Beranda / Pernikahan / JARAK SEJUTA DETIK / Part 1. Gagal Lagi

Share

JARAK SEJUTA DETIK
JARAK SEJUTA DETIK
Penulis: Nida Aulia

Part 1. Gagal Lagi

Penulis: Nida Aulia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 13:51:02

 “Gagal lagi,” keluh lirih suara wanita yang memegang tes pack.

Seketika kakinya merasa lemas akibat getaran di tubuh yang membuat langkahnya terhuyung duduk diatas kloset duduk.

Air mata lolos begitu saja diiringi sesak yang menusuk dada hingga suaranya tercekat. Friska mencoba mengatur napas yang mendadak sulit dikendalikan. Udara di dalam kamar mandi itu seperti kekurangan oksigen baginya.

“Sudah kesekian kali seharusnya aku terbiasa, tapi kenapa rasanya masih sesakit ini?” Kembali ia menatap benda berbentuk stik berwarna biru dengan garis satu berwarna merah di ujungnya.

Hari di mana ia selalu melakukan uji tes urine itu dan mendapati hasil serupa, hanya satu yang selalu terucap: Gagal.

Suara isakan kecil lolos dari bibirnya. Wajah menunduk tajam tak sanggup menatap bayangan sendiri di dalam cermin. Hati dan benaknya berkecamuk beradu ketenangan. Namun, hingga air mata terus mengalir, tak juga ia menemukan titik ketabahan. Mungkin ini bukan kali pertama wanita itu melakukan pemeriksaan. Akan tetapi, hasil yang dilihat tak kunjung sama dengan yang diharapkan.

Suara pintu yang diketuk tak juga membuatnya beranjak dari kesedihan. Ia terus terisak sampai suaranya memenuhi sebagian ruangan besar itu. Sementara di luar sana, seorang pria tampan dan gagah terus mengetuk pintu dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan.

“Friska, kamu di dalam, kan?” panggil pria yang mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih didalamnya.

Tak ada sahutan. Pria itu tampak kebingungan. Ia pun lupa membawa cardlock yang tertinggal didalam mobil. Berpikir untuk bergegas menuju parkiran, tetapi di lain sisi ia sangat mencemaskan keadaan seseorang di dalam kamar itu. Hatinya sudah menduga pasti ada yang tidak baik malam ini.

“Ris,” panggil seorang wanita paruh baya dari arah lain.

Pria itu menoleh dan hanya terdiam. 

“Friska ke mana?” tanya wanita paruh baya yang model rambutnya di sanggul kuno. Tatapannya sedikit kesal pada pria yang masih mengetuk-ngetuk pintu kamar itu. “Kalian tuh kenapa, sih? main tinggalin acara aja!”

“Fris, kamu di dalam, kah?” Sekali lagi. Pria itu mengetuk dan bersuara.

Hampir lima belas menit pria berjas hitam itu berdiri di depan pintu dan tak mendapatkan apa-apa. Sementara wanita paruh baya di sebelahnya hanya bisa mengomel dan menggerutu tidak jelas.

Akhirnya, wanita yang dicari mulai membuka pintu. Pria itu langsung terkesiap dan melebarkan mata saat melihat wanita bernama Friska mengulum senyum dengan mata sembab yang tak bisa disembunyikan.

“Fris, are you okay?”  Faris cemas, sembari memegang kedua sisi lengan Friska.

Wanita yang masih tampak bersedih itu mengangguk pelan dan menatap dengan senyuman pria dihadapannya.

I’m fine. Sorry, tadi aku ....” 

“Kamu tuh kebanyakan drama, Friska!” Belum selesai ia menyelesaikan kalimatnya, tetapi wanita paruh baya itu langsung melangkah dan menginterupsinya. Suara yang pelan, tetapi terdengar tegas itu berhasil membuat Friska sontak terdiam seraya menundukkan wajah.

“Ma, mending Mama balik lagi aja ke taman. Temuin tamu-tamu yang lain. Nanti Faris sama Friska nyusul, kok.” Suara lemah dari Faris pun tampaknya tak diindahkan oleh wanita paruh baya itu.

