แชร์

Bab 5. Sekte Awan Putih Diserang

ผู้เขียน: Aray Fu
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-11-25 16:33:12

“Kita harus melapor ke Yan Wuxi,” ujar pria itu.

“Tidak. Yan Wuxi memerintahkan kita untuk memastikan mereka tidak sampai menemukan Kitab Kematian. Kita bisa menghabisi mereka di sini, sebelum menjadi ancaman.”

Wanita itu mengangguk, dan keduanya mulai bergerak perlahan, mendekati Mo Tian dan Liu Qingxue yang sedang beristirahat.

“Aku masih tidak mengerti kenapa kau harus memancing masalah seperti tadi,” ujar Mo Tian sambil meregangkan tubuhnya.

“Masalah adalah bagian dari hidup, anak muda,” jawab Liu Qingxue dengan nada menggoda.

Sebelum Mo Tian sempat membalas, ia tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. “Ada yang tidak beres.”

Baru beberapa hari dalam perjalanan, sekarang Mo Tian sudah bisa merasakan sesuatu dengan instingnya.

Dan ternyata bukan hanya Mo Tian, melainkan Liu Qingxue juga merasakan hal yang sama. “Kita sedang diawasi,” bisiknya.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Mo Tian.

“Perjalanan ini akan seru,” kekeh Liu Qingxue.

Sebelum mereka sempat bergerak, dua sosok berjubah gelap melompat keluar dari bayangan dan menyerang mereka.

Serangan pertama diarahkan pada Mo Tian. Dengan reflek, ia berhasil menangkis serangan itu, meskipun tubuhnya terpental ke belakang.

Sementara itu, Liu Qingxue langsung melompat dan menghadapi wanita berjubah gelap yang menyerangnya dengan pedang panjang.

“Siapa kalian?!” seru Liu Qingxue sambil mengayunkan pedangnya untuk menangkis serangan.

Wanita itu tidak menjawab. Serangannya semakin cepat, memaksa Liu Qingxue untuk bertahan mati-matian.

Sementara itu, Mo Tian berhadapan dengan pria berjubah gelap yang menggunakan teknik bela diri yang sangat terlatih. Setiap gerakannya terasa seperti ingin membunuh. Dan serangannya selalu mengarah ke titik vital.

“Aku tidak tahu apa salahku, tapi aku tidak akan membiarkanmu membunuhku!” seru Mo Tian.

Mo Tian menyerang balik dengan gerakan yang tidak ia pahami sepenuhnya, namun cukup untuk membuat lawannya mundur.

Pria berjubah gelap itu menyipitkan mata, tampak terkejut. “Bagaimana bisa? Ternyata dia adalah ancaman yang lebih besar dari yang kukira.”

Melihat Mo Tian mulai menguasai dirinya, Liu Qingxue juga meningkatkan serangannya. Ia berhasil melukai bahu wanita berjubah gelap itu, meskipun dengan susah payah.

Namun, kedua musuh itu segera mundur, menyadari bahwa pertarungan lebih lama hanya akan membahayakan mereka.

“Kita akan bertemu lagi, anak muda,” ujar pria berjubah gelap sebelum menghilang ke dalam bayangan bersama rekannya.

Setelah memastikan bahwa musuh sudah pergi, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk kelelahan.

“Mereka bukan pendekar biasa,” ujar Liu Qingxue sambil mengatur nafasnya.

“Siapa mereka sebenarnya? Dan kenapa mereka menyerang kita?” tanya Mo Tian.

Liu Qingxue menggeleng. “Mungkin ini ada hubungannya dengan Sekte Langit Berdarah. Atau pendekar iseng.”

Mo Tian terdiam, memikirkan kata-kata itu. Apapun alasannya, ia tahu bahwa perjalanan mereka akan menjadi semakin berbahaya.

“Iseng? Pendekar dari mana yang punya waktu iseng, selain kau.”

“Kita harus tetap waspada,” jawab Liu Qingxue.

Mo Tian mengangguk. “Kita harus menemukan Kitab Kematian sebelum mereka, siapa tahu disana ada jawaban pertanyaanku.”

“Sekarang, ayo kita berangkat,” ajak Liu Qingxue.

Hari mulai beranjak siang ketika Mo Tian dan Liu Qingxue kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Jalan setapak di antara perbukitan tampak sepi, hanya suara angin yang meliuk di antara pepohonan yang menemani langkah mereka.

Mo Tian terlihat memegang pedang tua di tangannya, memperhatikannya dengan penuh rasa ingin tahu.

Pedang itu tidak tampak seperti senjata luar biasa. Mata pedangnya sudah berkarat, dan gagangnya terlihat usang. Tapi, bagi Mo Tian, pedang itu sangat luar biasa. Dia berjanji akan menebus kematian kedua orang tuanya dengan pedang itu.

“Kenapa kau terus menatap pedang itu?” tanya Liu Qingxue, berjalan beberapa langkah di depannya.

“Aku ingin memahaminya,” jawab Mo Tian. “Ketika aku bertarung, pedang ini bergerak seolah memiliki pikirannya sendiri. Aku tidak mengerti, tapi aku merasa pedang ini hidup.”

Liu Qingxue mengangkat alis, lalu menoleh ke arahnya sambil tersenyum. “Itu hanyalah pedang biasa, tapi bisa jadi memiliki kekuatan atau kau yang lemah. Namun, kalau memang pedang itu memiliki kekuatan, maka itu tidak akan berguna jika kau tidak bisa mengendalikannya.”

Mo Tian mengangguk. Ia menghunus pedang itu, mencoba mengayunkannya seperti yang ia ingat dari pertempuran-pertempuran sebelumnya. Namun, setiap gerakannya terasa canggung, tidak terkoordinasi.

“Tidak seperti itu!” seru Liu Qingxue sambil mengambil ranting dari tanah.

Ia berdiri di hadapan Mo Tian dan mulai memperagakan gerakan-gerakan sederhana. “Perhatikan langkah kakimu, jangan hanya fokus pada pedang. Pedang adalah perpanjangan dari tubuhmu, bukan benda asing.”

Mo Tian mencoba meniru gerakannya, tapi Liu Qingxue segera menepuk kepalanya. “Tidak seperti itu. Kau terlalu kaku!”

“Aku tidak pernah belajar ilmu pedang sebelumnya!” balas Mo Tian frustasi.

“Justru karena itu aku mengajarimu,” jawab Liu Qingxue sambil mendesah. “Baiklah, kita akan meluangkan waktu sebentar untuk melatih mu. Kalau tidak, kau akan menjadi beban dalam perjalanan ini.”

“Ada kau yang melindungiku.”

“Mau sampai kapan?”

Mereka menghabiskan waktu di sebuah lapangan kecil yang tersembunyi di antara pepohonan. Liu Qingxue melatih Mo Tian dasar-dasar ilmu pedang, sementara Mo Tian terus mencoba memahami hubungan misterius antara dirinya dan pedang tua itu.

Tiba-tiba, sebelum mereka sempat melanjutkan perjalanan, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari kejauhan.

Mo Tian dan Liu Qingxue sudah bersiap untuk menyerang.

Seorang wanita muda dengan pakaian putih, wajahnya pucat dan penuh keringat, muncul dari balik pepohonan.

“Liu Qingxue!” serunya dengan nada putus asa.

Liu Qingxue segera berbalik menatap wanita itu dengan bingung. “Siapa kau?”

Wanita itu berhenti didepan mereka, mengatur nafasnya yang terengah-engah. “Kakak seperguruan! Aku adalah Jiang Yi, murid termuda dari Sekte Awan Putih. Apakah kau tidak mengenalku?”

Liu Qingxue memperhatikan Jiang Yi dengan saksama. Setelah beberapa saat, matanya melembut. “Jiang Yi, oh sudah lama sekali. Apa yang kau lakukan di sini?”

“Syukurlah aku menemukanmu!” ujar Jiang Yi, suaranya penuh emosi.

“Kau tersesat?” tanya Liu Qingxue.

Jiang Yi menggeleng. “Kakak seperguruan, sekte kita sedang dalam bahaya besar! Guru sedang sekarat! Sudah lama kami mencarimu!”

Liu Qingxue tertegun. Kata-kata Jiang Yi seolah menghantamnya dengan keras. Dia terdiam beberapa saat sebelum bertanya, “Apa yang terjadi pada Guru?”

“Beberapa bulan yang lalu, seorang pendekar misterius menyerang Sekte Awan Putih. Guru mencoba melindungi kita semua, tapi dia terluka parah. Sekarang dia terbaring di ambang kematian, dan sekte kita kacau tanpa arah. Semua saudara seperguruan bingung dan ketakutan, karena serangan itu terus saja datang kapanpun,” jelas Jiang Yi dengan mata berlinang air mata.

"Apa yang mereka inginkan?"

"Mereka mencari sebuah kitab."

Liu Qingxue mengepalkan tangannya. Ia merasa hatinya tercabik-cabik. Sekte Awan Putih adalah tempat ia tumbuh dan belajar seni bela diri.

Guru mereka adalah seperti ayah bagi para muridnya, termasuk Liu Qingxue. Namun, ia juga telah berjanji untuk membantu Mo Tian dalam pencariannya.

“Jiang Yi, aku...” Liu Qingxue terdiam, tak tahu harus berkata apa.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misterius
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 6. Kitab yang Hilang

    “Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-12
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

    Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.Tangisan para murid dan tetu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 8. Menantang Yan Wuxi

    Di tepi sungai yang tenang, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar pada pohon besar. Meski malam sudah larut, keduanya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran mereka terus dipenuhi dengan pesan dari pendekar Sekte Langit Berdarah. Benteng Langit Merah—nama itu tidak asing bagi Liu Qingxue.“Benteng Langit Merah...” gumam Liu Qingxue sambil memandang air sungai yang mengalir perlahan. “Itu bukan tempat biasa, Mo Tian. Banyak pendekar hebat yang kehilangan nyawa di sana. Tempat itu lebih mirip arena pembantaian daripada pertandingan.”Mo Tian menatapnya penuh perhatian. “Aku mendengar tempat itu adalah arena duel yang terkenal di kalangan pendekar. Tapi apa yang membuatnya begitu berbahaya?”“Di sana, tidak ada duel biasa,” jelas Liu Qingxue. “Setiap pertarungan adalah pertaruhan hidup dan mati. Yang kalah harus menyerahkan nyawanya. Yan Wuxi pasti tahu itu, dan dia sengaja mengarahkan kita ke sana. Ini jebakan.”Mo Tian merenung sejenak. “Kalau begitu, mengapa dia mengarahkan kita ke san

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 9. Benteng Langit Merah

    Arena Benteng Langit Merah menggema oleh sorakan penonton. Suara dering senjata yang bertemu memekakkan telinga. Mo Tian, yang berada di tengah arena, sudah kehabisan tenaga setelah menghadapi tiga lawan berturut-turut. Keringat bercucuran di wajahnya, dan luka di lengan kirinya membuat gerakannya melambat.Lawan terakhirnya adalah seorang pendekar berbaju merah dengan dua pedang pendek. Gerakan pria itu lincah, serangannya cepat dan tak kenal ampun. Meski Mo Tian mencoba bertahan, setiap detik memperlihatkan bahwa ia semakin terdesak.Liu Qingxue, yang berdiri di antara penonton, mencengkram tepi lengan bajunya dengan gelisah. “Dia tidak bisa terus seperti ini... Dia bisa mati,” gumamnya, nyaris berbisik. Namun ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Peraturan arena melarang siapapun untuk turun tangan membantu.Satu serangan tajam dari pendekar berbaju merah berhasil memukul pedang Mo Tian hingga terlepas dari genggamannya. Senjata tua itu terjatuh, terpental beberapa meter ke samp

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-14
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 10. Penguasa Kematian

