Home / Fantasi / JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR / Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

Share

Bab 7. Utusan Sekte Langit Berdarah

Author: Aray Fu
last update Last Updated: 2024-12-13 10:55:37

Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.

Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.

Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.

Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.

Tangisan para murid dan tetua menggema di aula, tapi Liu Qingxue tetap teguh. Air matanya mengalir, namun tekadnya tidak berubah. Ia tahu, ini bukan akhir dari pengorbanan. Ini adalah awal dari perjalanan panjang yang harus ditempuh.

Beberapa hari setelah pemakaman sederhana untuk sang guru, dewan tetua sekte mengadakan pertemuan untuk memilih penerus Ketua Sekte. Semua orang sepakat bahwa Liu Qingxue adalah kandidat yang paling pantas. Keahliannya dalam ilmu pedang, kecerdasannya dalam strategi, serta dedikasinya pada sekte selama bertahun-tahun membuatnya menjadi pilihan yang jelas.

Namun, ketika namanya dipanggil di hadapan murid-murid sekte, Liu Qingxue berdiri dengan tegak dan berkata, “Aku merasa terhormat atas kepercayaan kalian. Tapi aku tidak bisa menerima tanggung jawab ini.”

Para tetua terkejut, dan salah satu dari mereka bertanya, “Mengapa, Qingxue? Kau adalah murid kesayangan Ketua, dan kau memiliki kemampuan untuk memimpin kami.”

“Aku tidak bisa berdiam diri di sini, sementara orang yang menyebabkan kehancuran ini masih berkeliaran di luar sana,” jawab Liu Qingxue tegas. “Yan Wuxi, pemimpin Sekte Langit Berdarah, adalah penyebab dari semua ini. Aku tidak akan tenang sampai aku membalaskan dendam kepada orang itu.”

Keributan pun terjadi di aula. Beberapa murid mendukung keputusan Qingxue, sementara yang lain menganggapnya sebagai tindakan impulsif. Namun, dewan tetua akhirnya menghormati keputusannya.

Dengan menolak, Liu Qingxue mengajukan nama Hu Tian, putra dari Ketua Sekte, sebagai penerus. Hu Tian adalah pendekar hebat yang memiliki pengaruh kuat di antara para murid, meskipun ia lebih muda dari Qingxue. Setelah beberapa perdebatan, Hu Tian akhirnya diterima sebagai Ketua Sekte yang baru.

Sebelum Qingxue pergi, Hu Tian mendekatinya. “Kakak Qingxue, aku tidak akan bisa menggantikan posisi ayah atau dirimu, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk melindungi sekte ini.”

Liu Qingxue menepuk pundaknya. “Aku percaya padamu, Hu Tian. Lindungi sekte ini dengan seluruh jiwa dan ragamu. Tapi ingat, jika kau butuh bantuanku, aku akan selalu kembali.”

Liu Qingxue meninggalkan Sekte Awan Putih dengan tekad yang membara. Ia tidak hanya ingin membalaskan dendam gurunya, tetapi juga ingin menghentikan rencana Yan Wuxi yang mengincar Kitab Kematian. Di luar gerbang sekte, ia bertemu dengan Mo Tian, yang telah menunggu selama beberapa hari.

“Mengapa kau disini?” tanya Liu Qingxue heran.

“Aku mengikutimu.”

“Mengapa?”

“Aku tidak punya tempat tujuan, dan juga berjalan seorang diri menuju Gunung Kelam, rasanya tidak menyenangkan.”

“Kau takut?” selidik Liu Qingxue.

“Aku tahu kau akan pergi,” kata Mo Tian sambil tersenyum. “Aku memutuskan untuk menunggumu.”

“Aku tidak punya banyak waktu,” balas Liu Qingxue. “Aku harus melanjutkan perjalanan ini secepat mungkin.”

“Kalau begitu, biarkan aku ikut.”

Liu Qingxue terdiam sejenak, lalu mengangguk. Meski awalnya ia merasa bahwa perjalanan ini adalah tanggung jawab pribadinya, kehadiran Mo Tian memberinya rasa lega. Kekuatan misterius Mo Tian, serta tekadnya untuk menemukan identitas dirinya, menjadikan mereka pasangan yang saling melengkapi.