“Acara ini kan kalian yang mau. Jadi, jangan seenaknya ninggalin acara apalagi sampe bikin tamu pada nungguin!” balas Farida. Lalu, tatapan matanya kembali menatap bengis ke arah menantunya. “Friska, kamu tuh jangan lebay, deh! Mama tau, kok, kamu tuh ceritanya mau bikin surprise untuk ngasih tau kehamilan kamu kan?” Farida menyeringai sinis, “tapi ... kenyataannya nihil lagi!” 

Tak sanggup menjawab apalagi menatap, Friska langsung mendengkus dan berbalik badan memasuki kamar. Sementara wanita paruh baya itu hanya bisa melengos dan menatap putranya.

“Tuh, lihat sendiri kan? gimana mau punya anak, kalau kelakuan aja masih kayak anak kecil! Inget umur, Ris! Kalian itu udah hampir menginjak kepala tiga! Ka—”

“Udahlah, Ma. Mending Mama balik lagi aja ke bawah. Friska tuh cuma lagi gak enak badan aja. Kasih kami waktu 15 menit, nanti kami turun, kok.” Faris langsung bergegas menyusul Friska ke dalam kamar seraya meninggalkan ibunya yang malah menggerutu sendiri.

Mata bulat yang indah itu kini dikecupnya. Rasanya sakit jika melihat bidadari hatinya terluka bahkan sampai menitikkan air mata. Kata maaf terus di lontarkan, walaupun ia tahu itu tak akan menjadi obat atas sakit yang selalu ditaburkan oleh mertuanya.

“Maafin mamaku ya, Fris. Aku tau kamu sedang terluka karena hal yang sama.” Faris merengkuh istrinya. Sementara wanita itu langsung menenggelamkan wajah di dada sang suami. Menumpahkan seluruh tangis dan rasa kecewa akan banyak hal yang bahkan ia sendiri pun tak tahu harus menyalahkan siapa.

“Aku yang harusnya minta maaf. Aku terlalu percaya diri sampai mengira hari ini aku benar-benar hamil dan kenyataannya ….” Friska menunduk dalam. Suaranya bergetar. “I’m so sorry, Ris. Aku bakal malu-maluin banget di depan semuanya, di depan acara yang kita buat sendiri.” 

Faris mengecup puncak kepala sang istri. Seolah mentransfer kekuatan dan kesabaran untuk bidadari tercintanya. 

“Nggak ada yang salah, sayang. Tujuan acara ini kan bukan untuk itu. Ini adalah acara perayaan pernikahan kita yang ke 8 tahun. Hari yang mengingatkan kita pada sebuah perjalanan menuju babak kehidupan yang baru kala itu. Hari yang mengingatkan kita untuk berjanji akan selalu bersama menghadapi pahit manisnya perjalanan kita sampai detik ini.” Faris melepaskan dekapannya dan membungkukkan badan di hadapan sang istri. Menatap lekat manik mata yang masih basah itu.

“Aku mencintaimu, happy anniversary, my love. I hope i love you all my life.” Satu kecupan manis didaratkan oleh Faris di bibir ranum itu, menyesap ketulusan yang dapat menenangkan. Seolah menghapus jejak luka yang terus menganga di hati sang istri. 

“I love you too. I hope to be with you forever. Maaf, kalau sampai detik ini aku belum bisa memenuhi impian terbesar dalam pernikahan kita, Ris.” Friska kembali terisak. Sementara Faris hanya tersenyum manis dan menyeka air mata istrinya.

“Impian terbesar dalam pernikahan ini adalah kita akan terus bersama-sama! Apa pun keadaannya. Aku gak pernah menyalahkanmu soal anak, Fris. Percaya aja, mungkin ini belum waktunya buat kita. Mungkin Tuhan memang ingin kita menikmati honeymoon lebih lama lagi,” ujar Faris sembari menyapit lembut hidung mancung istrinya.

Friska pun mengukir senyuman. Hangatnya dekapan suami, lembut tutur katanya seolah memadamkan kobaran kecewa dalam hati. Kini ia mengerti, seburuk apa pun keadaan, jika Faris selalu ada bersamanya, maka semua akan baik-baik saja.

“Turun, yuk. Kasian temen-temen dan tamu yang lain pasti udah nungguin kita,” ajak Faris, kemudian Friska pun mengangguk dan merapikan kembali riasan wajah serta penampilannya.

Okay!” 

*** 

Senyum dan tawa hangat menghiasi setiap tamu yang hadir. Mereka memadati ruangan dengan kegembiraan dan rasa syukur, berkumpul untuk hari jadi pernikahan Faris dan Friska yang ke 8 tahun. Melodi indah dari alunan musik mengiringi langkah penuh harapan dan kebahagiaan. Suara tepuk tangan pun terdengar meriah saat melihat sepasang suami istri itu kembali hadir di tengah-tengah acara.

Friska hanya tersenyum manis menyapa para tamu yang tadi belum sempat bertemu dengannya. Awalnya, Wanita itu memang menambah rundown acara dengan memberikan kejutan untuk semuanya. Beberapa hari ini ia seperti merasakan seluruh ciri-ciri kehamilan yang nyaris lengkap. Bahkan, ia pun sudah mengalami keterlambatan datang bulan selama 7 hari. Hal tersebut membuatnya begitu yakin, bahwa acara anniversary kali ini akan benar-benar spesial karena hadirnya benih cinta yang diyakini telah tumbuh dalam rahimnya.

Jadilah, Friska diam-diam kembali ke kamar hotel untuk melihat hasil tes kehamilan yang sudah ia lakukan sebelum memulai acara. Namun, ternyata harapan itu runtuh saat melihat hasil tes menunjukkan kenyataan seperti bulan-bulan lalu. Sebuah perasaan hancur yang mungkin tidak semua wanita pernah merasakannya.

Seorang MC berjalan ke arah Faris dan Friska serta mengajaknya berbincang. Ekspresi wajah sang pemandu acara pun tampak kebingungan dan gugup.

“Mbak Friska, untuk acara pregnancy announcement-nya jadi gak?” tanya seorang lelaki tampan yang dipercaya Friska untuk memandu acara wedding anniversary-nya.

Friska dan Faris saling menoleh lalu tersenyum lebar. Tampak pancaran ketabahan terukir di wajah keduanya.

Cancel aja. Kita langsung ke acara hiburan,” ujar Friska.

“Ohh,” desis lelaki itu dengan mengangguk pelan, ekspresinya datar seolah sudah bisa membaca situasi ini. “Oke, kalau begitu.”

Acara kembali berlangsung, MC pun langsung mengarahkan ke acara berikutnya yaitu pemotongan kue, acara dansa, menyanyi dan lain sebagainya.

Faris dan Friska pun tampak bahagia malam ini. Kesedihan dan kekecewaan seperti sirna dalam sekejap. Teman dan rekan-rekan mereka juga tak banyak yang menyinggung soal penantian buah hati pada pemilik acara, karena beberapa di antara mereka pun banyak yang mengerti bahwa soal keturunan adalah hal yang sensitif untuk dibahas. 

Lain hal dengan Farida yang terlihat tidak bersahabat malam itu. Ia duduk dengan ekspresi masam. Membuat Lisda–besannya melangkah mendekat.

“Ada apa, Bu? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Lisda dengan hangat. Ia duduk di kursi yang berada di sebelah Farida.

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil dan menjawab, “Baik. Hampir aja, Friska melakukan kesalahan tadi.”

Lisda menautkan alis. Ia menoleh ke arah putrinya yang sedang bersenda gurau bersama teman-teman. “Memangnya ada apa dengan dia?”

Farida mengangkat bahu. “Biasalah, ngambekan aja. Keliru sama keadaannya. Terlalu di manja kali ya sama Bu Lisda dulunya?” 

Lisda menghela napas. Di beberapa hal, besannya itu memang agak menyebalkan. Tapi ia tak mau ambil pusing. Mungkin putrinya memang sedang ada masalah saja. 

“Lagi ada masalah aja kali, Bu. Sebagai orang tua, saya gak mau berpikir negatif sama anak. Tidak berani berkomentar apa-apa juga soal masalah yang sedang dihadapinya.” Lisda menarik napas. Kemudian ia memilih untuk beranjak.

Farida mencibir dengan tatapan sengit. “Ibu sama anak sama aja kayaknya!”

Ponselnya berdering. Ada sebuah pesan singkat masuk. Farida tersenyum lebar saat mengusap layar dan melihat pesan dari seseorang. Tampaknya begitu spesial untuknya.

Senyumannya semakin merekah saat ia melihat sebuah foto boneka beruang kecil beserta isi pesan di dalamnya.

