Hendra dan Bram yang tergesa-gesa keluar dari rumah sakit, berusaha untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hendra sendiri juga tidak percaya bahwa para korban yang awalnya tertutup akhirnya membuka dirinya.Sekali lagi Hendra yang berusaha untuk mencari tahunya menelepon Maudy. “Apa yang terjadi?”“Saya tidak tahu, Pak. Namun, saya sedang melihat berita bahwa ternyata pihak komisi perempuan bersama dengan komnas HAM akhirnya turun tangan,” celetuk Maudy yang memberitahu Hendra.Hendra mengenggam erat kemudi mobilnya, ia tidak percaya bahwa dugaan Kevin ada benarnya bahwa ada seseorang yang mengendalikan mereka. “Baiklah kita bertemu di kantor,” cakap Hendra.“Baik, Pak, tapi ada yang perlu saya beritahukan kepada Bapak,” balas Maudy.Hati Hendra entah kenapa berdegup dengan kencang, apakah ia akan mengakuinya sekarang? Itu tidak mungkin. “Katakan,” desak Hendra.Maudy bergumam. “Saya ingin minta izin beberapa hari ke depan. Ada kemungkinan saya tidak masuk kantor,” cakap Maud
Hari persidangan sudah di tentukan mereka akhirnya masuk ke dalam ruang sidang tertutup yang bisa di bilang hanya hitungan jari. Dari belakang mereka terdengar suara yang merupakan moderator. “Semua harap berdiri,” ucapnya yang memberikan perintah.Hakim ketua berjalan masuk ke dalam ruang sidang, dia duduk di hadapan orang banyak tersebut, orang yang sama juga memberikan perintah lagi. “Silakan duduk,” katanya yang memberitahu setelah hakim duduk.Semua pengacara, jaksa dan hadirin yang hadir duduk secara bersamaan namun Hendra saat itu belum muncul. Dia juga entah berada dimana sehingga membuat ketua hakim mengernyitkan dahinya.Hakim perempuan tersebut akhirnya hanya bisa menghela napasnya, ia akhirnya memulai sidang yang akan menjadi pelecehan seksual Sandra. Dia juga sudah melihat Dylan dan Billy secara bersamaan. “Kita akan memulai sidang untuk nomor kasus 2022, nomor referensi 2192.”Tatapan mata tersebut jelas hampir mengintimidasi semua orang yang ada di dalam ruang sidang. T
Persidangan yang awalnya berjalan lancar akhirnya di berhentikan selama tiga puluh menit tersebut berkumpul termasuk Hendra yang terkejut bukan main dengan kehadiran Maudy secara tiba-tiba. “Eeeh Maudy, bagaimana bisa kau ….” Hendra tak mampu untuk menlanjutkan perkataannya.Maudy membenarkan rambutnya ia juga tidak tahu bahwa semuanya akan terjadi seperti ini. “Maaf, pak. Saya tidak ada maksud,” cakap Maudy yang memberitahu kepada atasannya sendiri.Hendra tiba-tiba saja teringat akan percakapan ia bersama dengan Maudy terakhir kalinya. “Jadi, perkataanmu yang ingin menemui Ibumu itu, benar atau tidak?”“Itu benar,” cakap wanita yang berada di samping Maudy.Mata Hendra berpindah dari Maudy kepada wanita yang berdiri di samping Maudy. Tangan Hendra menunjuk dengan segera seakan ia ingin jawaban secepatnya. “Kau siapa?” tanya Hendra.“Dia, Priscilla, adik saya,” ucap Maudy yang memberitahunya kepada Hendra. “Dia juga mengalami pelecehan seksual terhadap Dylan,” sambung Maudy yang memb
== Empat Jam Setelah Kejadian ==Kevin hanya berdecak ketika ia mendengar berita tersebut seakan ia tidak percaya dengan tindakan yang di lakukan pengacaranya itu. “Kau sinting,” umpat Kevin.“Jika bukan Ibumu yang menginginkan aku mati, aku juga tidak ingin melakukan hal itu,” cakapnya yang sembari berbisik kepada Kevin.“Tapi setidaknya kau bisa memberitahuku. Kalau kau benaran mati bagaimana? Urusan kita saja belum selesai,” cakap Kevin yang memperingatkannya.“Aku tahu jangan mengoceh kepadaku,” balas Hendra yang tak terima.“Kalau dia tidak berkorban apakah Ibumu akan muncul?” tanya Bram yang memutar otaknya untuk menyadarkan Kevin.Kevin terdiam seribu bahasa, benar yang dikatakan oleh Bram jika Hendra tidak melakukan tindakan tersebut ia juga tidak akan tahu jika Ibunya menginginkan sang pengacaranya mati.Selama jam istirahat tersebut wanita yang di temani Maudy juga menatap ke arah Maudy mereka masih menunggu hakim untuk bisa melakukan persidangan. “Maaf, Pak, jika saya menga