Dalam perjalanan, Mo Tian terus berusaha memahami pedang tua di tangannya. Setiap malam, ia melatih diri dengan bimbingan Liu Qingxue. Pedang itu, meski terlihat usang, memiliki kekuatan yang menakutkan. Ketika Mo Tian mengayunkannya dengan fokus, pedang itu memancarkan cahaya samar yang mengintimidasi.

“Pedang itu bukan pedang biasa,” ujar Liu Qingxue suatu malam. “Aku yakin, itu adalah senjata yang memiliki hubungan erat dengan tanda di pundakmu.”

“Aku merasa pedang ini seperti hidup, tapi aku tidak bisa mengendalikannya sepenuhnya,” jawab Mo Tian.

“Kau perlu memahami dirimu sendiri terlebih dahulu sebelum bisa menguasai pedang itu,” kata Liu Qingxue. “Itu mungkin sama seperti takdirmu. Kau tidak bisa melawannya, tapi kau bisa memilih bagaimana menjalani takdir itu.”

Sementara itu, mereka terus menyusuri jejak Yan Wuxi. Informasi dari berbagai sumber mengarahkan mereka ke wilayah perbatasan, tempat Yan Wuxi diyakini sedang mengumpulkan pasukan.

Malam itu, di tengah hutan lebat, mereka bertemu dengan dua pendekar berpakaian hitam yang membawa simbol Sekte Langit Berdarah. Kedua pendekar itu tampaknya telah menunggu mereka.

“Kalian adalah Mo Tian dan Liu Qingxue,” salah satu dari mereka berbicara dengan nada dingin. “Pemimpin kami sudah mendengar tentang kalian. Dia mengirim kami untuk memberikan peringatan.”

“Peringatan?” Liu Qingxue menghunus pedangnya. “Katakan pada Yan Wuxi, aku tidak butuh peringatan. Aku akan mencarinya sampai ke ujung dunia.”

Pendekar itu tertawa kecil. “Sayang sekali, kalian tidak akan sampai sejauh itu.”

Mo Tian dan Liu Qingxue saling pandang, sebenarnya mereka heran dariaman Yan Wuxi tahu nama mereka?

Pertarungan pun tak terhindarkan. Kedua pendekar itu memiliki kecepatan dan kekuatan luar biasa, namun Liu Qingxue dan Mo Tian bertarung dengan kekompakan yang membuat mereka mampu menghadapi tekanan tersebut.

Di tengah pertarungan, Mo Tian kembali merasakan tanda sabit hitam di pundaknya bersinar. Pedang tua di tangannya memancarkan aura gelap yang menakutkan, dan dengan sekali tebasan, ia berhasil mengalahkan salah satu lawannya.

Pendekar yang tersisa mundur dengan luka parah, namun sebelum melarikan diri, ia memberikan pesan terakhir. “Yan Wuxi akan menunggu kalian di Benteng Langit Merah. Tapi berhati-hatilah... takdir kalian tidak akan berakhir dengan kemenangan.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misterius
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 8. Menantang Yan Wuxi

    Di tepi sungai yang tenang, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar pada pohon besar. Meski malam sudah larut, keduanya tidak dapat memejamkan mata. Pikiran mereka terus dipenuhi dengan pesan dari pendekar Sekte Langit Berdarah. Benteng Langit Merah—nama itu tidak asing bagi Liu Qingxue.“Benteng Langit Merah...” gumam Liu Qingxue sambil memandang air sungai yang mengalir perlahan. “Itu bukan tempat biasa, Mo Tian. Banyak pendekar hebat yang kehilangan nyawa di sana. Tempat itu lebih mirip arena pembantaian daripada pertandingan.”Mo Tian menatapnya penuh perhatian. “Aku mendengar tempat itu adalah arena duel yang terkenal di kalangan pendekar. Tapi apa yang membuatnya begitu berbahaya?”“Di sana, tidak ada duel biasa,” jelas Liu Qingxue. “Setiap pertarungan adalah pertaruhan hidup dan mati. Yang kalah harus menyerahkan nyawanya. Yan Wuxi pasti tahu itu, dan dia sengaja mengarahkan kita ke sana. Ini jebakan.”Mo Tian merenung sejenak. “Kalau begitu, mengapa dia mengarahkan kita ke san