Bab terkait

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 2. Banyak Keresahan

    Farida langsung membuat panggilan telepon dengan nomor itu. Tak lama panggilan pun terhubung.“Hallo, sayang?” sapa Farida dengan santai.“Hallo, Tante, gimana udah lihat hadiah dari Queenza? tadi dia seneng banget habis beliin Tante boneka. Katanya kangen, kok jarang main ke sini lagi?” jawab seorang wanita dari seberang panggilan.“Udah, kok. Cantik banget bonekanya. Oke, besok Tante main ke sana lagi ya. Sekarang lagi ada acara soalnya.” Farida menyesap minumannya.“Acara anniv Mas Faris sama istrinya, ya? oh ya, gimana tuh apa istrinya udah isi?” tanya orang itu.“Belum. Bodo, ah. Jangan bahas itu.” Farida mendengkus pelan. “Hahaha, oke-oke. Oh ya, gak apa-apa kalau Tante belum punya cucu, kan ada Queenza sama bentar lagi adik bayinya launching. Tinggal dua bulan lagi aku lahiran. Tante bisa gendong bayi lagi deh.”“Syukurlah, kalian sehat-sehat ya. Udah gak sabar nih pengen gendong bayi!” Farida tertawa kecil. Tampak asyik sendiri berbincang di telepon bersama seorang wanita yan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 3. Dokter laki-laki?

    “Dia punya pandangan sendiri dalam menjalani hidup. Lagipula, Kendrick tidak memiliki garis keturunan murni dari keluarga Wiratama.” Mbah Putri tersenyum tipis. Sementara Friska melebarkan mata. “Apa? maksudnya gimana, Mbah?” Friska semakin penasaran. “Kendrick anak dari istri kedua. Tapi, saat itu kami sempat keliru. Ternyata, dia bukan darah daging suamiku, melainkan anak kandung dari lelaki lain sebelum kakekmu. Walaupun namanya tertulis di surat wasiat, tetapi dia menolaknya mentah-mentah, memilih pergi dan meninggalkan semuanya di sini. Dia juga tidak ingin menikah,” jelas Mbah Putri. Friska dan Faris termangu. Ini jelas rumit. “Itulah, garis keturunan terakhir berarti ada padamu, Friska. Hanya kamu satu-satunya!” sambung Mbah Putri. Terkesan rumit dan menyebalkan menurut Friska. Pasalnya bukan ia tidak tahu soal pentingnya sang pewaris, melainkan sejak kecil ia tidak pernah bercita-cita pun berminat dalam mengurus sebuah bisnis perusahaan. Baginya itu bidang yang sangat tida

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 4. Saran Dokter

    “Hallo, Friska.” Dokter itu pun melebarkan senyuman.Sementara Faris hanya bisa tercengang saat menyadari istrinya dan dokter itu tampak saling mengenal.“Kalian sudah saling kenal?” tanya Faris terheran.Friska tertawa kecil dengan mata yang melebar. “Kamu Zafriel, kan? yang rumahnya sebelah-sebelahan sama Mbah Putri waktu di Jogja?” Dokter itu mengangguk dengan senyum yang membuat gigi rapi dan bersihnya terekspos. Kemudian menjawab, “Ya betul. Anaknya Bu Kirana.” Friska menghela napas seraya mematut-matut. Ekspresinya jelas seperti orang yang sangat pangling dan tidak menyangka.“Ya ampun, kita udah lama banget gak ketemu. Kamu dan Bu Kiran apa kabar?” tanya Friska.“Kami semua baik, kamu sama orang tua gimana kabarnya?” Zafriel bertanya balik.Friska mengangguk dengan senyuman, “Kami juga baik. Eh, Ris, kenalin ini Zafriel, tetangga aku waktu di Jogja, temen kecil aku!” Friska sangat berantusias memperkenalkan keduanya.“Ohh.” Faris mengangguk. Lalu berjabat tangan dengan Zafri

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 5. Ada sesuatu yang tidak baik

