Beranda / Fantasi / JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR / Bab 4. Meninggalkan Jingbei

Share

Bab 4. Meninggalkan Jingbei

Penulis: Aray Fu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 20:00:24

“Tidak ada yang tahu pasti,” jawab Tabib Langit.

“Namun, banyak yang percaya bahwa kitab itu tersembunyi di sebuah tempat bernama Gunung Kelam, tapi itu hanyalah sebuah dugaan. Sekte Langit Berdarah sudah mulai mengirim pasukan ke sana,” sambung Tabib Langit.

“Gunung Kelam?”

“Iya, tempat yang cukup jauh. Bahkan sangat sulit di jangkau, hampir tidak pernah ada orang yang pernah kesana. Termasuk ketua sekte Langit Berdarah.”

Mo Tian merasakan ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya saat mendengar nama Gunung Kelam. Ia tidak tahu kenapa, tapi tempat itu sepertinya memiliki hubungan dengan dirinya.

Tapi, dia tidak yakin. Karena sejak lahir, dia tumbuh dan besar di desa. Dia tidak pernah kemana-mana.

“Kalau begitu, kita harus menghentikan Yan Wuxi sebelum dia menemukan kitab itu,” ujar Liu Qingxue dengan penuh tekad.

Tabib Langit mengangguk sambil tersenyum. “Semangatmu terlalu tinggi, Anak Muda. Kalian bukan lawannya. Yan Wuxi bukan hanya pendekar sakti. Ia juga seorang manipulator ulung. Ia akan menggunakan kelemahan kalian untuk membunuh kalian.”

“Sebaiknya, kembali lah ke asal kalian. Hiduplah yang damai, dan jangan mencari masalah dengan Yan Wuxi,” lanjutnya.

Mo Tian mengepalkan tangannya. “Aku tidak peduli seberapa kuat dia. Jika dia adalah alasan desa dan keluargaku hancur, aku akan menghentikannya.”

Tabib Langit tersenyum tipis. “Semangatmu adalah kekuatanmu, tapi juga bisa menjadi kehancuranmu. Jangan biarkan kebencian menguasaimu.”

Setelah mendapatkan informasi dari Tabib Langit, Mo Tian dan Liu Qingxue memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju Gunung Kelam.

“Apakah kita bisa kesana?” tanya Mo Tian ragu.

“Pendekar sejati tidak pernah ragu,” jawab Liu Qingxue.

Mo Tian tidak bisa berhenti memikirkan apa yang dikatakan Tabib Langit. Jawaban tentang dirinya mungkin ada di Gunung Kelam, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan ancaman dari Yan Wuxi dan Sekte Langit Berdarah.

“Apakah kau yakin ingin melanjutkan perjalanan ini?” tanya Liu Qingxue saat mereka meninggalkan kota Jingbei.

Mo Tian mengangguk. “Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus tahu kebenarannya.”

Liu Qingxue tersenyum tipis. “Kalau begitu, kita harus bersiap untuk apa pun yang akan datang. Ini bukan hanya tentang menemukan jawaban, tapi juga tentang bertahan hidup.”

“Baiklah, apakah sekarang kita adalah teman?”

“Ya bisa dibilang begitu.”

Mo Tian dan Liu Qingxue berjalan meninggalkan kuil Tabib Langit dengan semangat membara.

Informasi yang mereka dapatkan dari Tabib Langit tentang Sekte Langit Berdarah dan Kitab Kematian menjadi tujuan baru mereka.

Sebelum memulai perjalanan, mereka memutuskan untuk kembali ke pusat Kota Jingbei untuk menikmati waktu sejenak.

Liu Qingxue mengajak Mo Tian duduk di sebuah kedai kecil di pinggir jalan, tempat mereka bisa melihat keramaian kota sambil menikmati semangkuk sup hangat.

“Kau tahu, kota ini penuh dengan cerita. Dari pedagang kaya hingga pengemis miskin, semuanya punya rahasia,” ujar Liu Qingxue sambil meniup supnya.

Mo Tian, yang masih memikirkan tanda sabit hitam di pundaknya, hanya mengangguk sambil menghirup supnya. Namun, suasana damai mereka segera terganggu.

Sekelompok orang dengan wajah kasar dan sikap arogan memasuki kedai. Mereka mengenakan pakaian lusuh, tapi pedang yang tergantung di pinggang mereka menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar preman biasa.

Salah satu dari mereka, pria besar dengan kepala botak, melangkah maju dan berteriak, “Semua orang! Tinggalkan tempat ini sekarang, atau kami akan menghancurkannya bersama kalian!”

Para pelanggan di kedai langsung panik dan berhamburan keluar. Pemilik kedai, seorang lelaki tua, hanya bisa gemetar sambil memohon, “Tolong, jangan hancurkan kedai saya! Ini satu-satunya sumber penghidupan saya!”