    Last Updated : 2024-12-13
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 9. Benteng Langit Merah

    Arena Benteng Langit Merah menggema oleh sorakan penonton. Suara dering senjata yang bertemu memekakkan telinga. Mo Tian, yang berada di tengah arena, sudah kehabisan tenaga setelah menghadapi tiga lawan berturut-turut. Keringat bercucuran di wajahnya, dan luka di lengan kirinya membuat gerakannya melambat.Lawan terakhirnya adalah seorang pendekar berbaju merah dengan dua pedang pendek. Gerakan pria itu lincah, serangannya cepat dan tak kenal ampun. Meski Mo Tian mencoba bertahan, setiap detik memperlihatkan bahwa ia semakin terdesak.Liu Qingxue, yang berdiri di antara penonton, mencengkram tepi lengan bajunya dengan gelisah. “Dia tidak bisa terus seperti ini... Dia bisa mati,” gumamnya, nyaris berbisik. Namun ia tahu, tidak ada yang bisa ia lakukan. Peraturan arena melarang siapapun untuk turun tangan membantu.Satu serangan tajam dari pendekar berbaju merah berhasil memukul pedang Mo Tian hingga terlepas dari genggamannya. Senjata tua itu terjatuh, terpental beberapa meter ke samp

    Last Updated : 2024-12-14
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 10. Penguasa Kematian

    Udara di hutan itu semakin pekat. Liu Qingxue dan Mo Tian merasakan sesuatu yang aneh. Angin membawa aroma asing, seperti campuran ramuan pahit dan tanah basah yang terlalu lama terendam. Liu Qingxue berhenti, mengerutkan kening.“Mo Tian, kau merasakannya?” tanyanya sambil menatap sekitar.Mo Tian mengangguk, wajahnya mulai pucat. “Ada sesuatu di udara ini. Aku merasa berat… seperti tidak bisa bernapas dengan benar.”Langkah mereka melambat. Kepala Mo Tian mulai terasa ringan, sementara Liu Qingxue merasakan pusing yang tak tertahankan. Pandangan mereka kabur, dan tubuh mereka seperti kehilangan tenaga.“Kita harus keluar dari sini,” kata Liu Qingxue dengan nada tegas. Ia meraih lengan Mo Tian, berusaha menariknya untuk kembali ke jalur sebelumnya. Namun, langkah mereka terhenti oleh suara dingin dari balik kabut.“Tidak ada yang bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”Dari balik bayangan pepohonan, seorang pria berpakaian serba hitam muncul. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, h

    Last Updated : 2024-12-15
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 11. Kristal Inti Energi

    Sebelum Mo Tian bisa mencerna apa yang baru saja ia dengar, suara langkah kaki dari luar lorong menggema, diikuti oleh suara senjata yang dihunus.Pria berpakaian hitam itu segera memandang ke arah lorong dengan ekspresi tegang. “Mereka datang.”“Siapa?” tanya Liu Qingxue.Belum sempat pertanyaan Liu Qingxue mendapat jawaban, suara langkah kaki menggema di sepanjang lorong gelap gua, semakin dekat dengan aula tempat mereka berdiri. Ketegangan melingkupi ruangan ketika pria berpakaian hitam, yang telah membawa Mo Tian dan Liu Qingxue ke tempat ini, berdiri dengan tongkat kayunya di tangan.“Bersiaplah,” katanya dengan suara rendah. “Mereka tidak akan menunjukkan belas kasihan.”Liu Qingxue meraih pedangnya, meskipun tangannya masih gemetar akibat racun yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya. Sementara itu, Mo Tian memegang erat pedang tua miliknya. Meski tubuhnya lemah, ada sesuatu yang aneh—pedang itu terasa semakin berat, seolah-olah sedang menyerap kekuatan dari dalam dirinya.T

