“Apa-apaan ini?” gumam Friska yang masih tak percaya. Degup jantunya seperti berhenti berdetak.“Kami yakin, Zafriel adalah pria yang tepat untukmu. Dia pasti bisa membahagiakan kamu seperti Faris!” ucap Arya dengan yakin.“Tidak!!” tolak Friska cepat dan tegas. Membuat suasana menjadi semakin tegang. Friska tak pernah sebelumnya terlihat sangat tegas dan marah dihadapan keluarganya.Mungkin kali ini emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi. Banyak yang terjadi belakangan ini, dan semuanya karena satu persoalan, yaitu perihal keturunan. Suatu hal yang sangat sensitif di beberapa kalangan yang begitu mengharapkan.“Sudah cukup! Aku tidak mau berdebat lebih jauh lagi! Ini sudah terlalu berlebihan, Pa!” Napas Friska naik turun dengan berat. Tubuhnya mulai merasakan getaran akibat menahan tangis dan emosi. Daripada meledak, Friska memilih untuk menyudahi pertemuan itu.“Apa pun yang terjadi denganku
“Aku akan lebih tega jika membiarkan dia berpisah dengan seseorang yang sangat dicintainya. Ma, kita hanya tidak sadar, kalau yang membuat Friska bisa bertahan sejauh itu hanyalah karena suaminya!” Zafriel menegaskan.Perasaannya mendadak tergoncang saat ini. Tetapi ia tidak mau terkalahkan oleh akal sehat.“Lupakan perjodohan itu! Aku akan tetap menjadi seorang dokter yang akan membantunya mewujudkan mimpi mereka untuk mendapatkan anak!” seru Zafriel pada akhirnya. Ia tidak ingin menjadi jahat jika menyetujui perjodohan konyol itu.Kirana menatap serius ke arah putranya dan kembali berujar.“Kamu munafik, Nak. Mama tau betul kamu sangat menginginkan dia! Kamu juga tidak ingin dia menangis karna terus menerus tersiksa batinnya. Ayolah, Nak. Perjuangkan dia sekali lagi! Dapatkan dia, dan bahagiakan dia!” Mendadak Kirana tersulut emosional dan justru mendukung perjodohan itu.“Tidak! Aku akan menjadi pencuri kalau seperti itu, Ma.” Zafriel tetap menolak.“Bukan! Kamu bukan pencuri! Kamu
“Gagal lagi,” keluh lirih suara wanita yang memegang tes pack.Seketika kakinya merasa lemas akibat getaran di tubuh yang membuat langkahnya terhuyung duduk diatas kloset duduk.Air mata lolos begitu saja diiringi sesak yang menusuk dada hingga suaranya tercekat. Friska mencoba mengatur napas yang mendadak sulit dikendalikan. Udara di dalam kamar mandi itu seperti kekurangan oksigen baginya.“Sudah kesekian kali seharusnya aku terbiasa, tapi kenapa rasanya masih sesakit ini?” Kembali ia menatap benda berbentuk stik berwarna biru dengan garis satu berwarna merah di ujungnya.Hari di mana ia selalu melakukan uji tes urine itu dan mendapati hasil serupa, hanya satu yang selalu terucap: Gagal.Suara isakan kecil lolos dari bibirnya. Wajah menunduk tajam tak sanggup menatap bayangan sendiri di dalam cermin. Hati dan benaknya berkecamuk beradu ketenangan. Namun, hingga air mata terus mengalir, tak juga ia menemukan titik ketabahan. Mungkin ini bukan kali pertama wanita itu melakukan pemeri