Liu Qingxue mengerutkan kening. Ia tidak suka melihat orang lemah ditindas. “Orang-orang seperti ini benar-benar menyebalkan,” gumamnya sambil meletakkan mangkuk supnya dengan kasar.

“Jangan ikut campur,” bisik Mo Tian, merasa bahwa menghadapi sekelompok preman di tempat umum bukanlah ide bagus.

Liu Qingxue tidak peduli. Ia berdiri dengan santai dan menatap pria botak itu. “Hei, kau! Tidak ada orang yang ingin mendengar teriakanmu. Pergi sebelum aku membuatmu diam!”

“Hahaha.”

Para preman itu tertawa terbahak-bahak. “Lihat, seorang wanita kecil mencoba menjadi pahlawan!”

“Jangan menyesal!” ujar Liu Qingxue sambil mencabut pedangnya.

Pertarungan pun terjadi. Liu Qingxue menyerang dengan kecepatan luar biasa, membuat beberapa preman kewalahan. Namun, jumlah mereka terlalu banyak, dan mereka mulai mengeroyoknya. Salah satu preman berhasil menangkis serangannya, sementara yang lain melancarkan pukulan yang hampir mengenainya.

Melihat Liu Qingxue mulai terdesak, Mo Tian menghela nafas. “Kenapa kita selalu harus terlibat masalah?” gumamnya sebelum melompat ke tengah pertempuran.

Dengan insting misteriusnya, ia berhasil menangkis beberapa serangan dan membuat para preman mundur sejenak.

Ternyata para preman itu bukan lawan sembarangan. Mereka mulai menggunakan teknik-teknik bela diri yang terlatih, memaksa Liu Qingxue dan Mo Tian untuk mundur.

“Ayo! Kita harus pergi!” teriak Liu Qingxue sambil menarik tangan Mo Tian.

“Apa? Kenapa?!”

“Tidak ada waktu untuk menjelaskan!”

Dengan gesit, Liu Qingxue membawa Mo Tian keluar dari kedai. Keduanya berlari melewati gang-gang sempit di kota Jingbei, mencoba menghindari pengejaran. Meski terengah-engah, Liu Qingxue tertawa kecil.

“Apa yang kau tertawakan?” tanya Mo Tian kesal.

Liu Qingxue membuka telapak tangannya, memperlihatkan beberapa kantong uang kecil. “Aku berhasil mengambil ini dari mereka.”

Mo Tian terdiam sejenak, lalu ikut tertawa. “Kau benar-benar tidak tahu malu!”

“Lebih baik uang mereka digunakan untuk sesuatu yang berguna dalam perjalanan kita,” jawab Liu Qingxue dengan santai.

Mereka akhirnya tiba di ujung Kota Jingbei, tepat di perbatasan menuju pedesaan. Liu Qingxue dan Mo Tian duduk di bawah pohon besar untuk beristirahat sejenak.

Tanpa mereka sadari, dua bayangan telah mengawasi mereka sejak mereka keluar dari kuil Tabib Langit.

“Kau yakin mereka adalah orang yang kita cari?” bisik salah satu dari bayangan itu, seorang pria berjubah gelap dengan pedang panjang di punggungnya.

“Tidak ada keraguan,” jawab yang satunya lagi, wanita dengan rambut panjang terurai dan mata tajam seperti elang.

“Tanda di pundak anak itu adalah bukti. Dan wanita yang bersamanya dia terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misterius
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 5. Sekte Awan Putih Diserang

    “Kita harus melapor ke Yan Wuxi,” ujar pria itu. “Tidak. Yan Wuxi memerintahkan kita untuk memastikan mereka tidak sampai menemukan Kitab Kematian. Kita bisa menghabisi mereka di sini, sebelum menjadi ancaman.” Wanita itu mengangguk, dan keduanya mulai bergerak perlahan, mendekati Mo Tian dan Liu Qingxue yang sedang beristirahat. “Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus memancing masalah seperti tadi,” ujar Mo Tian sambil meregangkan tubuhnya. “Masalah adalah bagian dari hidup, anak muda,” jawab Liu Qingxue dengan nada menggoda. Sebelum Mo Tian sempat membalas, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. “Ada yang tidak beres.” Baru beberapa hari dalam perjalanan, sekarang Mo Tian sudah bisa merasakan sesuatu dengan instingnya. Dan ternyata bukan hanya Mo Tian, melainkan Liu Qingxue juga merasakan hal yang sama. “Kita sedang diawasi,” bisiknya. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Mo Tian. “Perjalanan ini akan seru,” kekeh Liu Qingxue. Sebelum mereka sempat berge

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 6. Kitab yang Hilang

    “Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

    Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.Tangisan para murid dan tetu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 8. Menantang Yan Wuxi

    Di tepi sungai yang tenang, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar pada pohon besar. Meski malam sudah larut, keduanya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran mereka terus dipenuhi dengan pesan dari pendekar Sekte Langit Berdarah. Benteng Langit Merah—nama itu tidak asing bagi Liu Qingxue.“Benteng Langit Merah...” gumam Liu Qingxue sambil memandang air sungai yang mengalir perlahan. “Itu bukan tempat biasa, Mo Tian. Banyak pendekar hebat yang kehilangan nyawa di sana. Tempat itu lebih mirip arena pembantaian daripada pertandingan.”Mo Tian menatapnya penuh perhatian. “Aku mendengar tempat itu adalah arena duel yang terkenal di kalangan pendekar. Tapi apa yang membuatnya begitu berbahaya?”“Di sana, tidak ada duel biasa,” jelas Liu Qingxue. “Setiap pertarungan adalah pertaruhan hidup dan mati. Yang kalah harus menyerahkan nyawanya. Yan Wuxi pasti tahu itu, dan dia sengaja mengarahkan kita ke sana. Ini jebakan.”Mo Tian merenung sejenak. “Kalau begitu, mengapa dia mengarahkan kita ke san

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 9. Benteng Langit Merah

    Arena Benteng Langit Merah menggema oleh sorakan penonton. Suara dering senjata yang bertemu memekakkan telinga. Mo Tian, yang berada di tengah arena, sudah kehabisan tenaga setelah menghadapi tiga lawan berturut-turut. Keringat bercucuran di wajahnya, dan luka di lengan kirinya membuat gerakannya melambat.Lawan terakhirnya adalah seorang pendekar berbaju merah dengan dua pedang pendek. Gerakan pria itu lincah, serangannya cepat dan tak kenal ampun. Meski Mo Tian mencoba bertahan, setiap detik memperlihatkan bahwa ia semakin terdesak.Liu Qingxue, yang berdiri di antara penonton, mencengkram tepi lengan bajunya dengan gelisah. “Dia tidak bisa terus seperti ini... Dia bisa mati,” gumamnya, nyaris berbisik. Namun ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Peraturan arena melarang siapapun untuk turun tangan membantu.Satu serangan tajam dari pendekar berbaju merah berhasil memukul pedang Mo Tian hingga terlepas dari genggamannya. Senjata tua itu terjatuh, terpental beberapa meter ke samp

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 10. Penguasa Kematian

    Udara di hutan itu semakin pekat. Liu Qingxue dan Mo Tian merasakan sesuatu yang aneh. Angin membawa aroma asing, seperti campuran ramuan pahit dan tanah basah yang terlalu lama terendam. Liu Qingxue berhenti, mengerutkan kening.“Mo Tian, kau merasakannya?” tanyanya sambil menatap sekitar.Mo Tian mengangguk, wajahnya mulai pucat. “Ada sesuatu di udara ini. Aku merasa berat… seperti tidak bisa bernapas dengan benar.”Langkah mereka melambat. Kepala Mo Tian mulai terasa ringan, sementara Liu Qingxue merasakan pusing yang tak tertahankan. Pandangan mereka kabur, dan tubuh mereka seperti kehilangan tenaga.“Kita harus keluar dari sini,” kata Liu Qingxue dengan nada tegas. Ia meraih lengan Mo Tian, berusaha menariknya untuk kembali ke jalur sebelumnya. Namun, langkah mereka terhenti oleh suara dingin dari balik kabut.“Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”Dari balik bayangan pepohonan, seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 11. Kristal Inti Energi

    Sebelum Mo Tian bisa mencerna apa yang baru saja ia dengar, suara langkah kaki dari luar lorong menggema, diikuti oleh suara senjata yang dihunus.Pria berpakaian hitam itu segera memandang ke arah lorong dengan ekspresi tegang. “Mereka datang.”“Siapa?” tanya Liu Qingxue.Belum sempat pertanyaan Liu Qingxue mendapat jawaban, suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong gelap gua, semakin dekat dengan aula tempat mereka berdiri. Ketegangan melingkupi ruangan ketika pria berpakaian hitam, yang telah membawa Mo Tian dan Liu Qingxue ke tempat ini, berdiri dengan tongkat kayunya di tangan.“Bersiaplah,” katanya dengan suara rendah. “Mereka tidak akan menunjukkan belas kasihan.”Liu Qingxue meraih pedangnya, meskipun tangannya masih gemetar akibat racun yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya. Sementara itu, Mo Tian memegang erat pedang tua miliknya. Meski tubuhnya lemah, ada sesuatu yang aneh—pedang itu terasa semakin berat, seolah-olah sedang menyerap kekuatan dari dalam dirinya.T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 12. Perjalanan Menuju Gunung Langit

