== Empat Jam Setelah Kejadian ==Kevin hanya berdecak ketika ia mendengar berita tersebut seakan ia tidak percaya dengan tindakan yang di lakukan pengacaranya itu. “Kau sinting,” umpat Kevin.“Jika bukan Ibumu yang menginginkan aku mati, aku juga tidak ingin melakukan hal itu,” cakapnya yang sembari berbisik kepada Kevin.“Tapi setidaknya kau bisa memberitahuku. Kalau kau benaran mati bagaimana? Urusan kita saja belum selesai,” cakap Kevin yang memperingatkannya.“Aku tahu jangan mengoceh kepadaku,” balas Hendra yang tak terima.“Kalau dia tidak berkorban apakah Ibumu akan muncul?” tanya Bram yang memutar otaknya untuk menyadarkan Kevin.Kevin terdiam seribu bahasa, benar yang dikatakan oleh Bram jika Hendra tidak melakukan tindakan tersebut ia juga tidak akan tahu jika Ibunya menginginkan sang pengacaranya mati.Selama jam istirahat tersebut wanita yang di temani Maudy juga menatap ke arah Maudy mereka masih menunggu hakim untuk bisa melakukan persidangan. “Maaf, Pak, jika saya menga
Selesainya persidangan jelas saja membuat Indy murka ia yang merasa harga dirinya terlukai akhirnya berusaha untuk mengulang kembali apa yang membuat dirinya merasa aman dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.Indy yang juga memergoki kehadiran anak perempuannya, Lia, akhirnya menemui Lia di depan Kevin. “Pulanglah sebelum ibu melihatmu, Lia,” ujar Kevin yang memberikan pendapatnya.“Ibu sudah terlanjur melihatku,” kata Lia yang memberitahunya.Bola mata Kevin berkedip secara bergantian ia tidak mengerti dengan ucapan yang di berikan oleh Lia. “Maksudmu?” tanya balik Kevin kepada adiknya.“Kami tanpa sengaja saling menatap di dalam ruangan sebelum persidangan selesai,” cakap Lia. Kevin mendesah panjang, ia sudah bisa merasakan hal yang tak menyenangkan dengan kehadiran ibunya sendiri di dalam persidangan.Dari belakang Lia sudah merasakan bulu kuduknya meremang, kaki Indy perlahan mendekat kepada mereka berdua. Dengan kasar Indy menarik tangan Lia. “Ikut aku pulang!” maki Indy.“
Setelah persidangan itu Indy akhirnya harus mengotori tangannya sekali lagi, ia yang sudah di ancam oleh Hendra tak bisa berkutik selain untuk menggunakan cara yang lain. Dia sendiri akhirnya hanya bisa berharap dengan dua orang yang ada di hadapannya tersebut, Frederick dan Linda.Malam itu menjadi malam terburuk bagi Indy. Indy bermimpi menyeramkan, ia melihat dirinya dengan pakaian putih berlarian tanpa henti seakan menghindari dari ancaman kematian namun sang kematian tetap berada di depannya.Indy yang ketakutan berusaha untuk berlari menghindari. “Jangan, jangan aku!” pekik Indy.“Ha-ha-ha,” tawa melengking keluar dari mulut seseorang dengan kerudung hitam yang berada tepat di depannya. “Kau yang memulainya, masa aku tidak akan mengincar dirimu,” kekehnya dengan sendiri di depan Indy.“Tolong, jangan aku,” jerit Indy.Sosok berkerudung tersebut maju dengan perlahan untuk melenyapkan nyawa Indy. Sekali lagi menjerit histeris. “Argghh!” jerit Indy yang ketakutan.“Kemana pun kau l
Felix yang melihat kejadian tersebut secara tidak sadar berusaha melunakan hati Kevin untuk menemui Ibunya sendiri. Sebelum perjalanan kembali ke rumahnya, ia menghubungi Kevin. “Halo,” sapa Kevin dari ujung telepon.“Ada masalah apa sebenarnya ini?” ulik Felix yang mulai penasaran.Mendengar ucapan Felix, ia sudah bisa menebak apa yang terjadi. “Apa yang terjadi?” tanya Kevin kepada Felix.“Dia sepertinya depresi. Dia meraung-raung seperti orang gila seakan-akan ia juga tidak ingin merestuimu,” cakap Felix yang memberitahunya.Kevin memijit pangkal hidungnya, ia tahu hal itu akan terjadi cepat atau lambat. “Kembalilah akan aku ceritakan yang sebenarnya,” ujar Kevin kepada Felix.Felix yang masih di dalam mobilnya memutus telepon Kevin, ia kembali menuju rumahnya untuk mendengar kejadian yang sebenarnya terjadi. Selama perjalanan tersebut Felix tidak tahu mau mengatakan apa kepada sahabatnya tersebut.Sesampainya di rumahnya Felix turun dengan membawa tas olah raga berisi pakaian Kevi