Farida langsung membuat panggilan telepon dengan nomor itu. Tak lama panggilan pun terhubung.“Hallo, sayang?” sapa Farida dengan santai.“Hallo, Tante, gimana udah lihat hadiah dari Queenza? tadi dia seneng banget habis beliin Tante boneka. Katanya kangen, kok jarang main ke sini lagi?” jawab seorang wanita dari seberang panggilan.“Udah, kok. Cantik banget bonekanya. Oke, besok Tante main ke sana lagi ya. Sekarang lagi ada acara soalnya.” Farida menyesap minumannya.“Acara anniv Mas Faris sama istrinya, ya? oh ya, gimana tuh apa istrinya udah isi?” tanya orang itu.“Belum. Bodo, ah. Jangan bahas itu.” Farida mendengkus pelan. “Hahaha, oke-oke. Oh ya, gak apa-apa kalau Tante belum punya cucu, kan ada Queenza sama bentar lagi adik bayinya launching. Tinggal dua bulan lagi aku lahiran. Tante bisa gendong bayi lagi deh.”“Syukurlah, kalian sehat-sehat ya. Udah gak sabar nih pengen gendong bayi!” Farida tertawa kecil. Tampak asyik sendiri berbincang di telepon bersama seorang wanita yan
“Dia punya pandangan sendiri dalam menjalani hidup. Lagipula, Kendrick tidak memiliki garis keturunan murni dari keluarga Wiratama.” Mbah Putri tersenyum tipis. Sementara Friska melebarkan mata. “Apa? maksudnya gimana, Mbah?” Friska semakin penasaran. “Kendrick anak dari istri kedua. Tapi, saat itu kami sempat keliru. Ternyata, dia bukan darah daging suamiku, melainkan anak kandung dari lelaki lain sebelum kakekmu. Walaupun namanya tertulis di surat wasiat, tetapi dia menolaknya mentah-mentah, memilih pergi dan meninggalkan semuanya di sini. Dia juga tidak ingin menikah,” jelas Mbah Putri. Friska dan Faris termangu. Ini jelas rumit. “Itulah, garis keturunan terakhir berarti ada padamu, Friska. Hanya kamu satu-satunya!” sambung Mbah Putri. Terkesan rumit dan menyebalkan menurut Friska. Pasalnya bukan ia tidak tahu soal pentingnya sang pewaris, melainkan sejak kecil ia tidak pernah bercita-cita pun berminat dalam mengurus sebuah bisnis perusahaan. Baginya itu bidang yang sangat tida
“Hallo, Friska.” Dokter itu pun melebarkan senyuman.Sementara Faris hanya bisa tercengang saat menyadari istrinya dan dokter itu tampak saling mengenal.“Kalian sudah saling kenal?” tanya Faris terheran.Friska tertawa kecil dengan mata yang melebar. “Kamu Zafriel, kan? yang rumahnya sebelah-sebelahan sama Mbah Putri waktu di Jogja?” Dokter itu mengangguk dengan senyum yang membuat gigi rapi dan bersihnya terekspos. Kemudian menjawab, “Ya betul. Anaknya Bu Kirana.” Friska menghela napas seraya mematut-matut. Ekspresinya jelas seperti orang yang sangat pangling dan tidak menyangka.“Ya ampun, kita udah lama banget gak ketemu. Kamu dan Bu Kiran apa kabar?” tanya Friska.“Kami semua baik, kamu sama orang tua gimana kabarnya?” Zafriel bertanya balik.Friska mengangguk dengan senyuman, “Kami juga baik. Eh, Ris, kenalin ini Zafriel, tetangga aku waktu di Jogja, temen kecil aku!” Friska sangat berantusias memperkenalkan keduanya.“Ohh.” Faris mengangguk. Lalu berjabat tangan dengan Zafri
“Program hamil itu gimana, Dok?” tanya Faris.Dokter mengangguk kemudian mulai memaparkan. “Jadi, kalau kalian ikut program hamil, memang ada serangkaian hal yang harus dilakukan guna untuk menunjang terjadinya kehamilan. Contohnya seperti tadi, istri Anda baru saja menjalani langkah awal pemeriksaan USG Transvaginal, lalu setelah ini saya akan memberikan surat rujukan agar pasien melakukan tes laboratorium seperti hormon, juga untuk suami langkah awalnya adalah analisis sperma.” “Perlu dicatat: untuk program hamil, bukan hanya istri saja yang harus melakukan rangkaian pemeriksaan, melainkan suami juga. Dalam hal ini, kesehatan dan kesuburan suami dan istri itu sangat penting. Keduanya harus berkesinambungan.” Dokter menjelaskan.Friska dan Faris mengangguk. “Gunanya analisis sperma itu apa?” tanya Faris lagi.“Hal itu untuk melihat kesuburan dari sisi pria. Dari hasil analisis sperma kita bisa melihat jumlah, gerakan, struktur serta bentuknya. Karena dari beberapa kasus, jumlah sp
