Share

Bab 3. Tabib Langit

Author: Aray Fu
last update Last Updated: 2024-11-22 17:13:30

“Kalau mati itu takdir.”

“Kau tetap mau ke sana?”

“Iya.”

Liu Qingxue hanya tersenyum melihat kegigihan Mo Tian.

“Ikutlah denganku,” ajak Mo Tian akhirnya.

“Aku?”

“Iya.”

“Kenapa harus ikut?”

“Aku tidak pernah bepergian keluar desa. Kau bisa jadi penunjuk jalanku. Dan juga, selama perjalanan, siapa tahu kau bisa menemukan apa yang kau cari,” jawab Mo Tian.

Setelah beberapa saat diam, Liu akhirnya setuju untuk ikut mengembara bersama Mo Tian.

Di tengah perjalanan mereka keluar dari hutan, keduanya dihadang oleh sekelompok bandit bersenjata. Ada sekitar sepuluh orang, masing-masing membawa pedang atau tombak.

“Serahkan barang-barang kalian, atau nyawa kalian yang jadi taruhannya!” seru salah satu bandit, pria kekar dengan bekas luka di wajahnya.

Liu Qingxue melangkah maju tanpa rasa takut. “Kalian tidak tahu siapa yang kalian hadapi.”

“Kami tidak peduli siapa kalian!” balas bandit itu sambil menyerang.

Pertarungan pun dimulai. Liu Qingxue, dengan gerakan yang cepat dan mematikan, melawan bandit-bandit itu tanpa ragu. Pedangnya menari di udara, setiap tebasannya akurat dan mematikan.

Sementara itu, Mo Tian kembali merasa tubuhnya bergerak dengan insting yang tidak ia pahami. Pedang tua di tangannya berkilauan meski terlihat berkarat. Setiap kali ia menyerang, bandit-bandit itu mundur dengan wajah ketakutan.

“Ada apa dengan anak ini?” teriak salah satu bandit sebelum ia terjatuh.

Dalam waktu singkat, bandit-bandit itu berhasil dikalahkan. Beberapa melarikan diri, meninggalkan rekan-rekan mereka yang tergeletak tak bernyawa di tanah.

“Tidak buruk,” ujar Liu Qingxue sambil membersihkan pedangnya.

Mo Tian terdiam, menatap pedang di tangannya yang kini bersih tanpa noda darah, meski ia yakin tadi telah menggunakannya untuk melawan.

“Sepertinya kau harus belajar mengendalikan kekuatanmu,” ujar Liu Qingxue. “Kalau tidak, suatu hari kekuatan itu bisa menghancurkanmu.”

Mo Tian mengangguk pelan, menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya untuk mencari jawaban, tapi juga untuk memahami kekuatan misterius dalam dirinya. “Apakah ini takdirku? Siapa aku sebenarnya?”

Hutan Luanyang hanyalah awal dari perjalanan panjang yang penuh tantangan bagi Mo Tian dan Liu Qingxue.

Satu minggu berlalu dengan berbagai rintangan yang tak terduga. Mereka melewati lembah curam, melintasi sungai deras, dan menghadapi ancaman dari hewan liar maupun manusia. Namun, di balik semua itu, mereka mulai saling memahami, meski hubungan mereka masih diwarnai saling mencurigai.

Suatu pagi yang dingin, mereka dikejar oleh kelompok pemburu bayaran yang mengira Mo Tian adalah buronan dengan hadiah besar di kepalanya. Dengan keterampilan bela diri Liu Qingxue dan kekuatan misterius yang dimiliki Mo Tian, mereka berhasil lolos meski dengan luka ringan di tubuh.

“Apa setiap hari akan selalu seperti ini?” keluh Mo Tian sambil merobek kain bajunya untuk membalut luka di lengannya.

“Kalau kau ingin hidup damai, sebaiknya kembali ke desa yang sudah hancur itu,” sindir Liu Qingxue.

“Kau mengejekku?” tanya Mo Tian tersinggung.

“Hanya mengatakan yang harus aku katakan. Kalau kau ingin tahu siapa dirimu sebenarnya, bersiaplah menghadapi lebih banyak kekacauan.”

