Home / Fantasi / JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR / Bab 2. Bertemu Pendekar Wanita

Share

Bab 2. Bertemu Pendekar Wanita

Author: Aray Fu
last update Last Updated: 2024-11-21 16:44:21

“Siapa kau?!”

“Tuan muda…”

“Jawab aku!”

Mo Tian merasa kepalanya berputar, dia seperti melihat kunang-kunang. Gambaran aneh tiba-tiba muncul dalam pikirannya, gambar sabit hitam, lautan jiwa yang meratap memohon belas kasih, dan takhta megah yang gelap.  

"Apa yang terjadi? Siapa aku sebenarnya?" tanya Mo Tian sebelum akhirnya pingsan.

Pandangannya menjadi gelap, dan di dalam pingsannya Mo Tian seperti berada di tengah-tengah lautan, tapi bukan air. Melainkan lautan jiwa manusia, mereka memanggilnya.

Beberapa saat kemudian, Mo Tian sadar, tapi desa tempat dia tumbuh telah menjadi abu. Tidak ada yang tersisa, hanya reruntuhan dan bau hangus.

Rumahnya, telah musnah. Juga orang tuanya telah tiada. Mo Tian merasa percuma dia hidup, dia ingin mati, mengikuti orang tuanya.

“Apa ini? Darimana aku mendapatkannya?” tanya Mo Tian memandang pedang yang berada di tangannya.

Meskipun bingung, dia tidak melepaskan pedang itu. Dia merasa ada jiwanya disana, meskipun tidak tahu, apa sebenarnya hubungannya dengan pedang itu.

Disaat dia menggenggam pedang tua di tangannya, merasa ada sesuatu yang memanggilnya ke tempat yang lebih jauh. 

“Auuu!”

Tanda di pundaknya kembali bersinar samar, Mo Tian bingung, ada apa dengan dirinya dan tanda sabit hitam itu.

“Aku akan pergi,” ujar Mo Tian memutuskan.

Dia bersumpah untuk mencari jawaban tentang siapa dirinya sebenarnya dan membalas dendam pada Sekte Langit Berdarah yang telah membunuh kedua orang tuanya dan menghancurkan segala yang berharga baginya.

 

Keesokan harinya…

Uhuk! Uhuk!

Angin pagi membawa aroma kesedihan dan abu dan membuat Mo Tian terbatuk-batuk. 

Mo Tian berdiri di atas bukit kecil di tepi desanya yang kini rata dengan tanah, kenangan masa kecilnya hilang dalam semalam. 

Puing-puing rumah berserakan, dan nyala api masih membara di beberapa tempat.

Tubuh-tubuh penduduk desa, termasuk kedua orang tuanya, ikut terbakar bersama api yang membara. Mereka hilang tanpa bekas.

"Tuan Muda, pergilah. Dunia ini terlalu luas untuk dikuasai rasa takut. Desa ini tidak ada artinya lagi. Carilah jawaban atas takdirmu," ujar suara parau itu di benaknya yang terus berdengung hingga sekarang. 

Suara yang tidak dikenal namun terasa begitu akrab, tapi cukup mengganggu pikirannya.

Dengan pedang tua berkarat di tangannya, yang entah dari mana datangnya, Mo Tian mengalihkan pandangannya dari desa. 

Dia tahu, masa kecilnya yang sederhana telah berakhir hari ini. Kini ia harus meninggalkan segalanya, mencari jawaban atas pertanyaan yang terus membebani pikirannya. 

“Ayah, Ibu… aku pergi,” pamit Mo Tian sambil membungkukkan badannya. 

Whuss!

Angin sejuk berembus menerpa wajahnya, seolah itu adalah jawaban dari kedua orang tuanya yang merelakan anaknya mengembara di dunia fana ini.

Langkah Mo Tian membawa dirinya ke Hutan Luanyang, sebuah tempat yang terkenal penuh dengan bahaya. 

Pohon-pohon raksasa menjulang tinggi dengan akar yang menjalar liar, menciptakan bayangan menyeramkan meski siang hari. Aroma lembab begitu terasa. Disetiap desiran angin terasa seperti bisikan misterius membangkitkan bulu kuduk. Tapi, Mo Tian tak punya pilihan lain. Jalan menuju kota terdekat melewati hutan ini.  

Kretak!

Baru saja Mo Tian melangkah masuk, suara patahan ranting membuatnya berjaga. Insting tajamnya, yang dia tak pahami sepenuhnya, memperingatkan bahwa dia tidak sendirian.

