Masri untuk sementara masih bertugas di Mabes, sambil menunggu penempatannya kelak. Satu bulan kemudian, ketampanan Masri makin naik berlipat-lipat, setelah rambutnya mulai tebal.Di tambah brewoknya yang tumbuh lebat, tapi selalu dia pangkas dan dirapikan. Juga tubuhnya tak lagi kurus jangkung, tapi sudah lebih berisi dan ideal dengan tubuh jangkungnya.Masri tak lagi harus ikuti aturan ketat seperti di Akpol, kini dia banyak waktu santai dan tentu saja badannya makin berisi.Tak ada juga yang tahu, Masri aslinya seorang penembak jitu, tembakannya jarang meleset, inilah salah satu yang membuatnya lulusan terbaik di angkatannya. Dan kini dia ditempatkan di sebuah Polsek Metro Jakarta, dengan tugas di bagian reserse. Karena di reserse, otomatis dia jarang pakai seragam polri, tapi lebih sering berbaju preman.Bahkan tak ada juga yang tahu, diam-diam inilah yang Masri tunggu-tunggu, dia sudah tahu siapa itu Sherman dan Roy Sumanjaya, juga Olly Bantano, musuh keluarganya dari cerita Gib
“Samantha, aku tak enak ganggu kamu, kan kamu istri Om Hadi,” Masri bikin alasan yang masuk akal, agar bisa pergi dari rumah si cantik ini. “Ihh siapa yang minta di ganggu, aku justru minta mas nemani ajah, kan aku baru saja jadi sandera penjahat!” rajuk Samantha dengan senyum memikat. Masri makin terpojok, dia bukanlah Gibran, si playboy kakap. Hal-hal begini adalah makanan empuk bagi Gibran. "Duhh...dibuang sayang di tinggal nanggung ini," pikir Masri mulai goyah. Masri tentu beda dengan Abang-nya, semenjak masuk Akpol hingga kini, baru kali ini Masri berdekatan dengan wanita cantik, nekat wanitanya dan jinak-jinak meong lagi. Samantha agaknya paham, pemuda yang sangat menarik hatinya ini terlihat kebingungan. Tanpa ragu dia mengambil wine dari dalam kulkas dan menuangkan ke gelas lalu menyerahkan ke Masri. Masri…benar-benar polos, dia pun tanpa ragu meminum wine yang mengandung alkohol lumayan tinggi itu. Masri bukan peminum, dia hanya sesekali menikmati minuman beginian. Ak
“Sudah semester berapa Atiqah, program study apa?” kembali Masri membuka obrolan. Entah kenapa Masri malah jadi semangat bertanya, beda jauh dengan gayanya selama ini yang cool.“Manajemen Perusahaan mas, semester 8, udah mau siap-siap skripsi!” sahut Atiqah dan kini melirik wajah Masri yang kenakan kacamata hitam, atasi silaunya sinar matahari pagi jelang siang.Atiqah pun sama, baru sadar penolongnya ini sangat tampan, aparat lagi, hingga diapun kini tenang.Atiqah tiba-tiba teringat Gibran, entah mengapa ketika menatap Masri, wajah pemuda ini mengingatkan dia pada pemuda yang pernah dia tolak secara halus tersebut.Dia tentu saja tidak tahu, kalau Masri justru adik kandung Gibran Harnady.Atiqah pun baru nyadar, mobil yang dia tumpangi ini sangat mewah, saat melihat kode mobil sport ini di setiran Masri.“Hebat juga ni orang, masih muda udah kaya raya, emank berapa sih gaji polisi yaa, kok bisa setajir ini, apa dia turunan orkay, atau ayahnya seorang jenderal polisi…?” pikir Atiqah
Masri kini bawa mobil SUV nya, di sampingnya sudah duduk Bripda Rika, yang kini kenakan baju preman, dengan kaos di padu jeans di tutupi jaket denim, makin manis saja si Polwan ini.Andai Bripda Rika lakukan perawatan mahal seperti Samantha, Masri yakin, kecantikan 'neng geulis' ini malah bisa kalahkan istri Om Hadi tersebut.Apalagi tubuh Bripda Rika lebih kencang, berkat latihan rutin di sasana yang ada di Mapolsek tersebut. Mata nakal Masri kadang melirik dua bukit Rika yang ukuran-nya mengalahkan milik Samantha.Masri sekaligus akan pindah tugas ke Bandung, berdasar SK mutasi yang dia terima. Dan sesuai janji sebelumnya, dia pun mengajak Bripda Rika yang dapat cuti 2 minggu untuk ‘pulkam’ bareng.Bripda Rika cerita, preman-preman suruhan Olly Bantano makin intens mengancam ortunya.“Bila macam-macam aku dor para preman itu,” geram Bripda Rika, saat bercerita dengan Masri yang kini pegang setiran, pemuda ini memang tak suka bawa sopir, dia lebih suka bawa sendiri mobilnya kemanapun
