Persidangan yang awalnya berjalan lancar akhirnya di berhentikan selama tiga puluh menit tersebut berkumpul termasuk Hendra yang terkejut bukan main dengan kehadiran Maudy secara tiba-tiba. “Eeeh Maudy, bagaimana bisa kau ….” Hendra tak mampu untuk menlanjutkan perkataannya.Maudy membenarkan rambutnya ia juga tidak tahu bahwa semuanya akan terjadi seperti ini. “Maaf, pak. Saya tidak ada maksud,” cakap Maudy yang memberitahu kepada atasannya sendiri.Hendra tiba-tiba saja teringat akan percakapan ia bersama dengan Maudy terakhir kalinya. “Jadi, perkataanmu yang ingin menemui Ibumu itu, benar atau tidak?”“Itu benar,” cakap wanita yang berada di samping Maudy.Mata Hendra berpindah dari Maudy kepada wanita yang berdiri di samping Maudy. Tangan Hendra menunjuk dengan segera seakan ia ingin jawaban secepatnya. “Kau siapa?” tanya Hendra.“Dia, Priscilla, adik saya,” ucap Maudy yang memberitahunya kepada Hendra. “Dia juga mengalami pelecehan seksual terhadap Dylan,” sambung Maudy yang memb
== Empat Jam Setelah Kejadian ==Kevin hanya berdecak ketika ia mendengar berita tersebut seakan ia tidak percaya dengan tindakan yang di lakukan pengacaranya itu. “Kau sinting,” umpat Kevin.“Jika bukan Ibumu yang menginginkan aku mati, aku juga tidak ingin melakukan hal itu,” cakapnya yang sembari berbisik kepada Kevin.“Tapi setidaknya kau bisa memberitahuku. Kalau kau benaran mati bagaimana? Urusan kita saja belum selesai,” cakap Kevin yang memperingatkannya.“Aku tahu jangan mengoceh kepadaku,” balas Hendra yang tak terima.“Kalau dia tidak berkorban apakah Ibumu akan muncul?” tanya Bram yang memutar otaknya untuk menyadarkan Kevin.Kevin terdiam seribu bahasa, benar yang dikatakan oleh Bram jika Hendra tidak melakukan tindakan tersebut ia juga tidak akan tahu jika Ibunya menginginkan sang pengacaranya mati.Selama jam istirahat tersebut wanita yang di temani Maudy juga menatap ke arah Maudy mereka masih menunggu hakim untuk bisa melakukan persidangan. “Maaf, Pak, jika saya menga
Selesainya persidangan jelas saja membuat Indy murka ia yang merasa harga dirinya terlukai akhirnya berusaha untuk mengulang kembali apa yang membuat dirinya merasa aman dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.Indy yang juga memergoki kehadiran anak perempuannya, Lia, akhirnya menemui Lia di depan Kevin. “Pulanglah sebelum ibu melihatmu, Lia,” ujar Kevin yang memberikan pendapatnya.“Ibu sudah terlanjur melihatku,” kata Lia yang memberitahunya.Bola mata Kevin berkedip secara bergantian ia tidak mengerti dengan ucapan yang di berikan oleh Lia. “Maksudmu?” tanya balik Kevin kepada adiknya.“Kami tanpa sengaja saling menatap di dalam ruangan sebelum persidangan selesai,” cakap Lia. Kevin mendesah panjang, ia sudah bisa merasakan hal yang tak menyenangkan dengan kehadiran ibunya sendiri di dalam persidangan.Dari belakang Lia sudah merasakan bulu kuduknya meremang, kaki Indy perlahan mendekat kepada mereka berdua. Dengan kasar Indy menarik tangan Lia. “Ikut aku pulang!” maki Indy.“
Setelah persidangan itu Indy akhirnya harus mengotori tangannya sekali lagi, ia yang sudah di ancam oleh Hendra tak bisa berkutik selain untuk menggunakan cara yang lain. Dia sendiri akhirnya hanya bisa berharap dengan dua orang yang ada di hadapannya tersebut, Frederick dan Linda.Malam itu menjadi malam terburuk bagi Indy. Indy bermimpi menyeramkan, ia melihat dirinya dengan pakaian putih berlarian tanpa henti seakan menghindari dari ancaman kematian namun sang kematian tetap berada di depannya.Indy yang ketakutan berusaha untuk berlari menghindari. “Jangan, jangan aku!” pekik Indy.“Ha-ha-ha,” tawa melengking keluar dari mulut seseorang dengan kerudung hitam yang berada tepat di depannya. “Kau yang memulainya, masa aku tidak akan mengincar dirimu,” kekehnya dengan sendiri di depan Indy.“Tolong, jangan aku,” jerit Indy.Sosok berkerudung tersebut maju dengan perlahan untuk melenyapkan nyawa Indy. Sekali lagi menjerit histeris. “Argghh!” jerit Indy yang ketakutan.“Kemana pun kau l