    Liu Qingxue mendengus. “Kebohongan yang buruk.”Pertempuran kembali pecah. Meski dalam keadaan lemah, Mo Tian dan Liu Qingxue bertarung dengan sekuat tenaga. Pedang tua Mo Tian mengeluarkan cahaya gelap yang mematikan, melukai beberapa lawan dengan hanya satu ayunan. Sementara itu, Liu Qingxue menggunakan kelincahan dan kecerdasannya untuk mengatasi musuh.Namun, mereka jelas kalah jumlah.Ketika keadaan semakin mendesak, kristal yang dibawa Mo Tian tiba-tiba memancarkan cahaya yang lebih terang. Cahaya itu membuat para pendekar Sekte Langit Berdarah mundur dengan wajah ketakutan.“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue, melindungi matanya dari kilauan cahaya itu.Kristal itu mulai bergetar di tangan Mo Tian, seolah-olah bereaksi terhadap bahaya. Dalam sekejap, cahaya merah itu meledak, menciptakan gelombang energi yang menghantam semua orang di sekitarnya. Para pendekar Sekte Langit Berdarah terpental jauh, beberapa dari mereka tidak bangun lagi.Mo Tian dan Liu Qingxue terjatuh ke tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17

Bab terbaru

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 92. Kehancuran Buku Kematian

    Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 91. Tempat yang Salah

    Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 90. Menjadi Dewa Kematian

    ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 89. Buku Kematian Harus Ada Pemilik

    Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 88. Darah atau Jiwa?

    “Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 87. Gunung Jiwa Abadi

    Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 86. Pemilik Jiwa

    “Kau adalah aku, Mo Tian!”Namun, sebelum tangannya bisa menyentuhnya, sebuah energi gelap meledak dari buku itu!DORR!!!Mo Tian, pria itu, Liu Qingxue, dan Fang Zhi semuanya terpental ke belakang akibat kekuatan yang tiba-tiba muncul. Angin kencang berputar di sekitar mereka, menciptakan pusaran bayangan yang menelan cahaya di sekitarnya.Pria yang mengaku sebagai Dewa Kematian tergelincir di tanah, namun dengan cepat ia kembali berdiri, matanya bersinar tajam."Tampaknya buku itu sudah memilih pemiliknya yang baru..." katanya dengan nada tajam. "Tapi itu bukan berarti kau bisa mengendalikannya tanpa aku, Mo Tian."Mo Tian merasa dadanya sesak, tangannya masih erat menggenggam buku itu.Dari dalam buku, suara berbisik mulai terdengar."Kau adalah pemilikku, karena kau adalah aku... Kau adalah penguasa kematian... Terimalah takdirmu, Mo Tian..."Mo Tian menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, suara dari buku itu semakin kuat. Gambaran aneh muncul di pikirannya—bayangan h

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 85. Dewa Kematian

    Langit mulai memerah saat Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah keluar dari Kuil Seribu Bayangan. Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan embusan angin pegunungan. Mereka tidak punya waktu untuk beristirahat lebih lama. Gunung Jiwa Abadi menunggu mereka."Kita harus segera berangkat," kata Fang Zhi, suaranya tegas meskipun ada sedikit nada kelelahan di dalamnya. "Semakin lama kita menunda, semakin besar risiko Mo Tian kehilangan kendali."Mo Tian mengangguk meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Sejak insiden di kuil, dia terus merasakan getaran aneh dalam tubuhnya—seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam dirinya.Liu Qingxue menatapnya dengan cemas."Apa kau yakin bisa melanjutkan perjalanan?" tanyanya. "Kita bisa istirahat sebentar jika kau butuh waktu."Mo Tian menyeringai tipis."Jika kita berhenti sekarang, aku takut aku tidak akan bangun lagi."Fang Zhi memandangnya dalam-dalam, lalu akhirnya mengangguk."Baiklah. Kita pe

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 84. Buku Kematian Begitu Dekat

    Langkah kaki mereka bergema di lorong-lorong gelap Kuil Seribu Bayangan.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi bergerak dengan hati-hati, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi ukiran-ukiran kuno di dinding. Meski mereka sudah berhasil mengambil Buku Kematian, perasaan tidak nyaman masih menyelimuti mereka.Mo Tian menatap buku itu dengan waspada. Meski terlihat seperti buku kosong dimata Liu Qingxue dan Fang Zhi, bahkan untuknya saat ini. Tapi dia yakin kalau itu memanglah buku kematian yang mereka cari. Dan siapa yang menyangka, perjalanan yang mereka tempuh sudah begitu banyak, buku itu ternyata selalu membersamainya, buku itu bersemayam di dalam pedang Langit Membawa milik Mo Tian.Mo Tian menggenggam erat buku itu, matanya tajam menatap ke depan. Liu Qingxue dan Fang Zhi berjalan di sisinya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Fang Zhi meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada serius,"Mo Tian, kau harus tetap fokus. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikanmu."Mo Tian mengerut

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status