    Udara di hutan itu semakin pekat. Liu Qingxue dan Mo Tian merasakan sesuatu yang aneh. Angin membawa aroma asing, seperti campuran ramuan pahit dan tanah basah yang terlalu lama terendam. Liu Qingxue berhenti, mengerutkan kening.“Mo Tian, kau merasakannya?” tanyanya sambil menatap sekitar.Mo Tian mengangguk, wajahnya mulai pucat. “Ada sesuatu di udara ini. Aku merasa berat… seperti tidak bisa bernapas dengan benar.”Langkah mereka melambat. Kepala Mo Tian mulai terasa ringan, sementara Liu Qingxue merasakan pusing yang tak tertahankan. Pandangan mereka kabur, dan tubuh mereka seperti kehilangan tenaga.“Kita harus keluar dari sini,” kata Liu Qingxue dengan nada tegas. Ia meraih lengan Mo Tian, berusaha menariknya untuk kembali ke jalur sebelumnya. Namun, langkah mereka terhenti oleh suara dingin dari balik kabut.“Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”Dari balik bayangan pepohonan, seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, h

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-15
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 11. Kristal Inti Energi

    Sebelum Mo Tian bisa mencerna apa yang baru saja ia dengar, suara langkah kaki dari luar lorong menggema, diikuti oleh suara senjata yang dihunus.Pria berpakaian hitam itu segera memandang ke arah lorong dengan ekspresi tegang. “Mereka datang.”“Siapa?” tanya Liu Qingxue.Belum sempat pertanyaan Liu Qingxue mendapat jawaban, suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong gelap gua, semakin dekat dengan aula tempat mereka berdiri. Ketegangan melingkupi ruangan ketika pria berpakaian hitam, yang telah membawa Mo Tian dan Liu Qingxue ke tempat ini, berdiri dengan tongkat kayunya di tangan.“Bersiaplah,” katanya dengan suara rendah. “Mereka tidak akan menunjukkan belas kasihan.”Liu Qingxue meraih pedangnya, meskipun tangannya masih gemetar akibat racun yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya. Sementara itu, Mo Tian memegang erat pedang tua miliknya. Meski tubuhnya lemah, ada sesuatu yang aneh—pedang itu terasa semakin berat, seolah-olah sedang menyerap kekuatan dari dalam dirinya.T

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-16
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 12. Perjalanan Menuju Gunung Langit

    Liu Qingxue mendengus. “Kebohongan yang buruk.”Pertempuran kembali pecah. Meski dalam keadaan lemah, Mo Tian dan Liu Qingxue bertarung dengan sekuat tenaga. Pedang tua Mo Tian mengeluarkan cahaya gelap yang mematikan, melukai beberapa lawan dengan hanya satu ayunan. Sementara itu, Liu Qingxue menggunakan kelincahan dan kecerdasannya untuk mengatasi musuh.Namun, mereka jelas kalah jumlah.Ketika keadaan semakin mendesak, kristal yang dibawa Mo Tian tiba-tiba memancarkan cahaya yang lebih terang. Cahaya itu membuat para pendekar Sekte Langit Berdarah mundur dengan wajah ketakutan.“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue, melindungi matanya dari kilauan cahaya itu.Kristal itu mulai bergetar di tangan Mo Tian, seolah-olah bereaksi terhadap bahaya. Dalam sekejap, cahaya merah itu meledak, menciptakan gelombang energi yang menghantam semua orang di sekitarnya. Para pendekar Sekte Langit Berdarah terpental jauh, beberapa dari mereka tidak bangun lagi.Mo Tian dan Liu Qingxue terjatuh ke tan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-17
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 13. Dikepung

    Suasana malam begitu senyap di dalam gua kecil yang menjadi tempat persembunyian Mo Tian dan Liu Qingxue. Hanya suara kayu terbakar dari api unggun kecil yang memecah kesunyian. Mo Tian berbaring dengan pedang tua yang ia letakkan di sampingnya, sementara Liu Qingxue tidur bersandar di dinding gua dengan satu tangan masih menggenggam gagang pedangnya. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, keduanya akhirnya bisa memejamkan mata meski hanya untuk sesaat.Namun, mereka tidak menyadari bahaya yang mendekat.Di luar gua, sosok-sosok berbaju hitam mulai bermunculan dari kegelapan. Mereka bergerak tanpa suara, mengelilingi gua seperti bayangan hantu. Pemimpin mereka, seorang lelaki bertopeng dengan mata tajam berkilat seperti elang, memberi isyarat dengan tangannya. Anak buahnya menghunus senjata, bersiap menerkam dua sosok yang tak berdaya di dalam gua.Ketegangan merayap seperti kabut malam. Langkah kaki mereka begitu ringan sehingga tak satupun dari Mo Tian atau Liu Qingxue menyadar