    Last Updated : 2024-12-16
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 12. Perjalanan Menuju Gunung Langit

    Liu Qingxue mendengus. “Kebohongan yang buruk.”Pertempuran kembali pecah. Meski dalam keadaan lemah, Mo Tian dan Liu Qingxue bertarung dengan sekuat tenaga. Pedang tua Mo Tian mengeluarkan cahaya gelap yang mematikan, melukai beberapa lawan dengan hanya satu ayunan. Sementara itu, Liu Qingxue menggunakan kelincahan dan kecerdasannya untuk mengatasi musuh.Namun, mereka jelas kalah jumlah.Ketika keadaan semakin mendesak, kristal yang dibawa Mo Tian tiba-tiba memancarkan cahaya yang lebih terang. Cahaya itu membuat para pendekar Sekte Langit Berdarah mundur dengan wajah ketakutan.“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue, melindungi matanya dari kilauan cahaya itu.Kristal itu mulai bergetar di tangan Mo Tian, seolah-olah bereaksi terhadap bahaya. Dalam sekejap, cahaya merah itu meledak, menciptakan gelombang energi yang menghantam semua orang di sekitarnya. Para pendekar Sekte Langit Berdarah terpental jauh, beberapa dari mereka tidak bangun lagi.Mo Tian dan Liu Qingxue terjatuh ke tan

    Last Updated : 2024-12-17
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 13. Dikepung

    Suasana malam begitu senyap di dalam gua kecil yang menjadi tempat persembunyian Mo Tian dan Liu Qingxue. Hanya suara kayu terbakar dari api unggun kecil yang memecah kesunyian. Mo Tian berbaring dengan pedang tua yang ia letakkan di sampingnya, sementara Liu Qingxue tidur bersandar di dinding gua dengan satu tangan masih menggenggam gagang pedangnya. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, keduanya akhirnya bisa memejamkan mata meski hanya untuk sesaat.Namun, mereka tidak menyadari bahaya yang mendekat.Di luar gua, sosok-sosok berbaju hitam mulai bermunculan dari kegelapan. Mereka bergerak tanpa suara, mengelilingi gua seperti bayangan hantu. Pemimpin mereka, seorang lelaki bertopeng dengan mata tajam berkilat seperti elang, memberi isyarat dengan tangannya. Anak buahnya menghunus senjata, bersiap menerkam dua sosok yang tak berdaya di dalam gua.Ketegangan merayap seperti kabut malam. Langkah kaki mereka begitu ringan sehingga tak satupun dari Mo Tian atau Liu Qingxue menyadar

    Last Updated : 2024-12-17
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 14. Melarikan Diri

    Tubuh Mo Tian terasa seperti dihantam batu besar. Setiap gerakan kecil menimbulkan rasa nyeri yang menjalar dari ujung kepala hingga kaki. Matanya tertutup kain hitam, dan ia hanya bisa merasakan kegelapan pekat di sekelilingnya.Di sisinya, Liu Qingxue juga mengerang pelan. Tubuhnya sama lelah dan terluka, meskipun semangat juangnya tetap terasa melalui suaranya yang lirih.“Apa kau baik-baik saja, Mo Tian?” tanya Liu Qingxue, meski ia sendiri hampir tak mampu menggerakkan tubuh.“Masih hidup,” jawab Mo Tian dengan suara serak. Ia mencoba menenangkan nafasnya yang memburu. “Kau?”“Tidak seburuk kelihatannya. Tapi, mereka terlalu kuat. Dan sekarang… kita terjebak di sini.”Mo Tian mencoba mendengarkan suara di sekeliling mereka. Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki dari luar, diselingi suara tawa rendah dari beberapa penjaga. Bau lembab dan amis memenuhi ruangan, menandakan bahwa tempat ini sudah lama tidak digunakan.“Mereka mengambil kristal itu,” gumam Liu Qingxue, nadanya penu

    Last Updated : 2024-12-18
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 15. Penolong Misterius