Felix yang melihat kejadian tersebut secara tidak sadar berusaha melunakan hati Kevin untuk menemui Ibunya sendiri. Sebelum perjalanan kembali ke rumahnya, ia menghubungi Kevin. “Halo,” sapa Kevin dari ujung telepon.“Ada masalah apa sebenarnya ini?” ulik Felix yang mulai penasaran.Mendengar ucapan Felix, ia sudah bisa menebak apa yang terjadi. “Apa yang terjadi?” tanya Kevin kepada Felix.“Dia sepertinya depresi. Dia meraung-raung seperti orang gila seakan-akan ia juga tidak ingin merestuimu,” cakap Felix yang memberitahunya.Kevin memijit pangkal hidungnya, ia tahu hal itu akan terjadi cepat atau lambat. “Kembalilah akan aku ceritakan yang sebenarnya,” ujar Kevin kepada Felix.Felix yang masih di dalam mobilnya memutus telepon Kevin, ia kembali menuju rumahnya untuk mendengar kejadian yang sebenarnya terjadi. Selama perjalanan tersebut Felix tidak tahu mau mengatakan apa kepada sahabatnya tersebut.Sesampainya di rumahnya Felix turun dengan membawa tas olah raga berisi pakaian Kevi
Agus yang kala itu hanya bisa menerima berita bahwa Kevin tengah beristirahat mengambil kesimpulan yang telah di lalui beberapa minggu belakangan ini, ia tahu bahwa Kevin mengalami hal yang berat.Mr. Tan yang berada di sampingnya hanya bisa garuk-garuk kepala. “Bagaimana ini, Pak?”“Biarkan saja tak masalah,”“Bagaimana dengan makan siang hari ini?” tanya Mr. Tan yang mengkhawatirkan seluruh karyawan mereka.“Biarkan mereka makan siang dengan sendirinya,” cakap Agus.Mr. Tan terkejut bukan main baru kali ini para pegawai di bebaskan untuk memilih makanan di luar kantor. “Tak masalah, pak?”“Mereka pasti bosan juga, kita bebaskan sekali-kali supaya mereka bisa memilih. Mereka juga punya kehendak bebasnya masing-masing supaya mereka juga bisa untuk merasakan masakan dari luar juga bukan dari sini saja,” papar Agus.“Ba – baiklah, Pak. Akan saya buat pengumuman hari ini,” ucap Mr. Tan.Mr. Tan dan Agus melenggang keluar dari perusahaan ke hamparan jalanan yang terlihat lebih asri. Agus
Miranti yang sudah siap masih menunggu Kevin yang masih ada di dalam kamarnya. Dia tidak tahu apa yang di lakukan Kevin sedari tadi di dalam kamarnya namun ia sendiri tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.Tok, Tok.Suara pintu terdengar di ketuk oleh Miranti. Kevin yang sedang menerima telepon mematikannya. Kevin keluar dari dalam kamar tamu tersebut, ia melihat wajah Miranti yang terlihat cemas. “Kenapa, tante?” tanya Kevin.“Kenapa kau lama sekali,” bincang Miranti yang seakan ingin tahu.Kevin tertawa kecil. “Maaf, tadi aku sedang berbicara dengan adikku. Dia juga akan datang,” kata Kevin yang memberitahu.“Aah, aku pikir kau kenapa-kenapa,” khawatir Miranti. “Kita mau naik apa?” cecar Miranti.Kevin menggaruk kepalanya, ia sendiri bingung mau naik apa ke rumah sakit. “Kita naik taksi saja, tante,” cakap Kevin yang memberitahunya.Miranti melihat Kevin dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya, Kevin yang di perhatikan tersebut merasa sangat canggung seakan-akan ia sendiri j
Sandra dan Lia yang melihatnya sama-sama terpana, mereka jelas tidak menyangka Kevin yang awalnya kucel berubah menjadi seperti laki-laki tangguh yang siap menerima apapun.Lia berusaha untuk mawas diri. “Ada apa dengan dirimu, kak?” tanya Lia yang melihatnya dari ujung kaki hingga ke kepalanya.“Tak apa-apa ‘kan, aku mengubah penampilan sedikit?” tanya yang berlagak seperti actor Korea.“Cih. Memangnya kau setampan Lee Min Ho dan lain-lainnya? Kau hanya punya otot, bisep dan kekar badannya tapi jiwa ketampananmu masih kurang,” tampik Lia.Sandra yang gerah akan pertengkaran kedua kakak dan adik tersebut berusaha untuk menengahinya. “Sudah jangan ribut ini di rumah sakit,” timpal Sandra dengan kalimat menohok kepada dua orang tersebut.Wajah Sandra yang melihat Kevin hanya bisa tersipu malu sementara Felix masih berusaha untuk tetap terus berada di sisi mereka menunggu dokter keluar dari ruang ICU. Sandra melirik kepada seorang ibu-ibu paruh baya.Miranti tersenyum kepada Sandra. “Kau
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya