Miranti yang sudah siap masih menunggu Kevin yang masih ada di dalam kamarnya. Dia tidak tahu apa yang di lakukan Kevin sedari tadi di dalam kamarnya namun ia sendiri tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.Tok, Tok.Suara pintu terdengar di ketuk oleh Miranti. Kevin yang sedang menerima telepon mematikannya. Kevin keluar dari dalam kamar tamu tersebut, ia melihat wajah Miranti yang terlihat cemas. “Kenapa, tante?” tanya Kevin.“Kenapa kau lama sekali,” bincang Miranti yang seakan ingin tahu.Kevin tertawa kecil. “Maaf, tadi aku sedang berbicara dengan adikku. Dia juga akan datang,” kata Kevin yang memberitahu.“Aah, aku pikir kau kenapa-kenapa,” khawatir Miranti. “Kita mau naik apa?” cecar Miranti.Kevin menggaruk kepalanya, ia sendiri bingung mau naik apa ke rumah sakit. “Kita naik taksi saja, tante,” cakap Kevin yang memberitahunya.Miranti melihat Kevin dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya, Kevin yang di perhatikan tersebut merasa sangat canggung seakan-akan ia sendiri j
Sandra dan Lia yang melihatnya sama-sama terpana, mereka jelas tidak menyangka Kevin yang awalnya kucel berubah menjadi seperti laki-laki tangguh yang siap menerima apapun.Lia berusaha untuk mawas diri. “Ada apa dengan dirimu, kak?” tanya Lia yang melihatnya dari ujung kaki hingga ke kepalanya.“Tak apa-apa ‘kan, aku mengubah penampilan sedikit?” tanya yang berlagak seperti actor Korea.“Cih. Memangnya kau setampan Lee Min Ho dan lain-lainnya? Kau hanya punya otot, bisep dan kekar badannya tapi jiwa ketampananmu masih kurang,” tampik Lia.Sandra yang gerah akan pertengkaran kedua kakak dan adik tersebut berusaha untuk menengahinya. “Sudah jangan ribut ini di rumah sakit,” timpal Sandra dengan kalimat menohok kepada dua orang tersebut.Wajah Sandra yang melihat Kevin hanya bisa tersipu malu sementara Felix masih berusaha untuk tetap terus berada di sisi mereka menunggu dokter keluar dari ruang ICU. Sandra melirik kepada seorang ibu-ibu paruh baya.Miranti tersenyum kepada Sandra. “Kau
Kevin yang meminta izin terlebih dahulu untuk masuk akhirnya mengenakan masker, baju pelindung dan pakaian khusus lainnya. Dia masuk ke dalam bersama dengan Felix, ia melihat ruangan yang serba putih tersebut dengan pandangan yang penuh dengan harapan.Kaki Kevin melangkah menuju bed ayahnya yang masih terbaring dengan lemah. Bunyi alat pacu jantung terdengar di seluruh penjuru ruangan tersebut terdengar di telinga Kevin. “A-ayah,” sapa Kevin di ujung bed.Aditya yang masih belum sadar sepenuhnya berusaha untuk tetap bangun. Perlahan namun pasti ia membuka kedua matanya, menyadari putranya telah hadir. Kevin dapat melihat bahwa ayahnya berusaha untuk tetap melihat kepada dirinya.Kevin yang tahu berusaha mendekat kepada ayahnya sendiri. “Ayah, ini aku,” ujar Kevin.Aditya masih mengenakan masker oksigennya mendelik kepada Kevin, ia mengangguk bahkan mengenali Kevin. “Boleh aku periksa, paman?” tanya Felix.Aditya menganggukkan kepalanya sekali lagi, tanda bahwa ia mengizinkan untuk di
Hari itu jelas membuat Kevin dan Sandra menyadari bahwa Tuhan masih ada. Sandra sendiri akhirnya mengakui bahwa tangan Tuhan masih tersedia dengan lebar untuk membantu masalahnya, Sandra, terutama mengakui bahwa Tuhan itu ada.Bagi kebanyakan orang mujizat hanya di terima kepada orang yang belum mengenal-Nya sehingga ia mempercayai dan hidup di dalam kebenaran Allah Bapa. “Bagaimana kau mau ikut?” tanya Mike yang penasaran.Kevin tersadar dari lamunannya. “Ba – bagaimana bisa?” tanya ulang Kevin.“Lebih baik kau ikut dengan kami sehingga kami bisa menjelaskan semuanya kepadamu,” ujar Mike yang tahu bahwa setidaknya Kevin harus di beri penjelasan.Kevin berusaha untuk membantahnya namun pada kenyataannya, ia terikat janji untuk menemani Sandra. “Sekarang saja,” ujar Kevin.Mike memegang lengan Kevin. “Tidak bisa kau harus ikut ke kantor polisi sekarang,” cegah Mike.“Aku tak bisa tapi…tapi aku akan berusaha untuk memahami semuanya,” ujar Kevin yang kehabisan kata-katanya.“Aku tahu hal