“Ada apa, Fris?” tanyaFaris saat melihat ekspresi istrinya yang tampak masam.“Mama apa-apaan, sih.”Friska memperlihatkan sebuah postingan di sosial media Farida.Faris menyipit danmemperhatikan dengan saksama. Setelah menyadari suatu hal, ia pun sontakmelebarkan mata dan mendengkus kesal. Faris terdiam tak bisa berkomentar.“Ternyata mereka masihsering berhubungan ya, Ris?” Friska bertanya. Nada suaranya terdengar takbersahabat.Faris menggeleng.Ekspresi wajahnya pun datar. Dari pergerakan dadanya pun terlihat bahwanapasnya naik turun dengan berat. Rona kekecewaan pun terpancar di sana.“Keterlaluan!” komentarFriska. Ia pun terlihat sangat kecewa.“Blokir aja kalau kamumerasa terganggu.” Faris berujar pasrah. Ia pun bingung harus berkata apa saatmelihat ulah ibunya yang lagi-lagi di luar perkiraan.“Bukan itu masalahnya!”Friska mulai menegang. “Kelakuan mama kamu itu sama aja seperti gak menghargaikita, Ris! Dia ternyata masih akrab banget sama mantan kamu. Apa kataoran
“Aku akan lebih tega jika membiarkan dia berpisah dengan seseorang yang sangat dicintainya. Ma, kita hanya tidak sadar, kalau yang membuat Friska bisa bertahan sejauh itu hanyalah karena suaminya!” Zafriel menegaskan.Perasaannya mendadak tergoncang saat ini. Tetapi ia tidak mau terkalahkan oleh akal sehat.“Lupakan perjodohan itu! Aku akan tetap menjadi seorang dokter yang akan membantunya mewujudkan mimpi mereka untuk mendapatkan anak!” seru Zafriel pada akhirnya. Ia tidak ingin menjadi jahat jika menyetujui perjodohan konyol itu.Kirana menatap serius ke arah putranya dan kembali berujar.“Kamu munafik, Nak. Mama tau betul kamu sangat menginginkan dia! Kamu juga tidak ingin dia menangis karna terus menerus tersiksa batinnya. Ayolah, Nak. Perjuangkan dia sekali lagi! Dapatkan dia, dan bahagiakan dia!” Mendadak Kirana tersulut emosional dan justru mendukung perjodohan itu.“Tidak! Aku akan menjadi pencuri kalau seperti itu, Ma.” Zafriel tetap menolak.“Bukan! Kamu bukan pencuri! Kamu
“Apa-apaan ini?” gumam Friska yang masih tak percaya. Degup jantunya seperti berhenti berdetak.“Kami yakin, Zafriel adalah pria yang tepat untukmu. Dia pasti bisa membahagiakan kamu seperti Faris!” ucap Arya dengan yakin.“Tidak!!” tolak Friska cepat dan tegas. Membuat suasana menjadi semakin tegang. Friska tak pernah sebelumnya terlihat sangat tegas dan marah dihadapan keluarganya.Mungkin kali ini emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi. Banyak yang terjadi belakangan ini, dan semuanya karena satu persoalan, yaitu perihal keturunan. Suatu hal yang sangat sensitif di beberapa kalangan yang begitu mengharapkan.“Sudah cukup! Aku tidak mau berdebat lebih jauh lagi! Ini sudah terlalu berlebihan, Pa!” Napas Friska naik turun dengan berat. Tubuhnya mulai merasakan getaran akibat menahan tangis dan emosi. Daripada meledak, Friska memilih untuk menyudahi pertemuan itu.“Apa pun yang terjadi denganku