Agus yang kala itu hanya bisa menerima berita bahwa Kevin tengah beristirahat mengambil kesimpulan yang telah di lalui beberapa minggu belakangan ini, ia tahu bahwa Kevin mengalami hal yang berat.Mr. Tan yang berada di sampingnya hanya bisa garuk-garuk kepala. “Bagaimana ini, Pak?”“Biarkan saja tak masalah,”“Bagaimana dengan makan siang hari ini?” tanya Mr. Tan yang mengkhawatirkan seluruh karyawan mereka.“Biarkan mereka makan siang dengan sendirinya,” cakap Agus.Mr. Tan terkejut bukan main baru kali ini para pegawai di bebaskan untuk memilih makanan di luar kantor. “Tak masalah, pak?”“Mereka pasti bosan juga, kita bebaskan sekali-kali supaya mereka bisa memilih. Mereka juga punya kehendak bebasnya masing-masing supaya mereka juga bisa untuk merasakan masakan dari luar juga bukan dari sini saja,” papar Agus.“Ba – baiklah, Pak. Akan saya buat pengumuman hari ini,” ucap Mr. Tan.Mr. Tan dan Agus melenggang keluar dari perusahaan ke hamparan jalanan yang terlihat lebih asri. Agus
Miranti yang sudah siap masih menunggu Kevin yang masih ada di dalam kamarnya. Dia tidak tahu apa yang di lakukan Kevin sedari tadi di dalam kamarnya namun ia sendiri tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.Tok, Tok.Suara pintu terdengar di ketuk oleh Miranti. Kevin yang sedang menerima telepon mematikannya. Kevin keluar dari dalam kamar tamu tersebut, ia melihat wajah Miranti yang terlihat cemas. “Kenapa, tante?” tanya Kevin.“Kenapa kau lama sekali,” bincang Miranti yang seakan ingin tahu.Kevin tertawa kecil. “Maaf, tadi aku sedang berbicara dengan adikku. Dia juga akan datang,” kata Kevin yang memberitahu.“Aah, aku pikir kau kenapa-kenapa,” khawatir Miranti. “Kita mau naik apa?” cecar Miranti.Kevin menggaruk kepalanya, ia sendiri bingung mau naik apa ke rumah sakit. “Kita naik taksi saja, tante,” cakap Kevin yang memberitahunya.Miranti melihat Kevin dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya, Kevin yang di perhatikan tersebut merasa sangat canggung seakan-akan ia sendiri j
Sandra dan Lia yang melihatnya sama-sama terpana, mereka jelas tidak menyangka Kevin yang awalnya kucel berubah menjadi seperti laki-laki tangguh yang siap menerima apapun.Lia berusaha untuk mawas diri. “Ada apa dengan dirimu, kak?” tanya Lia yang melihatnya dari ujung kaki hingga ke kepalanya.“Tak apa-apa ‘kan, aku mengubah penampilan sedikit?” tanya yang berlagak seperti actor Korea.“Cih. Memangnya kau setampan Lee Min Ho dan lain-lainnya? Kau hanya punya otot, bisep dan kekar badannya tapi jiwa ketampananmu masih kurang,” tampik Lia.Sandra yang gerah akan pertengkaran kedua kakak dan adik tersebut berusaha untuk menengahinya. “Sudah jangan ribut ini di rumah sakit,” timpal Sandra dengan kalimat menohok kepada dua orang tersebut.Wajah Sandra yang melihat Kevin hanya bisa tersipu malu sementara Felix masih berusaha untuk tetap terus berada di sisi mereka menunggu dokter keluar dari ruang ICU. Sandra melirik kepada seorang ibu-ibu paruh baya.Miranti tersenyum kepada Sandra. “Kau
Kevin yang meminta izin terlebih dahulu untuk masuk akhirnya mengenakan masker, baju pelindung dan pakaian khusus lainnya. Dia masuk ke dalam bersama dengan Felix, ia melihat ruangan yang serba putih tersebut dengan pandangan yang penuh dengan harapan.Kaki Kevin melangkah menuju bed ayahnya yang masih terbaring dengan lemah. Bunyi alat pacu jantung terdengar di seluruh penjuru ruangan tersebut terdengar di telinga Kevin. “A-ayah,” sapa Kevin di ujung bed.Aditya yang masih belum sadar sepenuhnya berusaha untuk tetap bangun. Perlahan namun pasti ia membuka kedua matanya, menyadari putranya telah hadir. Kevin dapat melihat bahwa ayahnya berusaha untuk tetap melihat kepada dirinya.Kevin yang tahu berusaha mendekat kepada ayahnya sendiri. “Ayah, ini aku,” ujar Kevin.Aditya masih mengenakan masker oksigennya mendelik kepada Kevin, ia mengangguk bahkan mengenali Kevin. “Boleh aku periksa, paman?” tanya Felix.Aditya menganggukkan kepalanya sekali lagi, tanda bahwa ia mengizinkan untuk di