Beranda / Fantasi / JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR / Bab 5. Sekte Awan Putih Diserang

Share

Bab 5. Sekte Awan Putih Diserang

Penulis: Aray Fu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 16:33:12

“Kita harus melapor ke Yan Wuxi,” ujar pria itu.

“Tidak. Yan Wuxi memerintahkan kita untuk memastikan mereka tidak sampai menemukan Kitab Kematian. Kita bisa menghabisi mereka di sini, sebelum menjadi ancaman.”

Wanita itu mengangguk, dan keduanya mulai bergerak perlahan, mendekati Mo Tian dan Liu Qingxue yang sedang beristirahat.

“Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus memancing masalah seperti tadi,” ujar Mo Tian sambil meregangkan tubuhnya.

“Masalah adalah bagian dari hidup, anak muda,” jawab Liu Qingxue dengan nada menggoda.

Sebelum Mo Tian sempat membalas, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. “Ada yang tidak beres.”

Baru beberapa hari dalam perjalanan, sekarang Mo Tian sudah bisa merasakan sesuatu dengan instingnya.

Dan ternyata bukan hanya Mo Tian, melainkan Liu Qingxue juga merasakan hal yang sama. “Kita sedang diawasi,” bisiknya.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Mo Tian.

“Perjalanan ini akan seru,” kekeh Liu Qingxue.

Sebelum mereka sempat bergerak, dua sosok berjubah gelap melompat keluar dari bayangan dan menyerang mereka.

Serangan pertama diarahkan pada Mo Tian. Dengan reflek, ia berhasil menangkis serangan itu, meskipun tubuhnya terpental ke belakang.

Sementara itu, Liu Qingxue langsung melompat dan menghadapi wanita berjubah gelap yang menyerangnya dengan pedang panjang.

“Siapa kalian?!” seru Liu Qingxue sambil mengayunkan pedangnya untuk menangkis serangan.

Wanita itu tidak menjawab. Serangannya semakin cepat, memaksa Liu Qingxue untuk bertahan mati-matian.

Sementara itu, Mo Tian berhadapan dengan pria berjubah gelap yang menggunakan teknik bela diri yang sangat terlatih. Setiap gerakannya terasa seperti ingin membunuh. Dan serangannya selalu mengarah ke titik vital.

“Aku tidak tahu apa salahku, tapi aku tidak akan membiarkanmu membunuhku!” seru Mo Tian.

Mo Tian menyerang balik dengan gerakan yang tidak ia pahami sepenuhnya, namun cukup untuk membuat lawannya mundur.

Pria berjubah gelap itu menyipitkan mata, tampak terkejut. “Bagaimana bisa? Ternyata dia adalah ancaman yang lebih besar dari yang kukira.”

Melihat Mo Tian mulai menguasai dirinya, Liu Qingxue juga meningkatkan serangannya. Ia berhasil melukai bahu wanita berjubah gelap itu, meskipun dengan susah payah.

Namun, kedua musuh itu segera mundur, menyadari bahwa pertarungan lebih lama hanya akan membahayakan mereka.

“Kita akan bertemu lagi, anak muda,” ujar pria berjubah gelap sebelum menghilang ke dalam bayangan bersama rekannya.

Setelah memastikan bahwa musuh sudah pergi, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk kelelahan.

“Mereka bukan pendekar biasa,” ujar Liu Qingxue sambil mengatur nafasnya.

“Siapa mereka sebenarnya? Dan kenapa mereka menyerang kita?” tanya Mo Tian.

Liu Qingxue menggeleng. “Mungkin ini ada hubungannya dengan Sekte Langit Berdarah. Atau pendekar iseng.”

Mo Tian terdiam, memikirkan kata-kata itu. Apapun alasannya, ia tahu bahwa perjalanan mereka akan menjadi semakin berbahaya.

“Iseng? Pendekar dari mana yang punya waktu iseng, selain kau.”

“Kita harus tetap waspada,” jawab Liu Qingxue.

