Agus yang kala itu hanya bisa menerima berita bahwa Kevin tengah beristirahat mengambil kesimpulan yang telah di lalui beberapa minggu belakangan ini, ia tahu bahwa Kevin mengalami hal yang berat.Mr. Tan yang berada di sampingnya hanya bisa garuk-garuk kepala. “Bagaimana ini, Pak?”“Biarkan saja tak masalah,”“Bagaimana dengan makan siang hari ini?” tanya Mr. Tan yang mengkhawatirkan seluruh karyawan mereka.“Biarkan mereka makan siang dengan sendirinya,” cakap Agus.Mr. Tan terkejut bukan main baru kali ini para pegawai di bebaskan untuk memilih makanan di luar kantor. “Tak masalah, pak?”“Mereka pasti bosan juga, kita bebaskan sekali-kali supaya mereka bisa memilih. Mereka juga punya kehendak bebasnya masing-masing supaya mereka juga bisa untuk merasakan masakan dari luar juga bukan dari sini saja,” papar Agus.“Ba – baiklah, Pak. Akan saya buat pengumuman hari ini,” ucap Mr. Tan.Mr. Tan dan Agus melenggang keluar dari perusahaan ke hamparan jalanan yang terlihat lebih asri. Agus
Miranti yang sudah siap masih menunggu Kevin yang masih ada di dalam kamarnya. Dia tidak tahu apa yang di lakukan Kevin sedari tadi di dalam kamarnya namun ia sendiri tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.Tok, Tok.Suara pintu terdengar di ketuk oleh Miranti. Kevin yang sedang menerima telepon mematikannya. Kevin keluar dari dalam kamar tamu tersebut, ia melihat wajah Miranti yang terlihat cemas. “Kenapa, tante?” tanya Kevin.“Kenapa kau lama sekali,” bincang Miranti yang seakan ingin tahu.Kevin tertawa kecil. “Maaf, tadi aku sedang berbicara dengan adikku. Dia juga akan datang,” kata Kevin yang memberitahu.“Aah, aku pikir kau kenapa-kenapa,” khawatir Miranti. “Kita mau naik apa?” cecar Miranti.Kevin menggaruk kepalanya, ia sendiri bingung mau naik apa ke rumah sakit. “Kita naik taksi saja, tante,” cakap Kevin yang memberitahunya.Miranti melihat Kevin dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya, Kevin yang di perhatikan tersebut merasa sangat canggung seakan-akan ia sendiri j
Sandra dan Lia yang melihatnya sama-sama terpana, mereka jelas tidak menyangka Kevin yang awalnya kucel berubah menjadi seperti laki-laki tangguh yang siap menerima apapun.Lia berusaha untuk mawas diri. “Ada apa dengan dirimu, kak?” tanya Lia yang melihatnya dari ujung kaki hingga ke kepalanya.“Tak apa-apa ‘kan, aku mengubah penampilan sedikit?” tanya yang berlagak seperti actor Korea.“Cih. Memangnya kau setampan Lee Min Ho dan lain-lainnya? Kau hanya punya otot, bisep dan kekar badannya tapi jiwa ketampananmu masih kurang,” tampik Lia.Sandra yang gerah akan pertengkaran kedua kakak dan adik tersebut berusaha untuk menengahinya. “Sudah jangan ribut ini di rumah sakit,” timpal Sandra dengan kalimat menohok kepada dua orang tersebut.Wajah Sandra yang melihat Kevin hanya bisa tersipu malu sementara Felix masih berusaha untuk tetap terus berada di sisi mereka menunggu dokter keluar dari ruang ICU. Sandra melirik kepada seorang ibu-ibu paruh baya.Miranti tersenyum kepada Sandra. “Kau
Kevin yang meminta izin terlebih dahulu untuk masuk akhirnya mengenakan masker, baju pelindung dan pakaian khusus lainnya. Dia masuk ke dalam bersama dengan Felix, ia melihat ruangan yang serba putih tersebut dengan pandangan yang penuh dengan harapan.Kaki Kevin melangkah menuju bed ayahnya yang masih terbaring dengan lemah. Bunyi alat pacu jantung terdengar di seluruh penjuru ruangan tersebut terdengar di telinga Kevin. “A-ayah,” sapa Kevin di ujung bed.Aditya yang masih belum sadar sepenuhnya berusaha untuk tetap bangun. Perlahan namun pasti ia membuka kedua matanya, menyadari putranya telah hadir. Kevin dapat melihat bahwa ayahnya berusaha untuk tetap melihat kepada dirinya.Kevin yang tahu berusaha mendekat kepada ayahnya sendiri. “Ayah, ini aku,” ujar Kevin.Aditya masih mengenakan masker oksigennya mendelik kepada Kevin, ia mengangguk bahkan mengenali Kevin. “Boleh aku periksa, paman?” tanya Felix.Aditya menganggukkan kepalanya sekali lagi, tanda bahwa ia mengizinkan untuk di