    “Program hamil itu gimana, Dok?” tanya Faris.Dokter mengangguk kemudian mulai memaparkan. “Jadi, kalau kalian ikut program hamil, memang ada serangkaian hal yang harus dilakukan guna untuk menunjang terjadinya kehamilan. Contohnya seperti tadi, istri Anda baru saja menjalani langkah awal pemeriksaan USG Transvaginal, lalu setelah ini saya akan memberikan surat rujukan agar pasien melakukan tes laboratorium seperti hormon, juga untuk suami langkah awalnya adalah analisis sperma.” “Perlu dicatat: untuk program hamil, bukan hanya istri saja yang harus melakukan rangkaian pemeriksaan, melainkan suami juga. Dalam hal ini, kesehatan dan kesuburan suami dan istri itu sangat penting. Keduanya harus berkesinambungan.” Dokter menjelaskan.Friska dan Faris mengangguk. “Gunanya analisis sperma itu apa?” tanya Faris lagi.“Hal itu untuk melihat kesuburan dari sisi pria. Dari hasil analisis sperma kita bisa melihat jumlah, gerakan, struktur serta bentuknya. Karena dari beberapa kasus, jumlah sp

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 6. Merasa Tak Dihargai

    “Ada apa, Fris?” tanyaFaris saat melihat ekspresi istrinya yang tampak masam.“Mama apa-apaan, sih.”Friska memperlihatkan sebuah postingan di sosial media Farida.Faris menyipit danmemperhatikan dengan saksama. Setelah menyadari suatu hal, ia pun sontakmelebarkan mata dan mendengkus kesal. Faris terdiam tak bisa berkomentar.“Ternyata mereka masihsering berhubungan ya, Ris?” Friska bertanya. Nada suaranya terdengar takbersahabat.Faris menggeleng.Ekspresi wajahnya pun datar. Dari pergerakan dadanya pun terlihat bahwanapasnya naik turun dengan berat. Rona kekecewaan pun terpancar di sana.“Keterlaluan!” komentarFriska. Ia pun terlihat sangat kecewa.“Blokir aja kalau kamumerasa terganggu.” Faris berujar pasrah. Ia pun bingung harus berkata apa saatmelihat ulah ibunya yang lagi-lagi di luar perkiraan.“Bukan itu masalahnya!”Friska mulai menegang. “Kelakuan mama kamu itu sama aja seperti gak menghargaikita, Ris! Dia ternyata masih akrab banget sama mantan kamu. Apa kataoran

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-11
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 7. Dokter Zafriel

    “Iya. Temen main waktu kecil. Lucu deh dia tuh dulu. Kalau ngomongin Zafriel yang aku inget tuh, waktu kita di kejar-kejar anjing tetangga sampe kita naik ke pohon mangga orang, terus malah di kira maling buah!” Friska tertawa teringat masa-masa kecil dengan pria itu. Faris tertawa kecil, lalu kembali bertanya, “Sampe dewasa temenannya?” “Hm ... sampe kita kelas satu SMA sih tepatnya. Karena kan waktu itu Papa sama Mama pindah ke Jakarta. Aku pindah sekolah, terus kuliah dan kerja pun di kota yang sama.” Friska menghela napas, lalu kembali melanjutkan, “Dari situ kita gak pernah ketemu lagi dan lost contact lah ceritanya.” Faris mengangguk, ia memang sudah tahu perjalanan hidup istrinya sejak pindah dari Jogjakarta. Namun, selama lebih dari satu dekade mengenal istrinya, ia belum pernah mendengar tentang teman kecil Friska yang bernama Zafriel itu. Apalagi pria itu yang saat ini juga menjadi dokter konsultan kehamilan mereka. “Lucu juga ya, kalian dipertemukan lagi sekarang. Dia ya

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-11
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 8. Teman Lama

    Keesokan paginya, Faris dan Friska sudah meninggalkan kawasan Puncak Bogor dan kembali menuju Jakarta. Tugasnya sudah selesai semua untuk mengawasi jadwal syuting semalam. Sementara para kru dan pemain masih menetap di villa itu, mengingat masih banyak schedule yang harus di selesaikan oleh mereka di tempat itu, sembari menunggu Friska kembali dan membawa pemain baru.Sebelumnya Friska sudah mengirim pesan singkat pada seseorang yang akan ia temui pagi ini, sekaligus untuk menawarkan kerja sama dalam pembuatan series movie yang di adaptasi dari novelnya sendiri. Orang itu menyetujui untuk bertemu di sebuah tempat sarana olahraga, tepatnya di stadium utama GBK Senayan Jakarta yang saat ini tampak ramai oleh pengunjung yang tengah berolahraga pagi, seperti jogging dan bersepeda.Mobil menepi di bahu jalan, Friska kembali menghubungi orang itu sementara suaminya pun mendapatkan sebuah panggilan masuk dari kliennya.“Oh, kamu udah sampe? di sebelah mana?” Friska mengedarkan pandangan. Me

