Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
“Semua manusia harus mati! Dunia fana ini tidak layak lagi dihuni!” Baaam! Seketika, dunia hancur berantakan. Manusia lari tunggang-langgang menyelamatkan diri. “Berlindung! Berlindung!” “Tidak akan ada tempat bagi kalian untuk berlindung. Aku akan menghancurkannya!” teriak Dewa Kematian dengan mata merah menyala. Dialah Heiming Shen atau Dewa Kematian. Dia juga Dewa yang ditakuti oleh para dewa dan manusia. Dengan sabit hitam yang tak tertandingi, ia mengatur arus kehidupan dan kematian dengan tangan besi. Jika dia tidak menginginkannya, maka semuanya akan dihancurkan.Kekuasaannya yang mutlak memicu ketakutan di kalangan para dewa lainnya. Mereka merasa bahwa Dewa Kematian telah melampaui batas, menggunakan kekuatan kematian untuk menghukum makhluk fana yang menurutnya tidak layak hidup, bahkan tanpa persetujuan Dewan Langit. Hingga akhirnya Dewan Langit menggelar pengadilan ilahi. Para dewa utama—Dewa Kehidupan, Dewa Keseimbangan, dan Dewa Waktu—memutuskan bahwa Heiming
“Siapa kau?!”“Tuan muda…”“Jawab aku!”Mo Tian merasa kepalanya berputar, dia seperti melihat kunang-kunang. Gambaran aneh tiba-tiba muncul dalam pikirannya, gambar sabit hitam, lautan jiwa yang meratap memohon belas kasih, dan takhta megah yang gelap. "Apa yang terjadi? Siapa aku sebenarnya?" tanya Mo Tian sebelum akhirnya pingsan.Pandangannya menjadi gelap, dan di dalam pingsannya Mo Tian seperti berada di tengah-tengah lautan, tapi bukan air. Melainkan lautan jiwa manusia, mereka memanggilnya.Beberapa saat kemudian, Mo Tian sadar, tapi desa tempat dia tumbuh telah menjadi abu. Tidak ada yang tersisa, hanya reruntuhan dan bau hangus.Rumahnya, telah musnah. Juga orang tuanya telah tiada. Mo Tian merasa percuma dia hidup, dia ingin mati, mengikuti orang tuanya.“Apa ini? Darimana aku mendapatkannya?” tanya Mo Tian memandang pedang yang berada di tangannya.Meskipun bingung, dia tidak melepaskan pedang itu. Dia merasa ada jiwanya disana, meskipun tidak tahu, apa sebenarnya hubung
“Kalau mati itu takdir.” “Kau tetap mau ke sana?” “Iya.” Liu Qingxue hanya tersenyum melihat kegigihan Mo Tian. “Ikutlah denganku,” ajak Mo Tian akhirnya. “Aku?” “Iya.” “Kenapa harus ikut?” “Aku tidak pernah bepergian keluar desa. Kau bisa jadi penunjuk jalanku. Dan juga, selama perjalanan, siapa tahu kau bisa menemukan apa yang kau cari,” jawab Mo Tian. Setelah beberapa saat diam, Liu akhirnya setuju untuk ikut mengembara bersama Mo Tian. Di tengah perjalanan mereka keluar dari hutan, keduanya dihadang oleh sekelompok bandit bersenjata. Ada sekitar sepuluh orang, masing-masing membawa pedang atau tombak. “Serahkan barang-barang kalian, atau nyawa kalian yang jadi taruhannya!” seru salah satu bandit, pria kekar dengan bekas luka di wajahnya. Liu Qingxue melangkah maju tanpa rasa takut. “Kalian tidak tahu siapa yang kalian hadapi.” “Kami tidak peduli siapa kalian!” balas bandit itu sambil menyerang. Pertarungan pun dimulai. Liu Qingxue, dengan gerakan yang c
“Tidak ada yang tahu pasti,” jawab Tabib Langit. “Namun, banyak yang percaya bahwa kitab itu tersembunyi di sebuah tempat bernama Gunung Kelam, tapi itu hanyalah sebuah dugaan. Sekte Langit Berdarah sudah mulai mengirim pasukan ke sana,” sambung Tabib Langit. “Gunung Kelam?” “Iya, tempat yang cukup jauh. Bahkan sangat sulit di jangkau, hampir tidak pernah ada orang yang pernah kesana. Termasuk ketua sekte Langit Berdarah.” Mo Tian merasakan ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya saat mendengar nama Gunung Kelam. Ia tidak tahu kenapa, tapi tempat itu sepertinya memiliki hubungan dengan dirinya. Tapi, dia tidak yakin. Karena sejak lahir, dia tumbuh dan besar di desa. Dia tidak pernah kemana-mana. “Kalau begitu, kita harus menghentikan Yan Wuxi sebelum dia menemukan kitab itu,” ujar Liu Qingxue dengan penuh tekad. Tabib Langit mengangguk sambil tersenyum. “Semangatmu terlalu tinggi, Anak Muda. Kalian bukan lawannya. Yan Wuxi bukan hanya pendekar sakti. Ia juga seorang manipula