Hari itu jelas membuat Kevin dan Sandra menyadari bahwa Tuhan masih ada. Sandra sendiri akhirnya mengakui bahwa tangan Tuhan masih tersedia dengan lebar untuk membantu masalahnya, Sandra, terutama mengakui bahwa Tuhan itu ada.Bagi kebanyakan orang mujizat hanya di terima kepada orang yang belum mengenal-Nya sehingga ia mempercayai dan hidup di dalam kebenaran Allah Bapa. “Bagaimana kau mau ikut?” tanya Mike yang penasaran.Kevin tersadar dari lamunannya. “Ba – bagaimana bisa?” tanya ulang Kevin.“Lebih baik kau ikut dengan kami sehingga kami bisa menjelaskan semuanya kepadamu,” ujar Mike yang tahu bahwa setidaknya Kevin harus di beri penjelasan.Kevin berusaha untuk membantahnya namun pada kenyataannya, ia terikat janji untuk menemani Sandra. “Sekarang saja,” ujar Kevin.Mike memegang lengan Kevin. “Tidak bisa kau harus ikut ke kantor polisi sekarang,” cegah Mike.“Aku tak bisa tapi…tapi aku akan berusaha untuk memahami semuanya,” ujar Kevin yang kehabisan kata-katanya.“Aku tahu hal
Bram bingung ingin mengatakan apa namun memang sebagian adalah kasusnya Sandra, ia juga tidak memungkiri hal tersebut akan terjadi. Bram menelan salivanya sendiri, di dalam kepalanya ia tengah memilah kata-kata yang tepat.Suasana berubah hening, seketika tepat pada saat itu telepon masuk berdering. Bram mengambil handphonenya, ia melihat bahwa Grace yang meneleponnya. Bram mendiamkan ia tahu bahwa usahanya yang dari nol hampir saja sia-sia. “Erick, bawa mereka keluar,” perintahnya.“Baik, bos,” jawab Erick.Melihat hal yang terjadi membuat Erick meminta waktu kepada mereka berdua untuk bisa menenangkan Bram dalam sekejap. Mereka yang sudah mengetahuinya mengajak dengan baik-baik untuk membicarakan hal yang berhubungan dengan Indy.Kevin yang melihatnya mau tidak mau harus duduk di ruangan yang penuh dengan sekat untuk mendengarkan penjelasan Erick. “Berikan aku kopi,” kesal Kevin.“Kau mau kopi apa?” tanya Erick yang berusaha untuk menenangkan pemuda tersebut yang terlihat sangat gus
Keheningan terjadi semua terdiam mendengarnya dan dalam seketika terdengar bunyi telepon di matikan. “Sialan,” umpat Bram. Satu per satu mulai melampiaskan emosi mereka. “Kumpulkan semua bukti jangan sampai usaha kita sia-sia,” peringat Bram.Fitri mengigit bibir bawahnya, ia sendiri bahkan tidak memungkiri. “Kepala harimau? Menurut dia bahwa kita di pimpin untuk mengarahkan semua bukti kepada Indy? Aneh,” kata Fitri dengan hati-hati kepada dirinya sendiri.Sementara itu Fitri membuka file yang lain, ia mempelajari bahkan menganalisanya, ia juga mengambarnya di kertas sementara yang lain memikirkan strategi untuk bisa menangkap Indy. Di satu sisi, Bram mengusap wajahnya, ia pening dengan kejadian yang terjadi secara beruntun dan acak seakan tidak ada ujungnya.Bram tak percaya bahwa ia sendiri pun hampir menyerah dengan setiap kondisi yang terjadi pada dirinya. “Aku menyerah, kepalaku pusing,” sembur Bram yang sudah pusing dengan setiap“Kenapa? Kau ingin menyerah begitu saja?” tanya
Kevin dengan segera mengambil dompet dan beberapa benda yang ia bawa. Dia keluar dari ruang meeting sembari berlari untuk mencegat taksi menuju rumah sakit, ia akhirnya harus mau tidak berhadapan dengan adiknya jika ia tidak mengambil keputusan secepat kilat.Di depan pintu ia pas melihat taksi yang sedang terpakir, ia membuka pintu taksi tersebut. Supir taksi yang melihatnya terkejut. “Ma-maaf taksinya sudah di pesan,” cakap sang supir yang memberitahu Kevin.“Tolonglah, pak, saya bayar lebih. Saya harus ke rumah sakit,” ngotot Kevin.Supir taksi tersebut berdecak kesal terhadap tingkah Kevin. “Walaupun Anda membayar lebih tapi tetap saja tak bisa. Wanita yang akan keluar dari resto tersebut sudah booking terlebih dahulu. Mohon maaf,”Kevin berdecak kesal, ia yang sedang menunggu kendaraan malah harus terkena sial. “Wanita yang mana?”“Wanita berpakaian pink dengan celana jeans biru,” kata sang supir yang memberitahu.“Kau tunggu aku akan ke sana,” kesal Kevin.“Eeeh, maksudmu -.” S