Mo Tian mengangguk. “Kita harus menemukan Kitab Kematian sebelum mereka, siapa tahu disana ada jawaban pertanyaanku.”

“Sekarang, ayo kita berangkat,” ajak Liu Qingxue.

Hari mulai beranjak siang ketika Mo Tian dan Liu Qingxue kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Jalan setapak di antara perbukitan tampak sepi, hanya suara angin yang meliuk di antara pepohonan yang menemani langkah mereka.

Mo Tian terlihat memegang pedang tua di tangannya, memperhatikannya dengan penuh rasa ingin tahu.

Pedang itu tidak tampak seperti senjata luar biasa. Mata pedangnya sudah berkarat, dan gagangnya terlihat usang. Tapi, bagi Mo Tian, pedang itu sangat luar biasa. Dia berjanji akan menebus kematian kedua orang tuanya dengan pedang itu.

“Kenapa kau terus menatap pedang itu?” tanya Liu Qingxue, berjalan beberapa langkah di depannya.

“Aku ingin memahaminya,” jawab Mo Tian. “Ketika aku bertarung, pedang ini bergerak seolah memiliki pikirannya sendiri. Aku tidak mengerti, tapi aku merasa pedang ini hidup.”

Liu Qingxue mengangkat alis, lalu menoleh ke arahnya sambil tersenyum. “Itu hanyalah pedang biasa, tapi bisa jadi memiliki kekuatan atau kau yang lemah. Namun, kalau memang pedang itu memiliki kekuatan, maka itu tidak akan berguna jika kau tidak bisa mengendalikannya.”

Mo Tian mengangguk. Ia menghunus pedang itu, mencoba mengayunkannya seperti yang ia ingat dari pertempuran-pertempuran sebelumnya. Namun, setiap gerakannya terasa canggung, tidak terkoordinasi.

“Tidak seperti itu!” seru Liu Qingxue sambil mengambil ranting dari tanah.

Ia berdiri di hadapan Mo Tian dan mulai memperagakan gerakan-gerakan sederhana. “Perhatikan langkah kakimu, jangan hanya fokus pada pedang. Pedang adalah perpanjangan dari tubuhmu, bukan benda asing.”

Mo Tian mencoba meniru gerakannya, tapi Liu Qingxue segera menepuk kepalanya. “Tidak seperti itu. Kau terlalu kaku!”

“Aku tidak pernah belajar ilmu pedang sebelumnya!” balas Mo Tian frustasi.

“Justru karena itu aku mengajarimu,” jawab Liu Qingxue sambil mendesah. “Baiklah, kita akan meluangkan waktu sebentar untuk melatih mu. Kalau tidak, kau akan menjadi beban dalam perjalanan ini.”

“Ada kau yang melindungiku.”

“Mau sampai kapan?”

Mereka menghabiskan waktu di sebuah lapangan kecil yang tersembunyi di antara pepohonan. Liu Qingxue melatih Mo Tian dasar-dasar ilmu pedang, sementara Mo Tian terus mencoba memahami hubungan misterius antara dirinya dan pedang tua itu.

Tiba-tiba, sebelum mereka sempat melanjutkan perjalanan, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari kejauhan.

Mo Tian dan Liu Qingxue sudah bersiap untuk menyerang.

Seorang wanita muda dengan pakaian putih, wajahnya pucat dan penuh keringat, muncul dari balik pepohonan.

“Liu Qingxue!” serunya dengan nada putus asa.

Liu Qingxue segera berbalik menatap wanita itu dengan bingung. “Siapa kau?”

Wanita itu berhenti didepan mereka, mengatur nafasnya yang terengah-engah. “Kakak seperguruan! Aku adalah Jiang Yi, murid termuda dari Sekte Awan Putih. Apakah kau tidak mengenalku?”

Liu Qingxue memperhatikan Jiang Yi dengan saksama. Setelah beberapa saat, matanya melembut. “Jiang Yi, oh sudah lama sekali. Apa yang kau lakukan di sini?”