Mo Tian bersiap dengan kuda-kuda beladiri, yang membuatnya beberapa saat tersadar, dari mana dia belajar beladiri. Selama ini dia hanya tumbuh di desa, tidak pernah belajar ilmu apapun.

“Kau!”

Dari balik pepohonan besar, sesosok wanita muncul dengan pedang terhunus. Rambut panjangnya diikat rapi, dan matanya tajam menatap Mo Tian seperti elang mengawasi mangsa. 

Pakaiannya sederhana, namun penuh dengan bekas robekan dan noda darah, menandakan pengalaman bertarung yang tidak sedikit.

“Iya, ada apa?” tanya Mo Tian sambil melanjutkan perjalannya.  

“Hentikan langkahmu,” perintah wanita itu dingin.

“Aku harus bergegas,” jawab Mo Tian.

“Kau siapa, dan apa tujuanmu di sini?” tanya wanita itu.

Mo Tian memandang wanita itu, bingung. “Aku hanya seorang pengembara. Aku harus melewati Hutan Luanyang sebelum gelap,” jawabnya jujur.  

“Aku tidak percaya!”

“Kau bisa mengikutiku kalau tidak percaya.”

“Pedang itu…”

“Ini hanyalah pedang tua,” jawab Mo Tian.

Namun, wanita itu tidak terpengaruh. “Bohong! Itu bukanlah pedang biasa. Apa kau anggota Sekte Langit Berdarah?”  

“Sekte Langit Berdarah?” Mo Tian terkejut, beberapa saat kemudian dia menggeleng. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan.”  

“Kau berbohong!” teriak wanita itu sambil menyerang dengan kecepatan luar biasa.  

Mo Tian refleks mengangkat pedangnya untuk menangkis. 

Traang!

Suara logam bertemu logam memenuhi udara. Mo Tian tersentak. Serangan itu begitu kuat, meski pedang wanita itu hanya pedang baja biasa.  

“Berhenti! Aku bukan musuhmu!” seru Mo Tian sambil mundur.  

Wanita itu tidak peduli. Dia terus menyerang dengan serangkaian gerakan cepat dan mematikan. 

Setiap tebasan dan tusukan terasa seperti angin tajam yang hampir tidak bisa dihindari.  

Mo Tian, yang belum pernah dilatih ilmu bela diri, hanya bisa bertahan dengan mengandalkan insting. Anehnya, tubuhnya bergerak seolah-olah dia sudah berlatih selama bertahun-tahun. Pedang tua di tangannya terasa ringan, hampir seperti bagian dari dirinya.  

“Aku sudah muak dengan tipu daya kalian,” desis wanita itu di antara serangannya. 

“Aku tidak mengerti,” jawab Mo Tian.

“Setelah sekian banyak nyawa yang kau hancurkan, apa kau pikir aku akan membiarkanmu hidup?”  

“Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan!” balas Mo Tian dengan nafas tersengal.  

Setelah beberapa menit bertarung sengit, keduanya terpisah oleh jarak. Mo Tian memegang pedangnya dengan erat, sementara wanita itu menatapnya tajam, mencari celah.  

“Cara kau bertarung, kau tidak seperti anggota Sekte Langit Berdarah lainnya...” gumam wanita itu, mulai merasa ragu.  

“Aku bahkan tidak tahu siapa mereka!” seru Mo Tian, frustasi.  

Wanita itu akhirnya menurunkan pedangnya, meski tatapannya tetap penuh kecurigaan. “Kalau begitu, siapa kau sebenarnya?”  

Mo Tian menghela nafas, mencoba menenangkan dirinya. “Namaku Mo Tian. Aku berasal dari sebuah desa kecil di lembah yang baru saja dihancurkan oleh orang-orang yang tidak kuketahui, tapi ada yang bilang kalau mereka adalah Sekte Langit Berdarah.”  

Mendengar itu, wajah wanita itu melunak sedikit, namun ia tetap waspada. “Aku Liu Qingxue,” katanya singkat. “Aku seorang pemburu hadiah.”

Setelah ketegangan mereda, sekarang sudah mulai gelap, keduanya duduk di dekat api unggun kecil yang dibuat Liu Qingxue. Cahaya api menerangi wajah mereka, menciptakan bayangan samar di pepohonan sekitar.  

“Apa yang kau tahu tentang Sekte Langit Berdarah?” tanya Mo Tian, memecah kesunyian.  

Liu Qingxue menghela nafas panjang. “Mereka adalah sekte jahat yang terkenal di dunia persilatan. Mereka membantai desa-desa kecil, menculik anak-anak, dan merampas sumber daya. Aku kehilangan keluargaku karena mereka.”  

Mo Tian terdiam. Ia merasa rasa sakit Liu Qingxue mencerminkan perasaannya sendiri.  

“Mereka mengejar sesuatu,” lanjut Liu Qingxue.

“Apa yang mereka kejar?”

“Sebuah kekuatan besar yang katanya mampu mengubah tatanan dunia.”

“Tapi, mengapa mereka menghancurkan desa?”

“Darimana kau mendapatkan pedang itu?” tanya Liu Qingxue mengabaikan pertanyaan Mo Tian.

“Aku tidak tahu dari mana pedang ini datang. Tiba-tiba saja, dia muncul di tanganku saat orang tuaku dibunuh.”  

Mata Liu Qingxue menyipit. “Pedang yang muncul begitu saja? Kau pasti pembohong ulung.”  

“Aku tidak berbohong dan aku tidak tahu apa-apa,” jawab Mo Tian, suaranya melemah.

“Kemana tujuanmu?”

“Aku tidak ada tujuan pasti, hanya saja aku ingin tahu siapa diriku. Apa arti tanda ini.” Mo Tian menunjuk ke pundaknya, di mana tanda hitam berbentuk sabit bersinar samar di bawah cahaya api.  

Liu Qingxue memandang tanda itu dengan serius. “Aku pernah mendengar cerita tentang tanda lahir. Sebagian orang percaya itu adalah tanda dari dunia roh. Mungkin kau terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari sekadar dunia fana.”  

Mo Tian menatap Liu Qingxue dengan tatapan bingung, namun penuh harap. “Apa kau tahu di mana aku bisa menemukan jawaban?”  

“Ada seorang tetua di Kota Jingbei. Dia dikenal sebagai Tabib Langit. Katanya, dia tahu banyak tentang rahasia dunia ini. Cobalah kesana, kalau beruntung kau bisa bertemu dengannya.”

“Kalau tidak beruntung?”

“Kau akan mati di tangannya, karena dia tidak sembarangan menolong dan juga tidak sembarangan membunuh.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 3. Tabib Langit

    “Kalau mati itu takdir.” “Kau tetap mau ke sana?” “Iya.” Liu Qingxue hanya tersenyum melihat kegigihan Mo Tian. “Ikutlah denganku,” ajak Mo Tian akhirnya. “Aku?” “Iya.” “Kenapa harus ikut?” “Aku tidak pernah bepergian keluar desa. Kau bisa jadi penunjuk jalanku. Dan juga, selama perjalanan, siapa tahu kau bisa menemukan apa yang kau cari,” jawab Mo Tian. Setelah beberapa saat diam, Liu akhirnya setuju untuk ikut mengembara bersama Mo Tian. Di tengah perjalanan mereka keluar dari hutan, keduanya dihadang oleh sekelompok bandit bersenjata. Ada sekitar sepuluh orang, masing-masing membawa pedang atau tombak. “Serahkan barang-barang kalian, atau nyawa kalian yang jadi taruhannya!” seru salah satu bandit, pria kekar dengan bekas luka di wajahnya. Liu Qingxue melangkah maju tanpa rasa takut. “Kalian tidak tahu siapa yang kalian hadapi.” “Kami tidak peduli siapa kalian!” balas bandit itu sambil menyerang. Pertarungan pun dimulai. Liu Qingxue, dengan gerakan yang c

    Last Updated : 2024-11-22
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 4. Meninggalkan Jingbei

    “Tidak ada yang tahu pasti,” jawab Tabib Langit. “Namun, banyak yang percaya bahwa kitab itu tersembunyi di sebuah tempat bernama Gunung Kelam, tapi itu hanyalah sebuah dugaan. Sekte Langit Berdarah sudah mulai mengirim pasukan ke sana,” sambung Tabib Langit. “Gunung Kelam?” “Iya, tempat yang cukup jauh. Bahkan sangat sulit di jangkau, hampir tidak pernah ada orang yang pernah kesana. Termasuk ketua sekte Langit Berdarah.” Mo Tian merasakan ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya saat mendengar nama Gunung Kelam. Ia tidak tahu kenapa, tapi tempat itu sepertinya memiliki hubungan dengan dirinya. Tapi, dia tidak yakin. Karena sejak lahir, dia tumbuh dan besar di desa. Dia tidak pernah kemana-mana. “Kalau begitu, kita harus menghentikan Yan Wuxi sebelum dia menemukan kitab itu,” ujar Liu Qingxue dengan penuh tekad. Tabib Langit mengangguk sambil tersenyum. “Semangatmu terlalu tinggi, Anak Muda. Kalian bukan lawannya. Yan Wuxi bukan hanya pendekar sakti. Ia juga seorang manipula

    Last Updated : 2024-11-23
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 5. Sekte Awan Putih Diserang

    “Kita harus melapor ke Yan Wuxi,” ujar pria itu. “Tidak. Yan Wuxi memerintahkan kita untuk memastikan mereka tidak sampai menemukan Kitab Kematian. Kita bisa menghabisi mereka di sini, sebelum menjadi ancaman.” Wanita itu mengangguk, dan keduanya mulai bergerak perlahan, mendekati Mo Tian dan Liu Qingxue yang sedang beristirahat. “Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus memancing masalah seperti tadi,” ujar Mo Tian sambil meregangkan tubuhnya. “Masalah adalah bagian dari hidup, anak muda,” jawab Liu Qingxue dengan nada menggoda. Sebelum Mo Tian sempat membalas, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. “Ada yang tidak beres.” Baru beberapa hari dalam perjalanan, sekarang Mo Tian sudah bisa merasakan sesuatu dengan instingnya. Dan ternyata bukan hanya Mo Tian, melainkan Liu Qingxue juga merasakan hal yang sama. “Kita sedang diawasi,” bisiknya. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Mo Tian. “Perjalanan ini akan seru,” kekeh Liu Qingxue. Sebelum mereka sempat berge

    Last Updated : 2024-11-25
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 6. Kitab yang Hilang

    “Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus m

    Last Updated : 2024-12-12
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

    Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.Tangisan para murid dan tetu

    Last Updated : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 8. Menantang Yan Wuxi

    Di tepi sungai yang tenang, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar pada pohon besar. Meski malam sudah larut, keduanya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran mereka terus dipenuhi dengan pesan dari pendekar Sekte Langit Berdarah. Benteng Langit Merah—nama itu tidak asing bagi Liu Qingxue.“Benteng Langit Merah...” gumam Liu Qingxue sambil memandang air sungai yang mengalir perlahan. “Itu bukan tempat biasa, Mo Tian. Banyak pendekar hebat yang kehilangan nyawa di sana. Tempat itu lebih mirip arena pembantaian daripada pertandingan.”Mo Tian menatapnya penuh perhatian. “Aku mendengar tempat itu adalah arena duel yang terkenal di kalangan pendekar. Tapi apa yang membuatnya begitu berbahaya?”“Di sana, tidak ada duel biasa,” jelas Liu Qingxue. “Setiap pertarungan adalah pertaruhan hidup dan mati. Yang kalah harus menyerahkan nyawanya. Yan Wuxi pasti tahu itu, dan dia sengaja mengarahkan kita ke sana. Ini jebakan.”Mo Tian merenung sejenak. “Kalau begitu, mengapa dia mengarahkan kita ke san

    Last Updated : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 9. Benteng Langit Merah

    Arena Benteng Langit Merah menggema oleh sorakan penonton. Suara dering senjata yang bertemu memekakkan telinga. Mo Tian, yang berada di tengah arena, sudah kehabisan tenaga setelah menghadapi tiga lawan berturut-turut. Keringat bercucuran di wajahnya, dan luka di lengan kirinya membuat gerakannya melambat.Lawan terakhirnya adalah seorang pendekar berbaju merah dengan dua pedang pendek. Gerakan pria itu lincah, serangannya cepat dan tak kenal ampun. Meski Mo Tian mencoba bertahan, setiap detik memperlihatkan bahwa ia semakin terdesak.Liu Qingxue, yang berdiri di antara penonton, mencengkram tepi lengan bajunya dengan gelisah. “Dia tidak bisa terus seperti ini... Dia bisa mati,” gumamnya, nyaris berbisik. Namun ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Peraturan arena melarang siapapun untuk turun tangan membantu.Satu serangan tajam dari pendekar berbaju merah berhasil memukul pedang Mo Tian hingga terlepas dari genggamannya. Senjata tua itu terjatuh, terpental beberapa meter ke samp

    Last Updated : 2024-12-14
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 10. Penguasa Kematian

