"Sayang, kamu di mana? Mana anak kita? Bolehkah aku bicara dengannya?" Terdengar sura Rendra di alik telpon.Gayatri memandang Raditya yang kini tengah bersama Prayogi dengan sering memanggilnya papa. Rasa tak nyaman, Gayatri khawatir itu terdengar oleh Rendra. Walau bagaimanapun dongkolnya dia kemarin kepada suaminya itu, dia masih berusaha menjaga perasaannya. Gayatri lalu menyingkir sebentar. Selain karena Rendra, juga karena tidak enak dengan Prayogi yang sering melihatnya, bahkan saat Gayatri mengangkat telpon tadi."Tumben kamu telpon, Mas? Ada apa?" Sejenak hati Gayatri senang, kok tumben-tumbennya Rendra menelpon. Namun kata-kata yang terucap di biibrnya tak bisa halus seperti hatinya yang juga merindukan Rendra kemabali seperti duluh."Aku ingin mendengar Radit bicara. Aku kangen.""Bisa kangen juga kamu sama anakmu, Mas.""Baru juga aku menelpon, kamu sudah mengatakan itu. Aku menyesal, saat kita di rumah, yang ada diantara kita hanya pertengkaran. Kita sampai tidak perrnah
"Tri, apa Ko Chandra menghubungi kamu?" tanya Prayogi yang pagi sekali sudah menelpon Gayatri."Iya, Gi. Sudah. Makasih, ya," jawab Gayatri dengan cerianya. Ini adalah job Eo-nya yang ke sekian dari Prayogi yang selalu merekomendasikan Gita EO kepada rekan-rekan bisnisnya. Hinggah EO yang dikelola Gayatri makin maju. Hubungan Gayatri dengan Prayogi yang sering jalan atau ketemu bareng saat dia menjalankan usahanya itu pun , membuat mereka makin akrab. "Terus ini ada yang mau ngajak ketemuan, bisa ghak, Tri? Katanya mereka ingin mengungkapkan konsepnya dengan baik. yang agak beda.""Ketemunya di mana?""Di Surabaya, Tri.""Gimana ya? Aku tanya pak Supri duluh apa dia bisa. Tapi kpan hari sudah ngomong kalau besuk kelihatannya dia ada acara keluarga. Sedangkan aku sendiri ya ghak bisa sepedaan ke sana. Galuh juga ada ujian ghak bisa ngantar.""Gini ae, aku jemput ya?"Gayatri bingung, "Gimana ya?""Ghak banyak mikir deh, Tri. Besuk aku jemput jam delapan ya?"Belum juga Gayatri menjaw
"Dari mana Mas tau kalau saya mencintai Kania?" tanya Arya."Kenapa masih bertanya seperti itu, orang di sini sudah mengetahui semuanya.""Hanya saja ibunya Kania sudah memasrahkan Nia pada Mas Rendra.""Itu karena saat itu dalam keadaan terpaksa dan hanya ada saya yang menolong dia. Seandainya saat itu ada kamu, dia pasti akan menyerahkan Kania pada orang yang lebih berhak untuk hati Kania. Karena Kania sendiri juga mencintai kamu. Aku hanya menjalankan amanat utuk menjaganya sampai dia menemukan lelaki yang cocok untuk menikah dengannya. Dan itu adalah kamu.""Saya hanya seorang buruh pabrik Mas. Tidak sebanding dengan Mas Rendra."Sejenak Rendra teringat dengan dirinya. Septus asa ini dirinya saat berhadapan dengan Prayogi yang memdekati Gayatri. Kenapa kini semua itu terjadi di hadapan matanya? Rasanya dia tersindir dengan keadaan itu."Aku tegaskan lagi. Aku bukanlah suami yang seperti kamu pikirkan, dan semua orang di pabrikku tau semua itu. Karena kamarnya Kania sama dengan ka
Di penghujung malam, Gayatri diam-diam pergi ke rumahnya Rendra. Melangkahkan kakinya pelan dan memandangi seisi rumah itu yang terlintas di dalamnya gelak tawa bahagia, termasuk kesedihan saat Gayatri harus keluar dari kamarnya.Tepat di ruang keluarga, Gayatri yang kemudian memandangi foto pernikahannya, luruh badannya di lantai dengan merasakan persendiannya yang begitu lemas. Dia lantas tergugu menahan tangisnya. Apa semuanya memang sudah berakhir bagi kita, tanyanya pada Rendra dalam tangisnya. Pertanyaan Prayogi yang tadi malam mengusiknya tak bisa membuat Gayatri terdiam dalam tangis. Dia menyesali hatinya yang kini mendua. Ada diantara Rendra dan Prayogi. Kenapa kaulakukan ini padaku, Mas. Tak bisakah kamu sebentar saja mengingatku dan menelponku agar aku merasa bahwa kamu masih milikku. Bukan milik perempuan itu.Dengan langkah pelan, Gayatri menuju kamarnya. Ditelungkupkannya wajahnya di tempat tidur dengan memeluk bantal yang biasa dipakai Rendra. Seskali di ciumnya banta