“Syukurlah aku menemukanmu!” ujar Jiang Yi, suaranya penuh emosi.

“Kau tersesat?” tanya Liu Qingxue.

Jiang Yi menggeleng. “Kakak seperguruan, sekte kita sedang dalam bahaya besar! Guru sedang sekarat! Sudah lama kami mencarimu!”

Liu Qingxue tertegun. Kata-kata Jiang Yi seolah menghantamnya dengan keras. Dia terdiam beberapa saat sebelum bertanya, “Apa yang terjadi pada Guru?”

“Beberapa bulan yang lalu, seorang pendekar misterius menyerang Sekte Awan Putih. Guru mencoba melindungi kita semua, tapi dia terluka parah. Sekarang dia terbaring di ambang kematian, dan sekte kita kacau tanpa arah. Semua saudara seperguruan bingung dan ketakutan, karena serangan itu terus saja datang kapanpun,” jelas Jiang Yi dengan mata berlinang air mata.

"Apa yang mereka inginkan?"

"Mereka mencari sebuah kitab."

Liu Qingxue mengepalkan tangannya. Ia merasa hatinya tercabik-cabik. Sekte Awan Putih adalah tempat ia tumbuh dan belajar seni bela diri.

Guru mereka adalah seperti ayah bagi para muridnya, termasuk Liu Qingxue. Namun, ia juga telah berjanji untuk membantu Mo Tian dalam pencariannya.

“Jiang Yi, aku...” Liu Qingxue terdiam, tak tahu harus berkata apa.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misterius
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 6. Kitab yang Hilang

    “Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

    Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.Tangisan para murid dan tetu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 8. Menantang Yan Wuxi

    Di tepi sungai yang tenang, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar pada pohon besar. Meski malam sudah larut, keduanya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran mereka terus dipenuhi dengan pesan dari pendekar Sekte Langit Berdarah. Benteng Langit Merah—nama itu tidak asing bagi Liu Qingxue.“Benteng Langit Merah...” gumam Liu Qingxue sambil memandang air sungai yang mengalir perlahan. “Itu bukan tempat biasa, Mo Tian. Banyak pendekar hebat yang kehilangan nyawa di sana. Tempat itu lebih mirip arena pembantaian daripada pertandingan.”Mo Tian menatapnya penuh perhatian. “Aku mendengar tempat itu adalah arena duel yang terkenal di kalangan pendekar. Tapi apa yang membuatnya begitu berbahaya?”“Di sana, tidak ada duel biasa,” jelas Liu Qingxue. “Setiap pertarungan adalah pertaruhan hidup dan mati. Yang kalah harus menyerahkan nyawanya. Yan Wuxi pasti tahu itu, dan dia sengaja mengarahkan kita ke sana. Ini jebakan.”Mo Tian merenung sejenak. “Kalau begitu, mengapa dia mengarahkan kita ke san

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 9. Benteng Langit Merah

    Arena Benteng Langit Merah menggema oleh sorakan penonton. Suara dering senjata yang bertemu memekakkan telinga. Mo Tian, yang berada di tengah arena, sudah kehabisan tenaga setelah menghadapi tiga lawan berturut-turut. Keringat bercucuran di wajahnya, dan luka di lengan kirinya membuat gerakannya melambat.Lawan terakhirnya adalah seorang pendekar berbaju merah dengan dua pedang pendek. Gerakan pria itu lincah, serangannya cepat dan tak kenal ampun. Meski Mo Tian mencoba bertahan, setiap detik memperlihatkan bahwa ia semakin terdesak.Liu Qingxue, yang berdiri di antara penonton, mencengkram tepi lengan bajunya dengan gelisah. “Dia tidak bisa terus seperti ini... Dia bisa mati,” gumamnya, nyaris berbisik. Namun ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Peraturan arena melarang siapapun untuk turun tangan membantu.Satu serangan tajam dari pendekar berbaju merah berhasil memukul pedang Mo Tian hingga terlepas dari genggamannya. Senjata tua itu terjatuh, terpental beberapa meter ke samp