    Mo Tian dan Liu Qingxue berbalik dengan cepat. Di depan mereka berdiri seorang pria tinggi dengan jubah hitam bergaris merah. Matanya tajam seperti elang, memancarkan aura kekuatan yang membuat lutut terasa lemas.“Pemimpin mereka,” bisik Liu Qingxue dengan nada tegang.Pria itu tersenyum tipis. “Aku sudah menduga kalian akan mencoba melarikan diri. Sayangnya, usaha kalian sia-sia.”Mo Tian menghunus pedangnya, meskipun tahu kekuatannya saat ini tidak cukup untuk melawan pria itu. “Kami tidak akan menyerah tanpa perlawanan.”Pemimpin Sekte Langit Berdarah hanya tertawa kecil. “Kalian benar-benar berani, tetapi juga bodoh. Tidak ada yang bisa melawan kekuatan kristal merah yang sekarang ada di tanganku. Apalagi dengan pedang karat itu.”Liu Qingxue menggenggam erat pedangnya, matanya penuh dengan tekad. “Kami akan menghentikanmu, apapun yang terjadi.”Pertarungan tidak bisa dihindari, dan sekali lagi, Mo Tian serta Liu Qingxue harus bertarung dengan seluruh kekuatan mereka, meskipun ha

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 66. Selamat dari Bahaya

    Setelah melalui berbagai rintangan yang nyaris merenggut nyawa, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi akhirnya bertemu kembali di sebuah ruangan besar di dalam gua. Ruangan itu dipenuhi stalaktit yang menjuntai dari langit-langit, berkilauan samar karena pantulan cahaya biru yang berasal dari dinding gua.Liu Qingxue adalah yang pertama melihat Mo Tian. Ia terkejut melihat kondisi sahabatnya itu. Tubuh Mo Tian penuh dengan luka, sebagian besar adalah luka dalam yang tampak serius. Napasnya tersengal, dan langkahnya begitu lemah hingga ia hampir terjatuh saat mencoba mendekati Liu Qingxue.“Mo Tian!” seru Liu Qingxue, berlari menghampirinya. Ia memegang bahu Mo Tian, menopangnya agar tidak jatuh. “Kau terluka parah! Kau harus istirahat!”Mo Tian hanya tersenyum tipis, meski wajahnya pucat pasi. “Aku baik-baik saja,” katanya, meskipun jelas dari raut wajahnya bahwa ia sedang menahan sakit luar biasa.Fang Zhi muncul dari arah lain, menyeret langkahnya dengan kaki yang pincang. Lengan kirin

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 65. Terpisah

    Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terasa berat saat mereka memasuki gua di tengah Lembah Tujuh Bintang. Udara di dalamnya dingin dan lembab, diselimuti aura yang mencekam. Cahaya biru yang semula memandu mereka mulai memudar, digantikan oleh kegelapan pekat.Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas mereka. Tanah bergetar, dan batu-batu besar mulai berjatuhan. Mo Tian berteriak, “Hati-hati! Gua ini runtuh!”Ketiganya mencoba berlari kembali ke pintu masuk, tetapi pintu gua tiba-tiba tertutup oleh batu besar yang jatuh dengan cepat. Gua itu kini benar-benar tertutup.“Tidak!” seru Liu Qingxue, memukul batu yang menghalangi jalan keluar mereka. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan.Suara gemuruh semakin keras, disusul dengan jeritan yang menusuk telinga. Jeritan itu bukan berasal dari manusia, melainkan dari jiwa-jiwa yang tampaknya terjebak di dalam gua. Suara itu menggema di seluruh ruangan, membuat mereka semua merasa seperti tenggelam dalam penderitaan yang tak terl