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-17

บทล่าสุด

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 92. Kehancuran Buku Kematian

    Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 91. Tempat yang Salah

    Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 90. Menjadi Dewa Kematian

    ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 89. Buku Kematian Harus Ada Pemilik

    Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 88. Darah atau Jiwa?

    “Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 87. Gunung Jiwa Abadi

    Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 86. Pemilik Jiwa

    “Kau adalah aku, Mo Tian!”Namun, sebelum tangannya bisa menyentuhnya, sebuah energi gelap meledak dari buku itu!DORR!!!Mo Tian, pria itu, Liu Qingxue, dan Fang Zhi semuanya terpental ke belakang akibat kekuatan yang tiba-tiba muncul. Angin kencang berputar di sekitar mereka, menciptakan pusaran bayangan yang menelan cahaya di sekitarnya.Pria yang mengaku sebagai Dewa Kematian tergelincir di tanah, namun dengan cepat ia kembali berdiri, matanya bersinar tajam."Tampaknya buku itu sudah memilih pemiliknya yang baru..." katanya dengan nada tajam. "Tapi itu bukan berarti kau bisa mengendalikannya tanpa aku, Mo Tian."Mo Tian merasa dadanya sesak, tangannya masih erat menggenggam buku itu.Dari dalam buku, suara berbisik mulai terdengar."Kau adalah pemilikku, karena kau adalah aku... Kau adalah penguasa kematian... Terimalah takdirmu, Mo Tian..."Mo Tian menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, suara dari buku itu semakin kuat. Gambaran aneh muncul di pikirannya—bayangan h

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 85. Dewa Kematian

    Langit mulai memerah saat Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah keluar dari Kuil Seribu Bayangan. Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan embusan angin pegunungan. Mereka tidak punya waktu untuk beristirahat lebih lama. Gunung Jiwa Abadi menunggu mereka."Kita harus segera berangkat," kata Fang Zhi, suaranya tegas meskipun ada sedikit nada kelelahan di dalamnya. "Semakin lama kita menunda, semakin besar risiko Mo Tian kehilangan kendali."Mo Tian mengangguk meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Sejak insiden di kuil, dia terus merasakan getaran aneh dalam tubuhnya—seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam dirinya.Liu Qingxue menatapnya dengan cemas."Apa kau yakin bisa melanjutkan perjalanan?" tanyanya. "Kita bisa istirahat sebentar jika kau butuh waktu."Mo Tian menyeringai tipis."Jika kita berhenti sekarang, aku takut aku tidak akan bangun lagi."Fang Zhi memandangnya dalam-dalam, lalu akhirnya mengangguk."Baiklah. Kita pe

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 84. Buku Kematian Begitu Dekat

    Langkah kaki mereka bergema di lorong-lorong gelap Kuil Seribu Bayangan.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi bergerak dengan hati-hati, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi ukiran-ukiran kuno di dinding. Meski mereka sudah berhasil mengambil Buku Kematian, perasaan tidak nyaman masih menyelimuti mereka.Mo Tian menatap buku itu dengan waspada. Meski terlihat seperti buku kosong dimata Liu Qingxue dan Fang Zhi, bahkan untuknya saat ini. Tapi dia yakin kalau itu memanglah buku kematian yang mereka cari. Dan siapa yang menyangka, perjalanan yang mereka tempuh sudah begitu banyak, buku itu ternyata selalu membersamainya, buku itu bersemayam di dalam pedang Langit Membawa milik Mo Tian.Mo Tian menggenggam erat buku itu, matanya tajam menatap ke depan. Liu Qingxue dan Fang Zhi berjalan di sisinya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Fang Zhi meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada serius,"Mo Tian, kau harus tetap fokus. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikanmu."Mo Tian mengerut

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status