"Bukankah kamu,.."Handpone Gayatri kembali berdering. Kali ini berkali kali. Dengan tergesa Gayatri mengangkat telponnya. Terdengar di sana mamanya menangis."Iya, Ma, Kenapa Papa?" "Cepatlah Ayu. Papamu sudah tak seberapa sadar dan hanya memanggil namamu. Datanglah cepat.""Baik, Ma. Baik," ucap Gayatri kemudian lalu mematikan ponselnya. Dia segera meninggalkan ruang itu setelah mengambil anaknya yang dibawa Sandra. Dia sudah tidak ingat lagi dengan apa yang dilihatnya baru saja.Setelah di luar, Gayatri justru kebingungan. Walau desa itu tak jauh dengan desa orang tuanya, dia tak tau, harus dengan apa untuk sampai di sana."Mbak Gayatri mau ke mana?" tanya Bu Areis yang dengan tergopoh membuntutti Gayatri keluar."Saya sudah titipkan ke asisten saya, Bu. Dia sudah biasa menangani prosesi Jawa, jangan khawatir. Papa sakit keras dan saya harus pergi ke sana.""Tadi ke sini, Mbak pakai apa?""Nah itu masalahnya, Bu. Tadi kan ada pak Supri. Sekarang dia sudah pergi. Nah, kalau di sin
"Masuklah, Dik. Ghak enak kalau kamu belum minum sesuatu di rumah ini langsung balik," kata Gayatri dengan mempersilahkan Arya masuk."Ghak usah Mbak, lagian katanya orang tua Mbak sakit keras.," ucap Arya segan. "saya pamit duluh," ucapnya sambil memberikan bingkisan perias untuk Gayatri."Kalau gitu makasih, Dik." Gayatri lalu berbalik sebelum masuk, "Ghak lupa jalan kembali kan?""Enggak, Mbak. Jalannya lurus saja kok," ucap Arya lalu menstarter motor matic yang dia kendarai."Assalamuaalikum!" Gayatri yang masuk langsung mengucap salam sambil membuka pintu rumah yang tak pernah terkunci kalau tidak malam itu. "Waalaikumussalam, Mbak!" jawab Nadin sambil menggendong anaknya."Adik-adik!" panggil Raditya ke bayi yang digendong Nadin."Adiknya namanya Elhan, Radit." Gayatri menginformasikannya dengan menurunkan Raditya yang dari tadi tak mau diam pingin turun."Di sini saja sama adik, sama Tante!"bujuk Nadin begitu Raditya turun. Anak itu langsung kerasan dengan memeluk adiknya, El
Dua insan yang lama tak bertemu itu hanya salin pandang. Debar-debar itu kini dirasakan keduanya seolah mereka baru pertama kali jatuh cinta. Rendra yang tak berkedip memandang Gayatri kemudian ditepuk pundaknya oleh Geisa yang juga baru datang."Apa kabarmu, Sha?" tanya Rendra kemudian dengan merangkul adik iparnya itu setelah menyambut jabat tangannya."Baik, Mas. Mas sendiri kenapa seperti orang tak terurus begitu? Jambang dan kumis juga dibiarkan begitu saja. Apa karena sekarang ghak lagi diurus sama Mbak yu?" canda Geisha dengan menatap ke arah mbakyunya yang masih diam seolah orang asing bagi Rendra."Ini tadi tergesa ke sininya, Sha. jadi ghak sempat cukur.""Berarti kalau di sana Mas ya kayak gini, ghak ngurus tampang? Mentang -mentang ghak ada bini," kekeh Geisha yang membuat Gayatri membuang mukanya mengingat di sana juga ada Kania.Rendra tertawa sambil sekilas emmandang Gayatri yang membuang muka.Nadin yang menyongsong kedatangan suaminya dengan mencium tangannya, pun
"Tunggu duluh. Aku melihat Kania di resepsi yang memakai jasaku itu. Tapi, aku kok baru ingat. Wah,.. gimana ya kemarin aku kok tidak menegurnya. Kania jadi Kembar Mayang.""Memang apa yang salah dengan itu?""Ya, salah sih, Mas. Bukannya Kania itu istri kamu, bisa-bisanya orang yang telah menikah jadi kembar mayang." Sejenak Gayatri kemudian mengerutkan jidatnya."Lho, kamu ini kemarin berarti ada di sana, Mas? Di pernikahan yang Kania jadi kembar mayang itu?"Rendra merengkuh Gayatri, berusaha memeluknya. tapi Gayatri sudah menghindar. Seolah dia memberi jarak kembali ke Rendra.Rendra tersenyum kecil, memahami Gayatri yang tentu saja akan kembali menghindarinya jika mengingat tentang Kania."Mendekatlah, aku mau jelasin."Tapi Gayatri malah akan bergerak pergi. Segera saja Rendra menarik tangannya hinggah Gayatri terjerembab ke pelukannya."Mas, ini ngapain sih?" Dengan sewot Gayatri berusaha menghindar. Namun pelukan dan ciuman Rendra telah memenjarakan tubuh mungilnya."Ghak sal