“Kita harus melapor ke Yan Wuxi,” ujar pria itu. “Tidak. Yan Wuxi memerintahkan kita untuk memastikan mereka tidak sampai menemukan Kitab Kematian. Kita bisa menghabisi mereka di sini, sebelum menjadi ancaman.” Wanita itu mengangguk, dan keduanya mulai bergerak perlahan, mendekati Mo Tian dan Liu Qingxue yang sedang beristirahat. “Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus memancing masalah seperti tadi,” ujar Mo Tian sambil meregangkan tubuhnya. “Masalah adalah bagian dari hidup, anak muda,” jawab Liu Qingxue dengan nada menggoda. Sebelum Mo Tian sempat membalas, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. “Ada yang tidak beres.” Baru beberapa hari dalam perjalanan, sekarang Mo Tian sudah bisa merasakan sesuatu dengan instingnya. Dan ternyata bukan hanya Mo Tian, melainkan Liu Qingxue juga merasakan hal yang sama. “Kita sedang diawasi,” bisiknya. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya Mo Tian. “Perjalanan ini akan seru,” kekeh Liu Qingxue. Sebelum mereka sempat berge
“Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus m
Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.Tangisan para murid dan tetu
Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka
ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B
Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya
“Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi
Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya
“Kau adalah aku, Mo Tian!”Namun, sebelum tangannya bisa menyentuhnya, sebuah energi gelap meledak dari buku itu!DORR!!!Mo Tian, pria itu, Liu Qingxue, dan Fang Zhi semuanya terpental ke belakang akibat kekuatan yang tiba-tiba muncul. Angin kencang berputar di sekitar mereka, menciptakan pusaran bayangan yang menelan cahaya di sekitarnya.Pria yang mengaku sebagai Dewa Kematian tergelincir di tanah, namun dengan cepat ia kembali berdiri, matanya bersinar tajam."Tampaknya buku itu sudah memilih pemiliknya yang baru..." katanya dengan nada tajam. "Tapi itu bukan berarti kau bisa mengendalikannya tanpa aku, Mo Tian."Mo Tian merasa dadanya sesak, tangannya masih erat menggenggam buku itu.Dari dalam buku, suara berbisik mulai terdengar."Kau adalah pemilikku, karena kau adalah aku... Kau adalah penguasa kematian... Terimalah takdirmu, Mo Tian..."Mo Tian menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, suara dari buku itu semakin kuat. Gambaran aneh muncul di pikirannya—bayangan h
Langit mulai memerah saat Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah keluar dari Kuil Seribu Bayangan. Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan embusan angin pegunungan. Mereka tidak punya waktu untuk beristirahat lebih lama. Gunung Jiwa Abadi menunggu mereka."Kita harus segera berangkat," kata Fang Zhi, suaranya tegas meskipun ada sedikit nada kelelahan di dalamnya. "Semakin lama kita menunda, semakin besar risiko Mo Tian kehilangan kendali."Mo Tian mengangguk meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Sejak insiden di kuil, dia terus merasakan getaran aneh dalam tubuhnya—seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam dirinya.Liu Qingxue menatapnya dengan cemas."Apa kau yakin bisa melanjutkan perjalanan?" tanyanya. "Kita bisa istirahat sebentar jika kau butuh waktu."Mo Tian menyeringai tipis."Jika kita berhenti sekarang, aku takut aku tidak akan bangun lagi."Fang Zhi memandangnya dalam-dalam, lalu akhirnya mengangguk."Baiklah. Kita pe
Langkah kaki mereka bergema di lorong-lorong gelap Kuil Seribu Bayangan.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi bergerak dengan hati-hati, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi ukiran-ukiran kuno di dinding. Meski mereka sudah berhasil mengambil Buku Kematian, perasaan tidak nyaman masih menyelimuti mereka.Mo Tian menatap buku itu dengan waspada. Meski terlihat seperti buku kosong dimata Liu Qingxue dan Fang Zhi, bahkan untuknya saat ini. Tapi dia yakin kalau itu memanglah buku kematian yang mereka cari. Dan siapa yang menyangka, perjalanan yang mereka tempuh sudah begitu banyak, buku itu ternyata selalu membersamainya, buku itu bersemayam di dalam pedang Langit Membawa milik Mo Tian.Mo Tian menggenggam erat buku itu, matanya tajam menatap ke depan. Liu Qingxue dan Fang Zhi berjalan di sisinya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Fang Zhi meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada serius,"Mo Tian, kau harus tetap fokus. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikanmu."Mo Tian mengerut