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 10. Penguasa Kematian

    Udara di hutan itu semakin pekat. Liu Qingxue dan Mo Tian merasakan sesuatu yang aneh. Angin membawa aroma asing, seperti campuran ramuan pahit dan tanah basah yang terlalu lama terendam. Liu Qingxue berhenti, mengerutkan kening.“Mo Tian, kau merasakannya?” tanyanya sambil menatap sekitar.Mo Tian mengangguk, wajahnya mulai pucat. “Ada sesuatu di udara ini. Aku merasa berat… seperti tidak bisa bernapas dengan benar.”Langkah mereka melambat. Kepala Mo Tian mulai terasa ringan, sementara Liu Qingxue merasakan pusing yang tak tertahankan. Pandangan mereka kabur, dan tubuh mereka seperti kehilangan tenaga.“Kita harus keluar dari sini,” kata Liu Qingxue dengan nada tegas. Ia meraih lengan Mo Tian, berusaha menariknya untuk kembali ke jalur sebelumnya. Namun, langkah mereka terhenti oleh suara dingin dari balik kabut.“Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”Dari balik bayangan pepohonan, seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 11. Kristal Inti Energi

    Sebelum Mo Tian bisa mencerna apa yang baru saja ia dengar, suara langkah kaki dari luar lorong menggema, diikuti oleh suara senjata yang dihunus.Pria berpakaian hitam itu segera memandang ke arah lorong dengan ekspresi tegang. “Mereka datang.”“Siapa?” tanya Liu Qingxue.Belum sempat pertanyaan Liu Qingxue mendapat jawaban, suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong gelap gua, semakin dekat dengan aula tempat mereka berdiri. Ketegangan melingkupi ruangan ketika pria berpakaian hitam, yang telah membawa Mo Tian dan Liu Qingxue ke tempat ini, berdiri dengan tongkat kayunya di tangan.“Bersiaplah,” katanya dengan suara rendah. “Mereka tidak akan menunjukkan belas kasihan.”Liu Qingxue meraih pedangnya, meskipun tangannya masih gemetar akibat racun yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya. Sementara itu, Mo Tian memegang erat pedang tua miliknya. Meski tubuhnya lemah, ada sesuatu yang aneh—pedang itu terasa semakin berat, seolah-olah sedang menyerap kekuatan dari dalam dirinya.T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 12. Perjalanan Menuju Gunung Langit

    Liu Qingxue mendengus. “Kebohongan yang buruk.”Pertempuran kembali pecah. Meski dalam keadaan lemah, Mo Tian dan Liu Qingxue bertarung dengan sekuat tenaga. Pedang tua Mo Tian mengeluarkan cahaya gelap yang mematikan, melukai beberapa lawan dengan hanya satu ayunan. Sementara itu, Liu Qingxue menggunakan kelincahan dan kecerdasannya untuk mengatasi musuh.Namun, mereka jelas kalah jumlah.Ketika keadaan semakin mendesak, kristal yang dibawa Mo Tian tiba-tiba memancarkan cahaya yang lebih terang. Cahaya itu membuat para pendekar Sekte Langit Berdarah mundur dengan wajah ketakutan.“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue, melindungi matanya dari kilauan cahaya itu.Kristal itu mulai bergetar di tangan Mo Tian, seolah-olah bereaksi terhadap bahaya. Dalam sekejap, cahaya merah itu meledak, menciptakan gelombang energi yang menghantam semua orang di sekitarnya. Para pendekar Sekte Langit Berdarah terpental jauh, beberapa dari mereka tidak bangun lagi.Mo Tian dan Liu Qingxue terjatuh ke tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 13. Dikepung