“Sombong! Seolah-olah kau punya begitu banyak pengalaman.”

“Nyatanya begitu, anak muda.”

Mo Tian hanya mendengus, tapi diam-diam ia kagum pada ketangguhan Liu Qingxue. Wanita itu seperti tidak pernah kehabisan energi, meskipun sudah bertarung berulang kali.

Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya mereka tiba di Kota Jingbei.

“Wah, kota ini begitu bagus.”

Kota ini jauh lebih besar daripada yang pernah Mo Tian bayangkan. Jalanan ramai dengan pedagang yang menawarkan barang dagangan, kereta kuda yang berlalu-lalang, dan suara hiruk-pikuk para pedagang dan pembeli yang memenuhi udara.

“Tabib Langit tinggal di bagian utara kota, di sebuah kuil kecil di atas bukit,” ujar Liu Qingxue sambil mengamati peta kasar yang ia ambil dari salah satu pemburu bayaran yang mereka kalahkan.

“Kau pernah ke sana?”

“Tidak.”

Keduanya tertawa saat berjalan ke utara dengan percaya diri setelah menghabiskan satu mangkuk sup.

Namun, ketika mereka mencapai kuil itu, perjalanan mereka tidak semudah yang dibayangkan. Dua pendekar berjubah hitam berdiri di gerbang kuil. Aura mereka memancarkan kekuatan besar, membuat Mo Tian merasa kecil di hadapan mereka.

“Siapa kalian?” tanya salah satu pendekar dengan nada mengintimidasi.

“Kami ingin bertemu dengan Tabib Langit,” jawab Liu Qingxue dengan tegas.

Pendekar itu mendengus. “Apa yang membawa kalian kemari?”

“Ada hal yang penting,” jawab Mo Tian.

“Buktikan!”

Liu Qingxue melirik Mo Tian dan menghela napas. “Tentu saja ada syaratnya.”

Kedua pendekar itu langsung menyerang tanpa peringatan. Pertarungan berlangsung sengit. Liu Qingxue menghadapi salah satu pendekar, sementara Mo Tian harus melawan yang satunya lagi.

Pendekar-pendekar itu tidak hanya cepat dan kuat, tapi juga terlatih dalam ilmu pedang tingkat tinggi. Liu Qingxue berjuang keras untuk menandingi lawannya, menggunakan kelincahan dan teknik yang presisi. Sementara itu, Mo Tian berjuang mengendalikan kekuatan misterius dalam dirinya.

Di tengah pertarungan, tanda sabit hitam di pundaknya mulai bersinar samar. Tubuh Mo Tian terasa ringan, dan gerakannya menjadi lebih cepat. Dengan satu tebasan pedangnya, ia berhasil mematahkan pertahanan lawannya dan membuatnya tersungkur.

Liu Qingxue, meski kelelahan, akhirnya mampu mengalahkan lawannya dengan sebuah serangan balik yang cerdik.

“Cukup,” salah satu pendekar itu berkata sambil memegangi luka di lengannya. “Ikuti kami.”

Kuil Tabib Langit dipenuhi aroma dupa dan herbal. Seorang pria tua berjanggut panjang duduk di atas tikar bambu, matanya terpejam seolah-olah sedang bermeditasi.

“Apa yang membawa kalian ke tempat ini?” tanya Tabib Langit tanpa membuka matanya.

Mo Tian maju selangkah. “Aku mencari jawaban, Tabib. Tentang tanda di pundakku, tentang siapa diriku sebenarnya.”

Tabib Langit membuka matanya dan mengamati tanda sabit hitam di pundak Mo Tian. Ia mengerutkan kening, lalu menutup matanya kembali.

“Aku tidak bisa memberimu jawaban,” ujar Tabib Langit akhirnya.

“Kenapa?”

“Tanda itu adalah bagian dari takdirmu. Jawabannya tidak akan datang dariku, melainkan dari perjalanan panjangmu sendiri,” jawabnya.

Mo Tian merasa kecewa, namun ia tidak bisa memaksa. “Apakah Tuan tahu apa pun yang bisa membantuku?”

Tabib Langit mengangguk pelan. “Aku tidak tahu asal usul tanda itu, tapi yang aku tahu bahwa ada kekuatan besar yang sedang bergerak di dunia ini. Dan aku yakin, kau akan menjadi bagian dari pertarungan itu.”