“Mama benar-benar keterlaluan! Kenapa sih dia ambisi banget sama keluarga itu?” Kini Amara yang terlihat sangat kesal.“Itulah, kelemahan papa, tidak bisa mengendalikan keinginan mamamu yang satu itu!” ucap Gandha.“Itu bukan kelemahan Papa. Tapi emang Mama-nya aja yang gak bisa di kasih tau!” ketus Amara.“Ya udah. Sekarang kita ke rumah sakit aja!” sambung Amara. Saat melihat ayahnya dalam keadaan yang kurang sehat.“Loh kenapa ke rumah sakit? Kita kan mau ke bandara!” kata Gandha.“Gimana aku bisa pergi kalau keadaan Papa kayak gini? Yang ada nanti Papa kenapa-napa sendirian!” ujar Amara yang melepas seat belt dan hendak menggantikan ayahnya untuk mengemudi mobil.“Papa udah lebih baik kok, Nak.” Gandha berusaha tersenyum.“Ya udah, kalau gitu kita pulang aja ke rumah. Papa harus istirahat biar aku balik ke Jerman lusa aja!” ujar Amara.Jadilah, Amara dan ayahnya memilih untuk pulang ke rumah. Sementara itu di lain tempat, Friska dan ayahnya beserta Mbah Putri sudah berada di sebu
“Apa yang Anda bicarakan, Bu Ratna?” Farida seolah tercenung melihat kedatangan Raden Arya juga ibunya itu.“Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan! Bukan hanya ucapan bahkan sikap dan perilakumu pada cucuku sudah tidak bisa dimaafkan!” tandas Mbah Putri.“Tapi apa yang saya bicarakan itu semua fakta! Memang Friska yang bermasalah dalam hal ini!” ujar Farida yang masih tampak angkuh.Mbah putri menghela napas dan menyeringai sinis. Sementara Friska hanya berdiri mematung. Ia enggan untuk bersuara lagi. Lelah berdebat dengan orang tua yang sangat egois itu.“Memangnya kamu punya bukti apa sampai mengira cucuku mandul? Apakah kamu sudah melihat rangkaian pemeriksaan medis? Lalu, bagaimana jika ternyata putramu yang bermasalah?” Mbah Putri menatap penuh menantang.“Itu tidak akan terjadi!” balas Farida.“Bu, sudahlah. Ingat! Apa tujuan kita datang ke rumah sakit ini!” bisik
Wajah gadis itu tampak penuh dengan kesedihan dan keterkejutan.“Ada apa, Yoana? Kenapa kamu menangis?" tanya Zafriel yang tampak terheran. Kemudian Yoana duduk di kursi yang berdekatan dengan Friska.Friska pun mengusap bahu Yoana yang bergetar. Perempuan itu masih berusaha keras untuk menenangkan diri sambil terisak-isak."Orang tua kami ...," suaranya gemetar.“Kamu harus mencoba untuk tenang, Yoana," ujar Friska sambil mengusap lembut bahu Yoana.Beberapa saat berlalu dalam keheningan. Zafriel dan Friska memberikan Yoana waktu yang untuk bisa mengendalikan diri.Akhirnya, Yoana bisa mengatur napasnya kemudian perlahan menjelaskan.“Mama dan Papa ... mereka mengalami kecelakaan tunggal, Kak,” ucap Yoana dengan suara parau.“Benarkah? Kecelakaan?” Zafriel bertanya dengan sorot mata yang penuh kekhawatiran.“Mereka mengalami kecelakaan beberapa jam lalu di Malaysia. Saat aku akan menyusul ke sana, pihak rumah sakit mengabari kalau mereka tidak bisa diselamatkan dan... meninggal.” Yoa
Gladies tersenyum tipis. Ia memang selalu berlebihan dalam hal apa pun, bahkan tanpa persetujuan orang tuanya, ia berani menjanjikan kerja sama antara perusahaan orang tuanya dengan perusahaan keluarga Faris. Itu fatal sekali.Untung saja Faris memiliki saham besar di perusahaan keluarganya sehingga apa pun yang terjadi tetap harus atas persetujuannya. Friska pun tidak tega melihat kegusaran ayahnya karena kesalahpahaman itu. Karena dana yang disuntikan pada perusahaan Gandha bukan jumlah yang main-main.“Oke, aku mengerti. Tapi terlepas soal itu semua, aku benar-benar minta maaf karena telah membuat kamu sedih, Friska. Karena mertuamu lebih sayang padaku dari pada kamu!” ucap Gladies yang kali ini mengalihkan topik.Sementara Friska hanya mendengus perlahan. Baginya Gladies seperti ABG yang hobi-nya mencari pengakuan.Friska menyeringai kecil seolah sangat jijik dengan pernyataan Gladis yang sama sekali tidak membuatnya merasa direndahkan. Justru Friska semakin memahami wanita sepert