    Udara di hutan itu semakin pekat. Liu Qingxue dan Mo Tian merasakan sesuatu yang aneh. Angin membawa aroma asing, seperti campuran ramuan pahit dan tanah basah yang terlalu lama terendam. Liu Qingxue berhenti, mengerutkan kening.“Mo Tian, kau merasakannya?” tanyanya sambil menatap sekitar.Mo Tian mengangguk, wajahnya mulai pucat. “Ada sesuatu di udara ini. Aku merasa berat… seperti tidak bisa bernapas dengan benar.”Langkah mereka melambat. Kepala Mo Tian mulai terasa ringan, sementara Liu Qingxue merasakan pusing yang tak tertahankan. Pandangan mereka kabur, dan tubuh mereka seperti kehilangan tenaga.“Kita harus keluar dari sini,” kata Liu Qingxue dengan nada tegas. Ia meraih lengan Mo Tian, berusaha menariknya untuk kembali ke jalur sebelumnya. Namun, langkah mereka terhenti oleh suara dingin dari balik kabut.“Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”Dari balik bayangan pepohonan, seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, h

    Last Updated : 2024-12-15

Latest chapter

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 92. Kehancuran Buku Kematian

    Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 91. Tempat yang Salah

    Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 90. Menjadi Dewa Kematian

    ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 89. Buku Kematian Harus Ada Pemilik

    Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 88. Darah atau Jiwa?

    “Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 87. Gunung Jiwa Abadi

    Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 86. Pemilik Jiwa

    “Kau adalah aku, Mo Tian!”Namun, sebelum tangannya bisa menyentuhnya, sebuah energi gelap meledak dari buku itu!DORR!!!Mo Tian, pria itu, Liu Qingxue, dan Fang Zhi semuanya terpental ke belakang akibat kekuatan yang tiba-tiba muncul. Angin kencang berputar di sekitar mereka, menciptakan pusaran bayangan yang menelan cahaya di sekitarnya.Pria yang mengaku sebagai Dewa Kematian tergelincir di tanah, namun dengan cepat ia kembali berdiri, matanya bersinar tajam."Tampaknya buku itu sudah memilih pemiliknya yang baru..." katanya dengan nada tajam. "Tapi itu bukan berarti kau bisa mengendalikannya tanpa aku, Mo Tian."Mo Tian merasa dadanya sesak, tangannya masih erat menggenggam buku itu.Dari dalam buku, suara berbisik mulai terdengar."Kau adalah pemilikku, karena kau adalah aku... Kau adalah penguasa kematian... Terimalah takdirmu, Mo Tian..."Mo Tian menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, suara dari buku itu semakin kuat. Gambaran aneh muncul di pikirannya—bayangan h

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 85. Dewa Kematian

    Langit mulai memerah saat Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah keluar dari Kuil Seribu Bayangan. Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan embusan angin pegunungan. Mereka tidak punya waktu untuk beristirahat lebih lama. Gunung Jiwa Abadi menunggu mereka."Kita harus segera berangkat," kata Fang Zhi, suaranya tegas meskipun ada sedikit nada kelelahan di dalamnya. "Semakin lama kita menunda, semakin besar risiko Mo Tian kehilangan kendali."Mo Tian mengangguk meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Sejak insiden di kuil, dia terus merasakan getaran aneh dalam tubuhnya—seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam dirinya.Liu Qingxue menatapnya dengan cemas."Apa kau yakin bisa melanjutkan perjalanan?" tanyanya. "Kita bisa istirahat sebentar jika kau butuh waktu."Mo Tian menyeringai tipis."Jika kita berhenti sekarang, aku takut aku tidak akan bangun lagi."Fang Zhi memandangnya dalam-dalam, lalu akhirnya mengangguk."Baiklah. Kita pe

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 84. Buku Kematian Begitu Dekat

    Langkah kaki mereka bergema di lorong-lorong gelap Kuil Seribu Bayangan.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi bergerak dengan hati-hati, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi ukiran-ukiran kuno di dinding. Meski mereka sudah berhasil mengambil Buku Kematian, perasaan tidak nyaman masih menyelimuti mereka.Mo Tian menatap buku itu dengan waspada. Meski terlihat seperti buku kosong dimata Liu Qingxue dan Fang Zhi, bahkan untuknya saat ini. Tapi dia yakin kalau itu memanglah buku kematian yang mereka cari. Dan siapa yang menyangka, perjalanan yang mereka tempuh sudah begitu banyak, buku itu ternyata selalu membersamainya, buku itu bersemayam di dalam pedang Langit Membawa milik Mo Tian.Mo Tian menggenggam erat buku itu, matanya tajam menatap ke depan. Liu Qingxue dan Fang Zhi berjalan di sisinya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Fang Zhi meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada serius,"Mo Tian, kau harus tetap fokus. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikanmu."Mo Tian mengerut

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status