    Suasana malam begitu senyap di dalam gua kecil yang menjadi tempat persembunyian Mo Tian dan Liu Qingxue. Hanya suara kayu terbakar dari api unggun kecil yang memecah kesunyian. Mo Tian berbaring dengan pedang tua yang ia letakkan di sampingnya, sementara Liu Qingxue tidur bersandar di dinding gua dengan satu tangan masih menggenggam gagang pedangnya. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, keduanya akhirnya bisa memejamkan mata meski hanya untuk sesaat.Namun, mereka tidak menyadari bahaya yang mendekat.Di luar gua, sosok-sosok berbaju hitam mulai bermunculan dari kegelapan. Mereka bergerak tanpa suara, mengelilingi gua seperti bayangan hantu. Pemimpin mereka, seorang lelaki bertopeng dengan mata tajam berkilat seperti elang, memberi isyarat dengan tangannya. Anak buahnya menghunus senjata, bersiap menerkam dua sosok yang tak berdaya di dalam gua.Ketegangan merayap seperti kabut malam. Langkah kaki mereka begitu ringan sehingga tak satupun dari Mo Tian atau Liu Qingxue menyadar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17

Bab terbaru

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 73. Dimensi Lain

    Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi kembali mengikuti jejak yang samar-samar tertinggal di jalanan Kota Hantu. Jejak itu terus membawa mereka ke arah timur, melewati bangunan-bangunan yang semakin terlihat aneh. Kadang, jejak itu tampak jelas di tanah berdebu, tetapi di lain waktu, jejak itu seperti melayang, tidak meninggalkan bekas di tanah."Ini benar-benar aneh," gumam Liu Qingxue. "Seolah dia bisa berjalan di udara."Fang Zhi menyipitkan mata, melihat sekeliling dengan curiga. "Yan Luo... apa dia manusia atau bukan?"Mo Tian tak langsung menjawab. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang tidak biasa dengan sosok itu. Bayangannya yang muncul lalu lenyap seperti asap, gerakannya yang secepat kilat, dan jejak-jejak misterius ini membuat mereka bertanya-tanya: apakah Yan Luo benar-benar nyata?Saat mereka tiba di depan sebuah bangunan tua yang besar, jejak itu berhenti di sana. Bangunan ini tampak lebih utuh dibandingkan dengan reruntuhan lainnya di kota ini, seolah memiliki energi yang m

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 72. Jejak Bayangan

    Setelah berhasil mengalahkan penjaga gerbang, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah masuk ke dalam Kota Hantu. Suasana di dalamnya lebih mencekam daripada yang mereka bayangkan. Bangunan-bangunan tua berdiri dalam kesunyian, beberapa sudah runtuh dan tertutup oleh kabut tipis yang bergulung-gulung di antara reruntuhan.Tidak ada tanda kehidupan—tidak ada suara langkah kaki, tidak ada hembusan nafas makhluk hidup, bahkan suara angin pun terasa seperti tertahan di tempat ini. Kota ini benar-benar seperti telah lama ditinggalkan, namun tetap menyimpan aura yang mengancam."Apa ini benar-benar kota?" Fang Zhi bergumam, matanya menyapu ke sekeliling. "Tempat ini lebih mirip kuburan raksasa."Mo Tian mengangguk. "Kita harus tetap waspada. Bisa saja sesuatu mengintai kita dalam bayangan."Liu Qingxue berjalan sedikit di belakang mereka, tangannya sudah bersiap dengan senjata jika sewaktu-waktu bahaya datang. Namun, semakin mereka melangkah ke dalam kota, semakin aneh rasanya.Mereka m

