“Ha-ha-ha tak di cari malah muncul sendiri, kamu memang punya nyawa rangkap tuan Gibran,” bentak Alex, sekaligus mengejek Gibran yang berani muncul dihadapannya terang-terangan.“Sabar dulu tuan Alex, aku punya tawaran lebih menarik dari tawaran yang selama ini kamu terima dari tuan Sherman yang mencoba membunuhku, melalui anak buahmu itu,” kali ini Gibran tak mau berbasa-basi lagi.“Hehh…darimana kamu tahu aku kenal tuan Sherman itu dan anak buahku pelakunya!” bentak Alex, yang tak mengira kedoknya sudah terbuka.Saking kagetnya, Alex bahkan kini mulai keluarkan pistolnya seakan menggertak Gibran. Dia pikir kalau musuh sudah tau, artinya posisinya dalama bahaya.“Hemm…tak bisakah kita bicara sebagai mitra tuan Alex, aku lupakan soal rencana pembunuhan itu. Masa aku dibiarkan berdiri,” pancing Gibran tenang.Walaupun urat syaraf di tubuhnya langsung menegang, melihat Alex keluarkan senjata itu. Tentu saja Gibran tak mau mati konyol di tembak pentolan preman yang naik pangkat jadi waki
Gibran kini berangkat menuju ke kampung Kakek Telo, setelah dua malam bersama Sonya dan keduanya kembali menjalin cinta panas, hingga Sonya kelelahan dan tak sanggup lagi meladeni keperkasaan pemuda ini.Gibran tersenyum saja kalau ingat Sonya, dari sekian wanita yang pernah kencan, Sonya paling heboh saat bercinta. Juga paling apa adanya dengan bilang tak ‘berani’ jadi istri Gibran.“Bisa kurus kering aku kamu bikin, siang malam di permak mulu,” canda Sonya tertawa.Kali ini Gibran kembali ikut kapal sungai dan perjalanan panjang selama 4 jam menuju ke desa Norah kembali, untungnya Gibraan menikmati perjalanan via sungai ini.Ada rasa kangen juga melanda hatinya, kalau ingat Norah. Entah kenapa, diam-diam dia mulai ada rasa beda dengan janda mungil ini.Setelah tiba di dermaga, Gibran minta tolong dua pekerja di dermaga kecil itu. Untuk angkut oleh-oleh yang sengaja dia beli di kota kabupaten buat Kakek Telo, Norah dan Aldi.Norah tentu saja pangling melihat penampilan Gibran yang b
Gibran menatap laporan yang di buat Arman, laporan yang lumayan tebal itu membuatnya mengeryitkan dahi.Namun bukan itu yang membuatnya senyum sinis, tapi melihat video yang di rekam salah satu stafnya, yang mendampingi Arman dan Irina, yang dilakukan atas permintaannya.Di video itu terlihat jelas bagaimana Sekretarisnya ini bersama Arman terlihat mesra dan tidur di kamar hotel yang sama.“Hmm…sudah kuduga sejak awal, tapi aku tak menyalahkan Irina, dia sudah dewasa dan Arman juga bukan lelaki jelek…mungkin Irina ingin kepastian seorang pria dan Arman meladeninya…aku…belum kepikiran ber RT, kalaupun mau ambil istri…pasti Norah atau…Atiqah!” batin Gibran.Ingat Atiqah, melihat kedekatan Arman dan Irina, Gibran sudah bisa memastikan, Arman jelas memilih Irina dan meninggalkan Atiqah.Apalagi dia ingat keluarga Atiqah sudah ‘mentah’ dengan pemuda itu, karena berani batalkan pertunangan satu hari sebelum hari H, ini bikin malu keluarga Atiqah.Gibran lalu memanggil salah satu sekretaris
Gibran bersuara sambil perlahan mengangkat kepalanya. “Hmm…siapa suruh kamu nyelonong masuk…ehh kamu?” Gibran yang tadinya ingin marah sambil mengangkat wajahnya, kini mendadak kaget.Gibran langsung bangkit dari kursinya dan memeluk erat pemuda bertubuh kurus tegap berkepala plontos ini.“Gila kamu, ke sini nggak kasih kabar!” tepuk Gibran, karena pemuda ini adalah adik kandungnya sendiri, Masri Harnady.Terlalu asek sebagai pemilik perusahaan Harnady Group, Gibran sampai lupa kalau adiknya ini sudah lulus pendidikan polisi. Wqaktu 4 tahun memang tak terasa.“Abang kok pemarah banget, jangan-jangan anak buah Abang di kantor ini pada takut kalau ketemu sang big bos ini,” olok Masri sambil tertawa. Kedua pemuda sama tinggi dan sama tampannya ini tertawa barengan, Gibran langsung ajak adiknya duduk di kursi tamu yang luas dan mewah.“Kamu kurusan, tapi badan kamu keras kayak binaraga, kapan sih wisudanya dan nyandang pangkat Inpektur Dua?”“Minggu depan Bang, peresmiannya di Istana Neg