Bram bingung ingin mengatakan apa namun memang sebagian adalah kasusnya Sandra, ia juga tidak memungkiri hal tersebut akan terjadi. Bram menelan salivanya sendiri, di dalam kepalanya ia tengah memilah kata-kata yang tepat.Suasana berubah hening, seketika tepat pada saat itu telepon masuk berdering. Bram mengambil handphonenya, ia melihat bahwa Grace yang meneleponnya. Bram mendiamkan ia tahu bahwa usahanya yang dari nol hampir saja sia-sia. “Erick, bawa mereka keluar,” perintahnya.“Baik, bos,” jawab Erick.Melihat hal yang terjadi membuat Erick meminta waktu kepada mereka berdua untuk bisa menenangkan Bram dalam sekejap. Mereka yang sudah mengetahuinya mengajak dengan baik-baik untuk membicarakan hal yang berhubungan dengan Indy.Kevin yang melihatnya mau tidak mau harus duduk di ruangan yang penuh dengan sekat untuk mendengarkan penjelasan Erick. “Berikan aku kopi,” kesal Kevin.“Kau mau kopi apa?” tanya Erick yang berusaha untuk menenangkan pemuda tersebut yang terlihat sangat gus
Keheningan terjadi semua terdiam mendengarnya dan dalam seketika terdengar bunyi telepon di matikan. “Sialan,” umpat Bram. Satu per satu mulai melampiaskan emosi mereka. “Kumpulkan semua bukti jangan sampai usaha kita sia-sia,” peringat Bram.Fitri mengigit bibir bawahnya, ia sendiri bahkan tidak memungkiri. “Kepala harimau? Menurut dia bahwa kita di pimpin untuk mengarahkan semua bukti kepada Indy? Aneh,” kata Fitri dengan hati-hati kepada dirinya sendiri.Sementara itu Fitri membuka file yang lain, ia mempelajari bahkan menganalisanya, ia juga mengambarnya di kertas sementara yang lain memikirkan strategi untuk bisa menangkap Indy. Di satu sisi, Bram mengusap wajahnya, ia pening dengan kejadian yang terjadi secara beruntun dan acak seakan tidak ada ujungnya.Bram tak percaya bahwa ia sendiri pun hampir menyerah dengan setiap kondisi yang terjadi pada dirinya. “Aku menyerah, kepalaku pusing,” sembur Bram yang sudah pusing dengan setiap“Kenapa? Kau ingin menyerah begitu saja?” tanya
Kevin dengan segera mengambil dompet dan beberapa benda yang ia bawa. Dia keluar dari ruang meeting sembari berlari untuk mencegat taksi menuju rumah sakit, ia akhirnya harus mau tidak berhadapan dengan adiknya jika ia tidak mengambil keputusan secepat kilat.Di depan pintu ia pas melihat taksi yang sedang terpakir, ia membuka pintu taksi tersebut. Supir taksi yang melihatnya terkejut. “Ma-maaf taksinya sudah di pesan,” cakap sang supir yang memberitahu Kevin.“Tolonglah, pak, saya bayar lebih. Saya harus ke rumah sakit,” ngotot Kevin.Supir taksi tersebut berdecak kesal terhadap tingkah Kevin. “Walaupun Anda membayar lebih tapi tetap saja tak bisa. Wanita yang akan keluar dari resto tersebut sudah booking terlebih dahulu. Mohon maaf,”Kevin berdecak kesal, ia yang sedang menunggu kendaraan malah harus terkena sial. “Wanita yang mana?”“Wanita berpakaian pink dengan celana jeans biru,” kata sang supir yang memberitahu.“Kau tunggu aku akan ke sana,” kesal Kevin.“Eeeh, maksudmu -.” S
Felix sudah menduganya bahunya lemas begitu pun dengan Lia dan Kevin. Di hadapan mereka terlihat Dr. Frederick yang gagah dengan pakaian dokternya tersebut. Dia berusaha melihat tanda vital Sandra. “Tolong, hentikan,” ucap Kevin. “Aku tak akan membiarkan tangan paman yang kotor memegang tubuhnya,” tantang Kevin. Dr. Frederick mengentikan aksinya, ia melihat siapa lawan bicaranya. “Ke-Kevin?” cakapnya sementara ia melihat bergantian kepada Lia. “Li-Lia?” “Ya, benar. Lama tak berjumpa,” sahut Lia dengan dingin. “Ka-kalian mengenalnya?” tanya Frederick. “Dia calon istriku,” jawab mantap Kevin. “Jadi jangan sentuh dirinya,” “Aku dokter. Aku bisa menanganinya,” ujar Frederick. “Dokter?” tanya Kevin yang mempertanyakan lisensinya yang telah diaktifkan kembali. “Kalau kau memang benar seorang dokter. Harusnya paman malu telah melakukan malpraktik!” teriak Kevin marah. Beberapa suster yang ada di tempat tersebut mulai berbisik-bisik, mereka yang awalnya tidak tahu menjadi tahu bahwa me
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya