan bisnisnya. Hinggah EO yang dikelola Gayatri makin maju. Hubungan Gayatri dengan Prayogi yang sering jalan atau ketemu bareng saat dia menjalankan usahanya itu pun , membuat mereka makin akrab. "Terus ini ada yang mau ngajak ketemuan, bisa ghak, Tri? Katanya mereka ingin mengungkapkan konsepnya dengan baik. yang agak beda.""Ketemunya di mana?""Di Surabaya, Tri.""Gimana ya? Aku tanya pak Supri duluh apa dia bisa. Tapi kpan hari sudah ngomong kalau besuk kelihatannya dia ada acara keluarga. Sedangkan aku sendiri ya ghak bisa sepedaan ke sana. Galuh juga ada ujian ghak bisa ngantar.""Gini ae, aku jemput ya?"Gayatri bingung, "Gimana ya?""Ghak banyak mikir deh, Tri. Besuk aku jemput jam delapan ya?"Belum juga Gayatri menjaw
"Dari mana Mas tau kalau saya mencintai Kania?" tanya Arya."Kenapa masih bertanya seperti itu, orang di sini sudah mengetahui semuanya.""Hanya saja ibunya Kania sudah memasrahkan Nia pada Mas Rendra.""Itu karena saat itu dalam keadaan terpaksa dan hanya ada saya yang menolong dia. Seandainya saat itu ada kamu, dia pasti akan menyerahkan Kania pada orang yang lebih berhak untuk hati Kania. Karena Kania sendiri juga mencintai kamu. Aku hanya menjalankan amanat utuk menjaganya sampai dia menemukan lelaki yang cocok untuk menikah dengannya. Dan itu adalah kamu.""Saya hanya seorang buruh pabrik Mas. Tidak sebanding dengan Mas Rendra."Sejenak Rendra teringat dengan dirinya. Septus asa ini dirinya saat berhadapan dengan Prayogi yang memdekati Gayatri. Kenapa kini semua itu terjadi di hadapan matanya? Rasanya dia tersindir dengan keadaan itu."Aku tegaskan lagi. Aku bukanlah suami yang seperti kamu pikirkan, dan semua orang di pabrikku tau semua itu. Karena kamarnya Kania sama dengan ka
Di penghujung malam, Gayatri diam-diam pergi ke rumahnya Rendra. Melangkahkan kakinya pelan dan memandangi seisi rumah itu yang terlintas di dalamnya gelak tawa bahagia, termasuk kesedihan saat Gayatri harus keluar dari kamarnya.Tepat di ruang keluarga, Gayatri yang kemudian memandangi foto pernikahannya, luruh badannya di lantai dengan merasakan persendiannya yang begitu lemas. Dia lantas tergugu menahan tangisnya. Apa semuanya memang sudah berakhir bagi kita, tanyanya pada Rendra dalam tangisnya. Pertanyaan Prayogi yang tadi malam mengusiknya tak bisa membuat Gayatri terdiam dalam tangis. Dia menyesali hatinya yang kini mendua. Ada diantara Rendra dan Prayogi. Kenapa kaulakukan ini padaku, Mas. Tak bisakah kamu sebentar saja mengingatku dan menelponku agar aku merasa bahwa kamu masih milikku. Bukan milik perempuan itu.Dengan langkah pelan, Gayatri menuju kamarnya. Ditelungkupkannya wajahnya di tempat tidur dengan memeluk bantal yang biasa dipakai Rendra. Seskali di ciumnya banta
"Bukankah kamu,.."Handpone Gayatri kembali berdering. Kali ini berkali kali. Dengan tergesa Gayatri mengangkat telponnya. Terdengar di sana mamanya menangis."Iya, Ma, Kenapa Papa?" "Cepatlah Ayu. Papamu sudah tak seberapa sadar dan hanya memanggil namamu. Datanglah cepat.""Baik, Ma. Baik," ucap Gayatri kemudian lalu mematikan ponselnya. Dia segera meninggalkan ruang itu setelah mengambil anaknya yang dibawa Sandra. Dia sudah tidak ingat lagi dengan apa yang dilihatnya baru saja.Setelah di luar, Gayatri justru kebingungan. Walau desa itu tak jauh dengan desa orang tuanya, dia tak tau, harus dengan apa untuk sampai di sana."Mbak Gayatri mau ke mana?" tanya Bu Areis yang dengan tergopoh membuntutti Gayatri keluar."Saya sudah titipkan ke asisten saya, Bu. Dia sudah biasa menangani prosesi Jawa, jangan khawatir. Papa sakit keras dan saya harus pergi ke sana.""Tadi ke sini, Mbak pakai apa?""Nah itu masalahnya, Bu. Tadi kan ada pak Supri. Sekarang dia sudah pergi. Nah, kalau di sin
"Masuklah, Dik. Ghak enak kalau kamu belum minum sesuatu di rumah ini langsung balik," kata Gayatri dengan mempersilahkan Arya masuk."Ghak usah Mbak, lagian katanya orang tua Mbak sakit keras.," ucap Arya segan. "saya pamit duluh," ucapnya sambil memberikan bingkisan perias untuk Gayatri."Kalau gitu makasih, Dik." Gayatri lalu berbalik sebelum masuk, "Ghak lupa jalan kembali kan?""Enggak, Mbak. Jalannya lurus saja kok," ucap Arya lalu menstarter motor matic yang dia kendarai."Assalamuaalikum!" Gayatri yang masuk langsung mengucap salam sambil membuka pintu rumah yang tak pernah terkunci kalau tidak malam itu. "Waalaikumussalam, Mbak!" jawab Nadin sambil menggendong anaknya."Adik-adik!" panggil Raditya ke bayi yang digendong Nadin."Adiknya namanya Elhan, Radit." Gayatri menginformasikannya dengan menurunkan Raditya yang dari tadi tak mau diam pingin turun."Di sini saja sama adik, sama Tante!"bujuk Nadin begitu Raditya turun. Anak itu langsung kerasan dengan memeluk adiknya, El
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de