Masri untuk sementara masih bertugas di Mabes, sambil menunggu penempatannya kelak. Satu bulan kemudian, ketampanan Masri makin naik berlipat-lipat, setelah rambutnya mulai tebal.Di tambah brewoknya yang tumbuh lebat, tapi selalu dia pangkas dan dirapikan. Juga tubuhnya tak lagi kurus jangkung, tapi sudah lebih berisi dan ideal dengan tubuh jangkungnya.Masri tak lagi harus ikuti aturan ketat seperti di Akpol, kini dia banyak waktu santai dan tentu saja badannya makin berisi.Tak ada juga yang tahu, Masri aslinya seorang penembak jitu, tembakannya jarang meleset, inilah salah satu yang membuatnya lulusan terbaik di angkatannya. Dan kini dia ditempatkan di sebuah Polsek Metro Jakarta, dengan tugas di bagian reserse. Karena di reserse, otomatis dia jarang pakai seragam polri, tapi lebih sering berbaju preman.Bahkan tak ada juga yang tahu, diam-diam inilah yang Masri tunggu-tunggu, dia sudah tahu siapa itu Sherman dan Roy Sumanjaya, juga Olly Bantano, musuh keluarganya dari cerita Gib
“Samantha, aku tak enak ganggu kamu, kan kamu istri Om Hadi,” Masri bikin alasan yang masuk akal, agar bisa pergi dari rumah si cantik ini. “Ihh siapa yang minta di ganggu, aku justru minta mas nemani ajah, kan aku baru saja jadi sandera penjahat!” rajuk Samantha dengan senyum memikat. Masri makin terpojok, dia bukanlah Gibran, si playboy kakap. Hal-hal begini adalah makanan empuk bagi Gibran. "Duhh...dibuang sayang di tinggal nanggung ini," pikir Masri mulai goyah. Masri tentu beda dengan Abang-nya, semenjak masuk Akpol hingga kini, baru kali ini Masri berdekatan dengan wanita cantik, nekat wanitanya dan jinak-jinak meong lagi. Samantha agaknya paham, pemuda yang sangat menarik hatinya ini terlihat kebingungan. Tanpa ragu dia mengambil wine dari dalam kulkas dan menuangkan ke gelas lalu menyerahkan ke Masri. Masri…benar-benar polos, dia pun tanpa ragu meminum wine yang mengandung alkohol lumayan tinggi itu. Masri bukan peminum, dia hanya sesekali menikmati minuman beginian. Ak
“Sudah semester berapa Atiqah, program study apa?” kembali Masri membuka obrolan. Entah kenapa Masri malah jadi semangat bertanya, beda jauh dengan gayanya selama ini yang cool.“Manajemen Perusahaan mas, semester 8, udah mau siap-siap skripsi!” sahut Atiqah dan kini melirik wajah Masri yang kenakan kacamata hitam, atasi silaunya sinar matahari pagi jelang siang.Atiqah pun sama, baru sadar penolongnya ini sangat tampan, aparat lagi, hingga diapun kini tenang.Atiqah tiba-tiba teringat Gibran, entah mengapa ketika menatap Masri, wajah pemuda ini mengingatkan dia pada pemuda yang pernah dia tolak secara halus tersebut.Dia tentu saja tidak tahu, kalau Masri justru adik kandung Gibran Harnady.Atiqah pun baru nyadar, mobil yang dia tumpangi ini sangat mewah, saat melihat kode mobil sport ini di setiran Masri.“Hebat juga ni orang, masih muda udah kaya raya, emank berapa sih gaji polisi yaa, kok bisa setajir ini, apa dia turunan orkay, atau ayahnya seorang jenderal polisi…?” pikir Atiqah
Masri kini bawa mobil SUV nya, di sampingnya sudah duduk Bripda Rika, yang kini kenakan baju preman, dengan kaos di padu jeans di tutupi jaket denim, makin manis saja si Polwan ini.Andai Bripda Rika lakukan perawatan mahal seperti Samantha, Masri yakin, kecantikan 'neng geulis' ini malah bisa kalahkan istri Om Hadi tersebut.Apalagi tubuh Bripda Rika lebih kencang, berkat latihan rutin di sasana yang ada di Mapolsek tersebut. Mata nakal Masri kadang melirik dua bukit Rika yang ukuran-nya mengalahkan milik Samantha.Masri sekaligus akan pindah tugas ke Bandung, berdasar SK mutasi yang dia terima. Dan sesuai janji sebelumnya, dia pun mengajak Bripda Rika yang dapat cuti 2 minggu untuk ‘pulkam’ bareng.Bripda Rika cerita, preman-preman suruhan Olly Bantano makin intens mengancam ortunya.“Bila macam-macam aku dor para preman itu,” geram Bripda Rika, saat bercerita dengan Masri yang kini pegang setiran, pemuda ini memang tak suka bawa sopir, dia lebih suka bawa sendiri mobilnya kemanapun