Selesainya persidangan jelas saja membuat Indy murka ia yang merasa harga dirinya terlukai akhirnya berusaha untuk mengulang kembali apa yang membuat dirinya merasa aman dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.Indy yang juga memergoki kehadiran anak perempuannya, Lia, akhirnya menemui Lia di depan Kevin. “Pulanglah sebelum ibu melihatmu, Lia,” ujar Kevin yang memberikan pendapatnya.“Ibu sudah terlanjur melihatku,” kata Lia yang memberitahunya.Bola mata Kevin berkedip secara bergantian ia tidak mengerti dengan ucapan yang di berikan oleh Lia. “Maksudmu?” tanya balik Kevin kepada adiknya.“Kami tanpa sengaja saling menatap di dalam ruangan sebelum persidangan selesai,” cakap Lia. Kevin mendesah panjang, ia sudah bisa merasakan hal yang tak menyenangkan dengan kehadiran ibunya sendiri di dalam persidangan.Dari belakang Lia sudah merasakan bulu kuduknya meremang, kaki Indy perlahan mendekat kepada mereka berdua. Dengan kasar Indy menarik tangan Lia. “Ikut aku pulang!” maki Indy.“
Setelah persidangan itu Indy akhirnya harus mengotori tangannya sekali lagi, ia yang sudah di ancam oleh Hendra tak bisa berkutik selain untuk menggunakan cara yang lain. Dia sendiri akhirnya hanya bisa berharap dengan dua orang yang ada di hadapannya tersebut, Frederick dan Linda.Malam itu menjadi malam terburuk bagi Indy. Indy bermimpi menyeramkan, ia melihat dirinya dengan pakaian putih berlarian tanpa henti seakan menghindari dari ancaman kematian namun sang kematian tetap berada di depannya.Indy yang ketakutan berusaha untuk berlari menghindari. “Jangan, jangan aku!” pekik Indy.“Ha-ha-ha,” tawa melengking keluar dari mulut seseorang dengan kerudung hitam yang berada tepat di depannya. “Kau yang memulainya, masa aku tidak akan mengincar dirimu,” kekehnya dengan sendiri di depan Indy.“Tolong, jangan aku,” jerit Indy.Sosok berkerudung tersebut maju dengan perlahan untuk melenyapkan nyawa Indy. Sekali lagi menjerit histeris. “Argghh!” jerit Indy yang ketakutan.“Kemana pun kau l
Felix yang melihat kejadian tersebut secara tidak sadar berusaha melunakan hati Kevin untuk menemui Ibunya sendiri. Sebelum perjalanan kembali ke rumahnya, ia menghubungi Kevin. “Halo,” sapa Kevin dari ujung telepon.“Ada masalah apa sebenarnya ini?” ulik Felix yang mulai penasaran.Mendengar ucapan Felix, ia sudah bisa menebak apa yang terjadi. “Apa yang terjadi?” tanya Kevin kepada Felix.“Dia sepertinya depresi. Dia meraung-raung seperti orang gila seakan-akan ia juga tidak ingin merestuimu,” cakap Felix yang memberitahunya.Kevin memijit pangkal hidungnya, ia tahu hal itu akan terjadi cepat atau lambat. “Kembalilah akan aku ceritakan yang sebenarnya,” ujar Kevin kepada Felix.Felix yang masih di dalam mobilnya memutus telepon Kevin, ia kembali menuju rumahnya untuk mendengar kejadian yang sebenarnya terjadi. Selama perjalanan tersebut Felix tidak tahu mau mengatakan apa kepada sahabatnya tersebut.Sesampainya di rumahnya Felix turun dengan membawa tas olah raga berisi pakaian Kevi
Agus yang kala itu hanya bisa menerima berita bahwa Kevin tengah beristirahat mengambil kesimpulan yang telah di lalui beberapa minggu belakangan ini, ia tahu bahwa Kevin mengalami hal yang berat.Mr. Tan yang berada di sampingnya hanya bisa garuk-garuk kepala. “Bagaimana ini, Pak?”“Biarkan saja tak masalah,”“Bagaimana dengan makan siang hari ini?” tanya Mr. Tan yang mengkhawatirkan seluruh karyawan mereka.“Biarkan mereka makan siang dengan sendirinya,” cakap Agus.Mr. Tan terkejut bukan main baru kali ini para pegawai di bebaskan untuk memilih makanan di luar kantor. “Tak masalah, pak?”“Mereka pasti bosan juga, kita bebaskan sekali-kali supaya mereka bisa memilih. Mereka juga punya kehendak bebasnya masing-masing supaya mereka juga bisa untuk merasakan masakan dari luar juga bukan dari sini saja,” papar Agus.“Ba – baiklah, Pak. Akan saya buat pengumuman hari ini,” ucap Mr. Tan.Mr. Tan dan Agus melenggang keluar dari perusahaan ke hamparan jalanan yang terlihat lebih asri. Agus