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 64. Sungai Jiwa Mengalir

    Pagi itu, desa yang porak poranda oleh serangan Yan Wuxi dan Bai Zhen telah mulai bangkit kembali. Penduduknya, meskipun masih dalam suasana duka dan keletihan, berusaha menata kehidupan baru. Namun, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi tahu bahwa kehadiran mereka di desa hanya akan membawa bahaya lebih lanjut.Dengan berat hati, mereka memutuskan untuk pergi. Para penduduk desa berkumpul di gerbang untuk melepas kepergian mereka. Wu Zhan, tetua desa, memberikan doa dan harapan terbaiknya.“Mo Tian, Liu Qingxue, Fang Zhi,” katanya sambil menggenggam tangan mereka satu per satu. “Kami berhutang nyawa kepada kalian. Dunia ini mungkin keras, tetapi kalian membawa secercah harapan bagi kami. Hati-hati di perjalanan kalian. Kami akan berdoa agar kalian berhasil.”Liu Qingxue tersenyum lembut, menahan air mata. “Kami berjanji akan kembali suatu hari nanti, ketika semuanya telah selesai.”Mo Tian, yang jarang menunjukkan emosinya, hanya membungkuk dalam-dalam. Di dalam hatinya, ia merasa berat

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 63. Fang Zhi

    Hari-hari berlalu dengan perlahan di desa itu. Mo Tian dan Liu Qingxue memutuskan untuk tinggal sementara waktu, tidak hanya untuk memulihkan kekuatan Mo Tian tetapi juga untuk membantu penduduk desa membangun kembali kehidupan mereka. Serangan brutal Yan Wuxi dan Bai Zhen telah meninggalkan luka yang mendalam, baik pada bangunan maupun jiwa para penduduk.Mo Tian, meskipun belum sepenuhnya pulih, bersikeras membantu. Dia bersama para penduduk memindahkan puing-puing rumah yang hancur, mendirikan tenda sementara, dan menggali kuburan bagi mereka yang menjadi korban. Liu Qingxue juga tidak kalah sibuk, membantu para wanita desa memasak makanan untuk mereka yang bekerja keras dan merawat anak-anak yang kehilangan orang tua mereka.“Setidaknya aku bisa melakukan sesuatu untuk mereka,” kata Mo Tian suatu pagi saat dia dan Liu Qingxue sedang menata kayu untuk membangun kembali balai desa. “Aku tidak bisa membiarkan mereka menanggung ini sendirian.”Liu Qingxue memandangnya dengan kagum. “K

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 62. Beban Baru

    Selama beberapa hari, Mo Tian terbaring di rumah tabib. Tubuhnya perlahan pulih, tetapi setiap gerakan terasa berat seperti memikul beban dunia. Liu Qingxue tetap berada di sampingnya, memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Dia memerhatikan Mo Tian dengan cermat, bahkan di saat dia tidak sadar.Mo Tian sering terbangun di malam hari, memandangi Liu Qingxue yang tertidur di kursi dekat ranjangnya. Dalam kesunyian malam, dia menyadari sesuatu yang selama ini dia abaikan—perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan atau ikatan keluarga. Liu Qingxue adalah seseorang yang penting baginya, lebih dari apa pun yang pernah dia miliki.Namun, Mo Tian memilih menyimpan perasaan itu dalam hatinya. Dia tahu perjalanan mereka masih panjang, dan ancaman yang mengintai terlalu besar. Baginya, menyatakan perasaan hanya akan menjadi beban tambahan untuk Liu Qingxue, yang sudah banyak berkorban untuknya.Pagi ini, saat matahari menyembul di balik bukit, Liu Qingxue duduk di tepi ranjang Mo Tian,

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 61. Hilang Kendali

    Tubuh Mo Tian berdiri tegak, meskipun setiap serat ototnya tampak bergetar hebat. Tanda hitam di pundaknya memancarkan cahaya gelap yang berdenyut seperti jantung yang hidup. Wajahnya berubah dingin, matanya yang biasanya penuh tekad kini memancarkan kegelapan yang tak berujung. Liu Qingxue berdiri beberapa meter di belakangnya, terdiam membeku melihat perubahan yang terjadi pada Mo Tian.Mo Tian melangkah maju, tubuhnya dipenuhi aura mengerikan yang membuat udara di sekitarnya terasa berat. Anak buah Yan Wuxi dan Bai Zhen, yang sebelumnya menyerang dengan percaya diri, kini terlihat gemetar. Mereka mundur dengan wajah pucat, namun tidak sempat untuk melarikan diri.Dalam satu gerakan cepat, Mo Tian melesat seperti bayangan. Serangannya begitu cepat dan kuat hingga pedang-pedang anak buah Yan Wuxi terlempar tanpa perlawanan. Satu per satu mereka tersungkur, tidak sanggup melawan kekuatan yang luar biasa itu.Yan Wuxi dan Bai Zhen mencoba melancarkan serangan balik, menggabungkan seran

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 60. Amarah Besar

    Mo Tian dan Liu Qingxue kembali ke desa, mereka menatap ke arah kediaman Master Jian Xun dari kejauhan. Tempat itu tampak sunyi, jauh berbeda dari biasanya. Tidak ada suara percakapan, denting pedang, atau bahkan aktivitas para murid yang biasa mereka lihat. Asap tipis mengepul dari beberapa atap rumah di desa sekitar, memberikan kesan yang ganjil.“Ada yang tidak beres,” kata Liu Qingxue dengan nada waspada.Mo Tian mengangguk setuju. Mereka mempercepat langkah, melintasi jalan setapak yang penuh dedaunan kering. Ketika mereka tiba di desa, pemandangan yang mereka lihat membuat napas mereka tercekat.Desa itu porak-poranda. Rumah-rumah terbakar atau runtuh, jalanan dipenuhi puing-puing, dan udara dipenuhi aroma hangus bercampur dengan bau darah. Penduduk yang tersisa tampak lemah, beberapa menangis, dan lainnya hanya duduk terpaku dalam ketakutan.Seorang wanita tua, yang sedang membersihkan pecahan kayu di depan rumahnya yang hangus, menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. “Kali

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 59. Ruang Bawah Tanah

    Mo Tian dan Liu Qingxue berdiri terpaku, menatap ke arah gelap tempat pria tua berjubah hitam itu menghilang. Napas keduanya masih tersengal setelah perjuangan berat mereka mendekati bangunan itu.“Dia... dia menghilang begitu saja,” ujar Liu Qingxue, suaranya bercampur antara bingung dan frustasi.Mo Tian menggenggam erat pedangnya, wajahnya tegang. “Dia pasti tahu sesuatu. Kita tidak boleh membiarkannya pergi begitu saja!”Tanpa membuang waktu, Mo Tian segera berlari ke arah pria itu sebelumnya berdiri. Liu Qingxue mengikutinya, meski tubuhnya masih terasa berat setelah bertarung melawan serangan-serangan tak terlihat tadi. Mereka berdua keluar dari bangunan tua itu, kembali ke kabut pekat yang menyelimuti Tanah Bayangan Jiwa.Namun, tidak ada tanda-tanda pria itu. Tidak ada jejak kaki di tanah, tidak ada suara langkah, bahkan tidak ada bekas keberadaannya.“Bagaimana mungkin dia menghilang begitu saja?” tanya Liu Qingxue, matanya menyapu sekeliling dengan waspada.Mo Tian menggelen

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 58. Tidak Ada Apa-Apa

    Kabut di sekitar Tanah Bayangan Jiwa semakin tebal, seolah menelan setiap cahaya yang mencoba menembusnya. Mo Tian dan Liu Qingxue terus berjalan, dengan setiap langkah terasa semakin berat. Energi gelap yang mengelilingi mereka seakan menyerap kekuatan dan semangat mereka, tetapi tekad untuk mencapai bangunan itu tetap menguatkan langkah mereka.“Bangunan itu sudah dekat,” ujar Mo Tian dengan suara yang bergetar. Ia menghapus keringat dari dahinya dan menggenggam erat pedangnya. “Kita tidak boleh menyerah sekarang.”Liu Qingxue menatap Mo Tian, napasnya tersengal-sengal. “Kita sudah sampai sejauh ini. Kita harus terus maju.”Namun, mendekati bangunan itu tidak semudah yang mereka bayangkan. Tiba-tiba, suara-suara berbisik mulai terdengar di sekitar mereka. Suara itu begitu lembut, seperti angin yang menyelinap ke dalam pikiran mereka, tetapi setiap kata membawa rasa takut dan keraguan.“Kenapa kalian terus maju?” bisik suara itu. “Tidak ada yang menunggu kalian di sana. Kalian hanya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status