Liu Qingxue, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kami juga ingin tahu lebih banyak tentang Sekte Langit Berdarah.”

Mata Tabib Langit menyipit menatap ke arah Liu, kemudian tertawa. “Sekte Langit Berdarah dipimpin oleh Yan Wuxi, seorang pendekar sakti yang sangat berbahaya. Untuk apa kau ingin tahu, anak muda?”

“Untuk menghancurkannya,” jawab Liu dengan percaya diri.

“Dia sedang mencari Kitab Kematian, sebuah kitab legendaris yang konon menyimpan rahasia tentang kehidupan dan kematian.”

“Kitab Kematian?” Mo Tian mengulang dengan rasa penasaran.

Tabib Langit mengangguk. “Kitab itu diciptakan oleh seorang pendekar dari zaman kuno yang dikenal sebagai Penguasa Kematian. Kitab itu dikatakan memiliki kekuatan untuk mengendalikan jiwa dan membangkitkan mereka yang sudah mati. Jika Yan Wuxi berhasil mendapatkannya, dunia ini akan berada dalam bahaya besar.”

“Di mana kitab itu sekarang?” tanya Liu Qingxue.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 4. Meninggalkan Jingbei

    “Tidak ada yang tahu pasti,” jawab Tabib Langit. “Namun, banyak yang percaya bahwa kitab itu tersembunyi di sebuah tempat bernama Gunung Kelam, tapi itu hanyalah sebuah dugaan. Sekte Langit Berdarah sudah mulai mengirim pasukan ke sana,” sambung Tabib Langit. “Gunung Kelam?” “Iya, tempat yang cukup jauh. Bahkan sangat sulit di jangkau, hampir tidak pernah ada orang yang pernah kesana. Termasuk ketua sekte Langit Berdarah.” Mo Tian merasakan ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya saat mendengar nama Gunung Kelam. Ia tidak tahu kenapa, tapi tempat itu sepertinya memiliki hubungan dengan dirinya. Tapi, dia tidak yakin. Karena sejak lahir, dia tumbuh dan besar di desa. Dia tidak pernah kemana-mana. “Kalau begitu, kita harus menghentikan Yan Wuxi sebelum dia menemukan kitab itu,” ujar Liu Qingxue dengan penuh tekad. Tabib Langit mengangguk sambil tersenyum. “Semangatmu terlalu tinggi, Anak Muda. Kalian bukan lawannya. Yan Wuxi bukan hanya pendekar sakti. Ia juga seorang manipula

    Last Updated : 2024-11-23
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 5. Sekte Awan Putih Diserang

    “Kita harus melapor ke Yan Wuxi,” ujar pria itu. “Tidak. Yan Wuxi memerintahkan kita untuk memastikan mereka tidak sampai menemukan Kitab Kematian. Kita bisa menghabisi mereka di sini, sebelum menjadi ancaman.” Wanita itu mengangguk, dan keduanya mulai bergerak perlahan, mendekati Mo Tian dan Liu Qingxue yang sedang beristirahat. “Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus memancing masalah seperti tadi,” ujar Mo Tian sambil meregangkan tubuhnya. “Masalah adalah bagian dari hidup, anak muda,” jawab Liu Qingxue dengan nada menggoda. Sebelum Mo Tian sempat membalas, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. “Ada yang tidak beres.” Baru beberapa hari dalam perjalanan, sekarang Mo Tian sudah bisa merasakan sesuatu dengan instingnya. Dan ternyata bukan hanya Mo Tian, melainkan Liu Qingxue juga merasakan hal yang sama. “Kita sedang diawasi,” bisiknya. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Mo Tian. “Perjalanan ini akan seru,” kekeh Liu Qingxue. Sebelum mereka sempat berge

    Last Updated : 2024-11-25
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 6. Kitab yang Hilang

    “Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus m

    Last Updated : 2024-12-12
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

    Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.Tangisan para murid dan tetu

    Last Updated : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 8. Menantang Yan Wuxi