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-11
  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 9. Fris P. Tama

    Friska tercekat. Hatinya tiba-tiba merasakan sebuah desiran yang menjalar hingga relung terdalam hatinya. Ia tidak tahu perasaan macam apa ini! Atau mungkin ia memaknai perasaan itu seperti sebuah kerinduan?Namun, saat ini Zafriel tampak berbeda. Apa maksud ucapannya tadi? bergurau atau memang sebuah ungkapan nyata dari hati? Friska tak sanggup berucap, lidahnya kelu dengan tatapan yang masih sama terkejutnya. Bahkan untuk bernapas pun tiba-tiba rasanya begitu sulit. Degup jantungnya pun seperti bersiap ingin perang.Wanita itu berusaha untuk tetap bersikap sewajarnya. Menormalkan kembali perasaannya. Tak bisa dipungkiri, Zafriel pun adalah pria yang sangat rupawan, masih sama seperti dulu. Gadis mana pun tak punya alasan untuk tidak jatuh cinta pada sosok pria itu. Takut kalau-kalau tiba-tiba ia mengagumi pria disebelahnya.Itu mustahil. Friska sudah menikah dan hanya mencintai Faris, suaminya.Friska berdeham kecil.“I’m sorry, Zaf. I’m not good at saying goodbye.” Tiba-tiba saja pe

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-11

Bab terbaru

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 26. Berharap tetap kuat

    “Aku akan lebih tega jika membiarkan dia berpisah dengan seseorang yang sangat dicintainya. Ma, kita hanya tidak sadar, kalau yang membuat Friska bisa bertahan sejauh itu hanyalah karena suaminya!” Zafriel menegaskan.Perasaannya mendadak tergoncang saat ini. Tetapi ia tidak mau terkalahkan oleh akal sehat.“Lupakan perjodohan itu! Aku akan tetap menjadi seorang dokter yang akan membantunya mewujudkan mimpi mereka untuk mendapatkan anak!” seru Zafriel pada akhirnya. Ia tidak ingin menjadi jahat jika menyetujui perjodohan konyol itu.Kirana menatap serius ke arah putranya dan kembali berujar.“Kamu munafik, Nak. Mama tau betul kamu sangat menginginkan dia! Kamu juga tidak ingin dia menangis karna terus menerus tersiksa batinnya. Ayolah, Nak. Perjuangkan dia sekali lagi! Dapatkan dia, dan bahagiakan dia!” Mendadak Kirana tersulut emosional dan justru mendukung perjodohan itu.“Tidak! Aku akan menjadi pencuri kalau seperti itu, Ma.” Zafriel tetap menolak.“Bukan! Kamu bukan pencuri! Kamu

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 25. Perasaan yang lama Terpendam

    “Apa-apaan ini?” gumam Friska yang masih tak percaya. Degup jantunya seperti berhenti berdetak.“Kami yakin, Zafriel adalah pria yang tepat untukmu. Dia pasti bisa membahagiakan kamu seperti Faris!” ucap Arya dengan yakin.“Tidak!!” tolak Friska cepat dan tegas. Membuat suasana menjadi semakin tegang. Friska tak pernah sebelumnya terlihat sangat tegas dan marah dihadapan keluarganya.Mungkin kali ini emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi. Banyak yang terjadi belakangan ini, dan semuanya karena satu persoalan, yaitu perihal keturunan. Suatu hal yang sangat sensitif di beberapa kalangan yang begitu mengharapkan.“Sudah cukup! Aku tidak mau berdebat lebih jauh lagi! Ini sudah terlalu berlebihan, Pa!” Napas Friska naik turun dengan berat. Tubuhnya mulai merasakan getaran akibat menahan tangis dan emosi. Daripada meledak, Friska memilih untuk menyudahi pertemuan itu.“Apa pun yang terjadi denganku