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 71. Kota Hantu

    Angin berhembus kencang, membawa hawa kematian yang menyesakkan. Kota Hantu berdiri di hadapan mereka, diselimuti kabut pekat yang berputar seperti roh-roh penasaran. Pintu gerbang kota yang besar dan usang tampak menjulang di depan mereka, dihiasi ukiran-ukiran aneh yang menyerupai wajah-wajah menyeringai. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara napas mereka yang tertahan.Mo Tian melangkah maju, tangannya menggenggam erat Pedang Langit Membara. Namun, sebelum ia sempat mendekati gerbang, tanah tiba-tiba bergetar. Dari balik bayangan, muncul sesosok penjaga yang mengenakan baju zirah hitam legam. Matanya kosong tanpa cahaya, tetapi auranya begitu menekan."Apa yang mencari kehidupan lakukan di tempat orang mati?" Suaranya terdengar berat, seperti berasal dari dunia lain.Mo Tian tidak langsung menjawab. Ia bisa merasakan tekanan kuat dari makhluk itu. Liu Qingxue dan Fang Zhi juga merasakan hawa membunuh yang begitu pekat, membuat mereka bersiaga penuh."Kami mencari sesuatu di d

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 71. Rintangan di Kota Hantu

    Tiba-tiba Mo Tian terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya."Mo Tian, kau baik-baik saja?" tanya Liu Qingxue dengan nada khawatir.Mo Tian mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja, tapi mereka akan kembali. Kita harus segera bergerak menuju Kota Hantu sebelum mereka mengumpulkan lebih banyak orang untuk menghadang kita."Fang Zhi menghela napas. "Kita juga harus berhati-hati. Yan Wuxi terluka parah, tapi aku yakin dia akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Kita tak boleh lengah."Mo Tian memandang ke arah utara, ke jalur berbatu yang akan membawa mereka menuju Kota Hantu. Hatinya dipenuhi dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya. Mereka tidak bisa mundur sekarang. Mereka harus menemukan Buku Kematian dan mengungkap misteri di balik kutukan yang ada pada dirinya.Perjalanan mereka tidaklah mudah. Jalanan semakin terjal, angin bertiup kencang, dan udara semakin dingin. Semakin mereka mendekati Kota Hantu, suasana di sekitar mereka semakin terasa aneh. Tidak ada suara bi

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 69. Perjalanan ke Kota Hantu

    Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melanjutkan perjalanan menuju Kota Hantu. Angin berhembus dingin, membawa aroma tanah yang lembab dan dedaunan kering yang berguguran. Langit di atas mereka tampak kelabu, seolah menandakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Mereka tetap waspada, menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah.Setelah berhari-hari melewati hutan lebat dan melewati pegunungan berbatu, mereka tiba di sebuah padang luas yang dipenuhi kabut tipis. Suasana mencekam, sepi tanpa suara burung atau hewan liar. Liu Qingxue merasakan ketidaknyamanan dan mencengkeram pedangnya erat-erat."Kita harus berhati-hati," bisiknya.Mo Tian mengangguk. “Aku juga merasakan sesuatu yang tidak beres.”Fang Zhi menatap sekeliling, matanya tajam. “Ada seseorang di sekitar sini.”Benar saja, dari balik kabut, dua sosok muncul dengan langkah perlahan namun penuh kepercayaan diri. Yan Wuxi dan Bai Zhen berdiri di hadapan mereka, dengan tatapan penuh kebencian dan dendam yang membara.

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 68. Pegunungan Awan Kelabu

    Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi perlahan menjauh dari Lembah Tujuh Bintang. Ketiganya terdiam, merenungkan petunjuk samar yang baru saja mereka dapatkan. Langit di atas mereka perlahan memudar dari kerlipan bintang menjadi semburat merah muda saat matahari pagi mulai menyingsing.“Jadi, sekarang kita harus mencari seseorang yang memiliki Buku Kematian,” gumam Fang Zhi sambil mengusap lehernya yang kaku setelah perjalanan panjang.“Tapi siapa orang itu? Dan di mana kita harus mencarinya?” tanya Liu Qingxue, suaranya sedikit serak karena kelelahan.Mo Tian berhenti sejenak, menatap cakrawala yang memanjang di depan mereka. “Aku tidak tahu,” katanya lirih. “Tapi aku yakin, jika kita terus berjalan dan mencari, takdir akan membawa kita pada jawaban.”Fang Zhi mengangguk meski dengan skeptis. “Itu terdengar seperti ucapan seseorang yang tidak punya rencana. Tapi, aku rasa, kita memang tidak punya pilihan lain.”Perjalanan mereka kembali ke desa terdekat memakan waktu dua hari. K