Friska menghela napas panjang. Untuk apa juga wanita itu menghubunginya? Namun, Friska tak mau banyak mengambil pusing, soal mertuanya saja sudah cukup membuat hati dan kepalanya hampir meledak penuh kesal.Kemudian ia hanya membalas seperlunya saja, yang menunjukkan kalau ia bersedia untuk bertemu. Gladies juga yang menyarankan lokasi tempat mereka akan bertemu. Friska hanya mengikutinya saja.“Apa pun yang mau dia bicarakan, aku tetap harus mengambil sikap tegas juga, Ris.” Besok paginya Friska berbincang dengan suaminya di telepon. Memberi tahu soal ajakan Gladies.“Iya tapi apa perlu kalian bertemu? Aku yakin, wanita itu hanya ingin mempermainkan kamu aja, Sayang! Maksudku ... mungkin aja dia mau memperkeruh keadaan!” ujar Faris di seberang panggilan.“Itu kekanak-kanakan banget, Ris. Lagian, anggap aja ini sebagai teguran awal buat Gladies supaya gak mengusik hidup kita!” kata Friska.Faris menghela napas di seberang panggilan.“Sayang, selain membahas soal kedekatan dia sama mam
Friska menyeka air mata, kemudian menyalami nenek juga ayahnya. Mereka kemudian duduk bersama di ruang tamu. Membicarakan hal yang cukup serius ini. Setiap sebulan sekali, neneknya itu memang akan berkunjung ke rumah putranya. Kebetulan sekali saat kedatangannya kali ini ada Friska juga di sana. “Maksud Mbah putri apa?” tanya Friska. “Kamu dibilang mandul oleh mertuamu kan?” kata Mbah putri. Friska hanya menunduk lemah. Jika sedang bersikap tegas, wanita tua itu terlihat lebih mengerikan. “Memangnya kalian sudah sejauh apa memeriksakan kesehatan sampai si Farida itu menyimpulkan kalau kamu yang mandul?” tanya Raden Arya, ayah Friska. “Kami baru sekali ke dokter kandungan, Pa.” Kata Friska. “Terus apa kata dokter?” tanya Arya. “Kondisi aku terakhir hanya gangguan hormon karena terlalu stress. Sisanya keadaan rahimku baik. Itu pun hanya di lihat dari pemeriksaan USG aja. Kami belum konsultasi lebih jauh lagi,” ujar Friska. “Terus keadaan suamimu gimana?” tanya Arya lagi. “Faris
“Aku bisa melihat dengan jelas dari wajahmu, Fris.” Zafriel menatap lurus. Meski sudah tidak ada air mata, tetapi sorot sendu di wajah Friska tetap tidak bisa disembunyikan.Friska menelan ludah dengan berat. Darah dalam tubuhnya terasa mendidih terbayang bagaimana acara di dalam tadi. Merasa sudah dikhianati oleh keluarga suaminya sendiri, bahkan oleh Zafriel yang sebenarnya tidak tau apa-apa.“Aku permisi, Zaf.” Friska langsung memasuki mobil saat melihat dari arah lain Amara tengah melihatnya dengan ekspresi kebingungan.“Friska, tunggu!” Zafriel kembali memanggil. Tetapi wanita dalam mobil itu tak lagi menghiraukan dan memilih beranjak cepat-cepat.Pria itu hanya bisa menatap hingga mobil Friska menghilang dari pandangan. Hatinya merasa sangat resah dan kasihan melihat teman lamanya itu. Jadilah, Zafriel pun memilih kembali ke tengah-tengah acara.Namun, tujuannya bukan untuk melanjutkan acara, melainkan berpamitan dengan sang pemilik acara. Bagaimanapun ia datang baik-baik dan ha