    Di tepi sungai yang tenang, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar pada pohon besar. Meski malam sudah larut, keduanya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran mereka terus dipenuhi dengan pesan dari pendekar Sekte Langit Berdarah. Benteng Langit Merah—nama itu tidak asing bagi Liu Qingxue.“Benteng Langit Merah...” gumam Liu Qingxue sambil memandang air sungai yang mengalir perlahan. “Itu bukan tempat biasa, Mo Tian. Banyak pendekar hebat yang kehilangan nyawa di sana. Tempat itu lebih mirip arena pembantaian daripada pertandingan.”Mo Tian menatapnya penuh perhatian. “Aku mendengar tempat itu adalah arena duel yang terkenal di kalangan pendekar. Tapi apa yang membuatnya begitu berbahaya?”“Di sana, tidak ada duel biasa,” jelas Liu Qingxue. “Setiap pertarungan adalah pertaruhan hidup dan mati. Yang kalah harus menyerahkan nyawanya. Yan Wuxi pasti tahu itu, dan dia sengaja mengarahkan kita ke sana. Ini jebakan.”Mo Tian merenung sejenak. “Kalau begitu, mengapa dia mengarahkan kita ke san

    Last Updated : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 9. Benteng Langit Merah

    Arena Benteng Langit Merah menggema oleh sorakan penonton. Suara dering senjata yang bertemu memekakkan telinga. Mo Tian, yang berada di tengah arena, sudah kehabisan tenaga setelah menghadapi tiga lawan berturut-turut. Keringat bercucuran di wajahnya, dan luka di lengan kirinya membuat gerakannya melambat.Lawan terakhirnya adalah seorang pendekar berbaju merah dengan dua pedang pendek. Gerakan pria itu lincah, serangannya cepat dan tak kenal ampun. Meski Mo Tian mencoba bertahan, setiap detik memperlihatkan bahwa ia semakin terdesak.Liu Qingxue, yang berdiri di antara penonton, mencengkram tepi lengan bajunya dengan gelisah. “Dia tidak bisa terus seperti ini... Dia bisa mati,” gumamnya, nyaris berbisik. Namun ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Peraturan arena melarang siapapun untuk turun tangan membantu.Satu serangan tajam dari pendekar berbaju merah berhasil memukul pedang Mo Tian hingga terlepas dari genggamannya. Senjata tua itu terjatuh, terpental beberapa meter ke samp

    Last Updated : 2024-12-14
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 10. Penguasa Kematian

    Udara di hutan itu semakin pekat. Liu Qingxue dan Mo Tian merasakan sesuatu yang aneh. Angin membawa aroma asing, seperti campuran ramuan pahit dan tanah basah yang terlalu lama terendam. Liu Qingxue berhenti, mengerutkan kening.“Mo Tian, kau merasakannya?” tanyanya sambil menatap sekitar.Mo Tian mengangguk, wajahnya mulai pucat. “Ada sesuatu di udara ini. Aku merasa berat… seperti tidak bisa bernapas dengan benar.”Langkah mereka melambat. Kepala Mo Tian mulai terasa ringan, sementara Liu Qingxue merasakan pusing yang tak tertahankan. Pandangan mereka kabur, dan tubuh mereka seperti kehilangan tenaga.“Kita harus keluar dari sini,” kata Liu Qingxue dengan nada tegas. Ia meraih lengan Mo Tian, berusaha menariknya untuk kembali ke jalur sebelumnya. Namun, langkah mereka terhenti oleh suara dingin dari balik kabut.“Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”Dari balik bayangan pepohonan, seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, h

    Last Updated : 2024-12-15
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 11. Kristal Inti Energi

    Sebelum Mo Tian bisa mencerna apa yang baru saja ia dengar, suara langkah kaki dari luar lorong menggema, diikuti oleh suara senjata yang dihunus.Pria berpakaian hitam itu segera memandang ke arah lorong dengan ekspresi tegang. “Mereka datang.”“Siapa?” tanya Liu Qingxue.Belum sempat pertanyaan Liu Qingxue mendapat jawaban, suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong gelap gua, semakin dekat dengan aula tempat mereka berdiri. Ketegangan melingkupi ruangan ketika pria berpakaian hitam, yang telah membawa Mo Tian dan Liu Qingxue ke tempat ini, berdiri dengan tongkat kayunya di tangan.“Bersiaplah,” katanya dengan suara rendah. “Mereka tidak akan menunjukkan belas kasihan.”Liu Qingxue meraih pedangnya, meskipun tangannya masih gemetar akibat racun yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya. Sementara itu, Mo Tian memegang erat pedang tua miliknya. Meski tubuhnya lemah, ada sesuatu yang aneh—pedang itu terasa semakin berat, seolah-olah sedang menyerap kekuatan dari dalam dirinya.T