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 24. Permintaan keluarga

    “Mama benar-benar keterlaluan! Kenapa sih dia ambisi banget sama keluarga itu?” Kini Amara yang terlihat sangat kesal.“Itulah, kelemahan papa, tidak bisa mengendalikan keinginan mamamu yang satu itu!” ucap Gandha.“Itu bukan kelemahan Papa. Tapi emang Mama-nya aja yang gak bisa di kasih tau!” ketus Amara.“Ya udah. Sekarang kita ke rumah sakit aja!” sambung Amara. Saat melihat ayahnya dalam keadaan yang kurang sehat.“Loh kenapa ke rumah sakit? Kita kan mau ke bandara!” kata Gandha.“Gimana aku bisa pergi kalau keadaan Papa kayak gini? Yang ada nanti Papa kenapa-napa sendirian!” ujar Amara yang melepas seat belt dan hendak menggantikan ayahnya untuk mengemudi mobil.“Papa udah lebih baik kok, Nak.” Gandha berusaha tersenyum.“Ya udah, kalau gitu kita pulang aja ke rumah. Papa harus istirahat biar aku balik ke Jerman lusa aja!” ujar Amara.Jadilah, Amara dan ayahnya memilih untuk pulang ke rumah. Sementara itu di lain tempat, Friska dan ayahnya beserta Mbah Putri sudah berada di sebu

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 23. Hal Fatal

    “Apa yang Anda bicarakan, Bu Ratna?” Farida seolah tercenung melihat kedatangan Raden Arya juga ibunya itu.“Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan! Bukan hanya ucapan bahkan sikap dan perilakumu pada cucuku sudah tidak bisa dimaafkan!” tandas Mbah Putri.“Tapi apa yang saya bicarakan itu semua fakta! Memang Friska yang bermasalah dalam hal ini!” ujar Farida yang masih tampak angkuh.Mbah putri menghela napas dan menyeringai sinis. Sementara Friska hanya berdiri mematung. Ia enggan untuk bersuara lagi. Lelah berdebat dengan orang tua yang sangat egois itu.“Memangnya kamu punya bukti apa sampai mengira cucuku mandul? Apakah kamu sudah melihat rangkaian pemeriksaan medis? Lalu, bagaimana jika ternyata putramu yang bermasalah?” Mbah Putri menatap penuh menantang.“Itu tidak akan terjadi!” balas Farida.“Bu, sudahlah. Ingat! Apa tujuan kita datang ke rumah sakit ini!” bisik

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 22. Perseteruan dan salah paham

    Wajah gadis itu tampak penuh dengan kesedihan dan keterkejutan.“Ada apa, Yoana? Kenapa kamu menangis?" tanya Zafriel yang tampak terheran. Kemudian Yoana duduk di kursi yang berdekatan dengan Friska.Friska pun mengusap bahu Yoana yang bergetar. Perempuan itu masih berusaha keras untuk menenangkan diri sambil terisak-isak."Orang tua kami ...," suaranya gemetar.“Kamu harus mencoba untuk tenang, Yoana," ujar Friska sambil mengusap lembut bahu Yoana.Beberapa saat berlalu dalam keheningan. Zafriel dan Friska memberikan Yoana waktu yang untuk bisa mengendalikan diri.Akhirnya, Yoana bisa mengatur napasnya kemudian perlahan menjelaskan.“Mama dan Papa ... mereka mengalami kecelakaan tunggal, Kak,” ucap Yoana dengan suara parau.“Benarkah? Kecelakaan?” Zafriel bertanya dengan sorot mata yang penuh kekhawatiran.“Mereka mengalami kecelakaan beberapa jam lalu di Malaysia. Saat aku akan menyusul ke sana, pihak rumah sakit mengabari kalau mereka tidak bisa diselamatkan dan... meninggal.” Yoa

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 21. Mendadak Pingsan

    Gladies tersenyum tipis. Ia memang selalu berlebihan dalam hal apa pun, bahkan tanpa persetujuan orang tuanya, ia berani menjanjikan kerja sama antara perusahaan orang tuanya dengan perusahaan keluarga Faris. Itu fatal sekali.Untung saja Faris memiliki saham besar di perusahaan keluarganya sehingga apa pun yang terjadi tetap harus atas persetujuannya. Friska pun tidak tega melihat kegusaran ayahnya karena kesalahpahaman itu. Karena dana yang disuntikan pada perusahaan Gandha bukan jumlah yang main-main.“Oke, aku mengerti. Tapi terlepas soal itu semua, aku benar-benar minta maaf karena telah membuat kamu sedih, Friska. Karena mertuamu lebih sayang padaku dari pada kamu!” ucap Gladies yang kali ini mengalihkan topik.Sementara Friska hanya mendengus perlahan. Baginya Gladies seperti ABG yang hobi-nya mencari pengakuan.Friska menyeringai kecil seolah sangat jijik dengan pernyataan Gladis yang sama sekali tidak membuatnya merasa direndahkan. Justru Friska semakin memahami wanita sepert