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 67. Lembah Tujuh Bintang

    Langit malam di Lembah Tujuh Bintang tampak seperti lautan cahaya. Ratusan, bahkan ribuan bintang berkilauan di atas mereka, memantulkan sinar ke tanah lembah yang dihiasi dengan batu-batu berwarna biru cemerlang. Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berdiri di tengah lembah, memandangi keajaiban ini dengan kekaguman yang bercampur kebingungan.“Ini benar-benar memukau,” gumam Liu Qingxue, matanya terpaku pada hamparan langit penuh bintang.“Tapi, bukankah ini disebut Lembah Tujuh Bintang?” tanya Mo Tian, mengerutkan kening. “Kenapa ada begitu banyak bintang? Bagaimana kita tahu mana yang merupakan tujuh bintang inti?”Mo Tian memandang ke sekeliling, mencoba menganalisis situasi. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa terus terpesona oleh keindahan ini. Ada misi yang harus diselesaikan, dan waktu mereka tidak banyak.“Kita harus menemukan tujuh bintang inti,” kata Fang Zhi tegas. “Itu adalah petunjuk yang dijelaskan. Mungkin di situlah kita bisa menemukan Buku Kematian, atau setidaknya petunj

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 66. Selamat dari Bahaya

    Setelah melalui berbagai rintangan yang nyaris merenggut nyawa, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi akhirnya bertemu kembali di sebuah ruangan besar di dalam gua. Ruangan itu dipenuhi stalaktit yang menjuntai dari langit-langit, berkilauan samar karena pantulan cahaya biru yang berasal dari dinding gua.Liu Qingxue adalah yang pertama melihat Mo Tian. Ia terkejut melihat kondisi sahabatnya itu. Tubuh Mo Tian penuh dengan luka, sebagian besar adalah luka dalam yang tampak serius. Napasnya tersengal, dan langkahnya begitu lemah hingga ia hampir terjatuh saat mencoba mendekati Liu Qingxue.“Mo Tian!” seru Liu Qingxue, berlari menghampirinya. Ia memegang bahu Mo Tian, menopangnya agar tidak jatuh. “Kau terluka parah! Kau harus istirahat!”Mo Tian hanya tersenyum tipis, meski wajahnya pucat pasi. “Aku baik-baik saja,” katanya, meskipun jelas dari raut wajahnya bahwa ia sedang menahan sakit luar biasa.Fang Zhi muncul dari arah lain, menyeret langkahnya dengan kaki yang pincang. Lengan kirin

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 65. Terpisah

    Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terasa berat saat mereka memasuki gua di tengah Lembah Tujuh Bintang. Udara di dalamnya dingin dan lembab, diselimuti aura yang mencekam. Cahaya biru yang semula memandu mereka mulai memudar, digantikan oleh kegelapan pekat.Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas mereka. Tanah bergetar, dan batu-batu besar mulai berjatuhan. Mo Tian berteriak, “Hati-hati! Gua ini runtuh!”Ketiganya mencoba berlari kembali ke pintu masuk, tetapi pintu gua tiba-tiba tertutup oleh batu besar yang jatuh dengan cepat. Gua itu kini benar-benar tertutup.“Tidak!” seru Liu Qingxue, memukul batu yang menghalangi jalan keluar mereka. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan.Suara gemuruh semakin keras, disusul dengan jeritan yang menusuk telinga. Jeritan itu bukan berasal dari manusia, melainkan dari jiwa-jiwa yang tampaknya terjebak di dalam gua. Suara itu menggema di seluruh ruangan, membuat mereka semua merasa seperti tenggelam dalam penderitaan yang tak terl

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status