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 92. Kehancuran Buku Kematian

    Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 91. Tempat yang Salah

    Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 90. Menjadi Dewa Kematian

    ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 89. Buku Kematian Harus Ada Pemilik

    Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 88. Darah atau Jiwa?

    “Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 87. Gunung Jiwa Abadi

    Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 86. Pemilik Jiwa

    “Kau adalah aku, Mo Tian!”Namun, sebelum tangannya bisa menyentuhnya, sebuah energi gelap meledak dari buku itu!DORR!!!Mo Tian, pria itu, Liu Qingxue, dan Fang Zhi semuanya terpental ke belakang akibat kekuatan yang tiba-tiba muncul. Angin kencang berputar di sekitar mereka, menciptakan pusaran bayangan yang menelan cahaya di sekitarnya.Pria yang mengaku sebagai Dewa Kematian tergelincir di tanah, namun dengan cepat ia kembali berdiri, matanya bersinar tajam."Tampaknya buku itu sudah memilih pemiliknya yang baru..." katanya dengan nada tajam. "Tapi itu bukan berarti kau bisa mengendalikannya tanpa aku, Mo Tian."Mo Tian merasa dadanya sesak, tangannya masih erat menggenggam buku itu.Dari dalam buku, suara berbisik mulai terdengar."Kau adalah pemilikku, karena kau adalah aku... Kau adalah penguasa kematian... Terimalah takdirmu, Mo Tian..."Mo Tian menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, suara dari buku itu semakin kuat. Gambaran aneh muncul di pikirannya—bayangan h

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 85. Dewa Kematian

    Langit mulai memerah saat Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah keluar dari Kuil Seribu Bayangan. Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan embusan angin pegunungan. Mereka tidak punya waktu untuk beristirahat lebih lama. Gunung Jiwa Abadi menunggu mereka."Kita harus segera berangkat," kata Fang Zhi, suaranya tegas meskipun ada sedikit nada kelelahan di dalamnya. "Semakin lama kita menunda, semakin besar risiko Mo Tian kehilangan kendali."Mo Tian mengangguk meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Sejak insiden di kuil, dia terus merasakan getaran aneh dalam tubuhnya—seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam dirinya.Liu Qingxue menatapnya dengan cemas."Apa kau yakin bisa melanjutkan perjalanan?" tanyanya. "Kita bisa istirahat sebentar jika kau butuh waktu."Mo Tian menyeringai tipis."Jika kita berhenti sekarang, aku takut aku tidak akan bangun lagi."Fang Zhi memandangnya dalam-dalam, lalu akhirnya mengangguk."Baiklah. Kita pe

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 84. Buku Kematian Begitu Dekat

    Langkah kaki mereka bergema di lorong-lorong gelap Kuil Seribu Bayangan.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi bergerak dengan hati-hati, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi ukiran-ukiran kuno di dinding. Meski mereka sudah berhasil mengambil Buku Kematian, perasaan tidak nyaman masih menyelimuti mereka.Mo Tian menatap buku itu dengan waspada. Meski terlihat seperti buku kosong dimata Liu Qingxue dan Fang Zhi, bahkan untuknya saat ini. Tapi dia yakin kalau itu memanglah buku kematian yang mereka cari. Dan siapa yang menyangka, perjalanan yang mereka tempuh sudah begitu banyak, buku itu ternyata selalu membersamainya, buku itu bersemayam di dalam pedang Langit Membawa milik Mo Tian.Mo Tian menggenggam erat buku itu, matanya tajam menatap ke depan. Liu Qingxue dan Fang Zhi berjalan di sisinya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Fang Zhi meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada serius,"Mo Tian, kau harus tetap fokus. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikanmu."Mo Tian mengerut

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status