  • JARAK SEJUTA DETIK   Bab 20. Bertemu

    Friska menghela napas panjang. Untuk apa juga wanita itu menghubunginya? Namun, Friska tak mau banyak mengambil pusing, soal mertuanya saja sudah cukup membuat hati dan kepalanya hampir meledak penuh kesal.Kemudian ia hanya membalas seperlunya saja, yang menunjukkan kalau ia bersedia untuk bertemu. Gladies juga yang menyarankan lokasi tempat mereka akan bertemu. Friska hanya mengikutinya saja.“Apa pun yang mau dia bicarakan, aku tetap harus mengambil sikap tegas juga, Ris.” Besok paginya Friska berbincang dengan suaminya di telepon. Memberi tahu soal ajakan Gladies.“Iya tapi apa perlu kalian bertemu? Aku yakin, wanita itu hanya ingin mempermainkan kamu aja, Sayang! Maksudku ... mungkin aja dia mau memperkeruh keadaan!” ujar Faris di seberang panggilan.“Itu kekanak-kanakan banget, Ris. Lagian, anggap aja ini sebagai teguran awal buat Gladies supaya gak mengusik hidup kita!” kata Friska.Faris menghela napas di seberang panggilan.“Sayang, selain membahas soal kedekatan dia sama mam

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 19. Mempermainkan

    Friska menyeka air mata, kemudian menyalami nenek juga ayahnya. Mereka kemudian duduk bersama di ruang tamu. Membicarakan hal yang cukup serius ini. Setiap sebulan sekali, neneknya itu memang akan berkunjung ke rumah putranya. Kebetulan sekali saat kedatangannya kali ini ada Friska juga di sana. “Maksud Mbah putri apa?” tanya Friska. “Kamu dibilang mandul oleh mertuamu kan?” kata Mbah putri. Friska hanya menunduk lemah. Jika sedang bersikap tegas, wanita tua itu terlihat lebih mengerikan. “Memangnya kalian sudah sejauh apa memeriksakan kesehatan sampai si Farida itu menyimpulkan kalau kamu yang mandul?” tanya Raden Arya, ayah Friska. “Kami baru sekali ke dokter kandungan, Pa.” Kata Friska. “Terus apa kata dokter?” tanya Arya. “Kondisi aku terakhir hanya gangguan hormon karena terlalu stress. Sisanya keadaan rahimku baik. Itu pun hanya di lihat dari pemeriksaan USG aja. Kami belum konsultasi lebih jauh lagi,” ujar Friska. “Terus keadaan suamimu gimana?” tanya Arya lagi. “Faris

  • JARAK SEJUTA DETIK   Part 18. Langkah Tegas

    “Aku bisa melihat dengan jelas dari wajahmu, Fris.” Zafriel menatap lurus. Meski sudah tidak ada air mata, tetapi sorot sendu di wajah Friska tetap tidak bisa disembunyikan.Friska menelan ludah dengan berat. Darah dalam tubuhnya terasa mendidih terbayang bagaimana acara di dalam tadi. Merasa sudah dikhianati oleh keluarga suaminya sendiri, bahkan oleh Zafriel yang sebenarnya tidak tau apa-apa.“Aku permisi, Zaf.” Friska langsung memasuki mobil saat melihat dari arah lain Amara tengah melihatnya dengan ekspresi kebingungan.“Friska, tunggu!” Zafriel kembali memanggil. Tetapi wanita dalam mobil itu tak lagi menghiraukan dan memilih beranjak cepat-cepat.Pria itu hanya bisa menatap hingga mobil Friska menghilang dari pandangan. Hatinya merasa sangat resah dan kasihan melihat teman lamanya itu. Jadilah, Zafriel pun memilih kembali ke tengah-tengah acara.Namun, tujuannya bukan untuk melanjutkan acara, melainkan berpamitan dengan sang pemilik acara. Bagaimanapun ia datang baik-baik dan ha

DMCA.com Protection Status