Inilah pangkal masalahnya, sehingga tempat ini dikatakan ortu Rika sudah tak kondusif lagi, sering terjadi teror terhadap warga yang bertahan dan tak mau serahkan segel atau sertifikat rumahnya pada gerombolan preman tersebut.“Bapak dan ibu tenang saja, saya mulai hari ini menjadi Kapolsek di sini, akan saya pelajari masalah ini, kelak setelah saya sampai kantor,” janji Masri.Masri pun permisi ke Rika dan ortunya, dia langsung cari hotel yang tak jauh dari Mapolsek.Masri ternyata tidak betah berdiam diri lama-lama di hotel, pagi usai sarapan, dia langsung menuju ke Mapolsek-nya. Kedatangannya yang berbaju preman tentu saja di cueki 3 polisi yang berjaga di sana.Apalagi wajah Masri yang bak artis drakor, dengan mobil SUV mewahnya, sama sekali tak menunjukan dia seorang aparat berpangkat Inspektur Dua.“Cari siapa dek, mau laporan atau mau jalan-jalan doang ke sini?” tanya seorang polisi bertubuh tambun.Masri sempat mendelik melihat polisi berpangkat Briptu ini, jarang gerak hingga
“Kamu ini anggap nyawa manusia segitu murahnya, anak buah kamu itu sudah menusuk seorang warga hingga luka berat. Briptu Bambang, tangkap manusia ini, kurung dengan anak buahnya di sel."Kesalahannya mencoba nyogok polisi dan menyuruh anak buahnya aniaya warga, sita uang itu sebagai barbuk!” tegas dan tanpa ampun perintah Masri.“Ehh apaan ini, kamu berani dengan saya, awas kamu, heii Luncar, cepat telpon pengacara kita, bilang aku ditangkap polisi,” si bos preman panik dan minta anak buahnya telpon pengacaranya.Dia juga berontak, karena kaget saat Briptu Bambang dan Bripka Samuel meringkus tangannya dan mendorongnya masuk ke sel, dia pun berteriak-teriak marah dan mencaci maki Masri dan kedua polisi ini.Plakkk…sebuah tamparan keras melayang ke wajah bos preman ini yang dilayangkan Masri. Pandang matanya langsung berkunang-kunang akibat kerasnya tamparan itu.“Berani kamu berkata kotor lagi, ku patahkan semua gigi kamu itu!” lalu terdengar bunyi ngekkk…sebuah jurus Masri lesakan ke
Hanya 10 hari di hotel, Masri kini tinggal di rumah peninggalan ortunya, rehab rumah sudah selesai. Sebab hanya ganti cat dan ganti yang lapuk-lapuk, juga mengganti beberapa furniture yang di rasa Masri sudah jadul, juga ganti AC yang rusak karena lama tak di gunakan.Setelah bertelponan dengn Gibran lalu Syifa adiknya, tak ketinggalan Dyan kemenakannya serta kakek neneknya, mengabarkan sudah tinggal di rumah ortu mereka, Masri duduk seorang diri di ruang tamu rumahnya.Masri tak menggubris chat-chat dari Samantha yang kangen dengannya dan tak tahu kalau Masri sudah pindah tugas ke Bandung.Tak lama ada ketukan, Masri pun tersenyum saat membuka pintu, yang datang Bripda Rika, sambil bawa rantang makanan.“Bawa apa ke sini?”“Ini masakan yang masih panas, aku bikin sendiri, aku yakin komandan pasti belum makan?” dengan cepat Bripka Rika ke dapur dan memindahkan makanan ini di piring.Kini mereka bersiap makan berdua di meja makan. Rika bilang diapun belum makan malam.Melihat Rika begi
Cuaca yang sejuk berubah makin dingin, Rika yang hanya kenakan kaos dan jeans tentu saja merasakan dingin yang mulai menusuk tulang.Mereka pun masuk ke cottage itu,Masri menawarkan wine dengan kadar alkohol tak terlalu tinggi, dan mayan bisa menghangatkan tubuh.Tanpa ragu Rika menerima dan mulai merasakan hangat di tubuhnya. Wine mahal memang enak, bikin pingin lagi.“Jangan terlalu banyak minumnya, ntar mabuk!” tegur Masri, saat Rika tanpa ragu menuangkan lagi ke gelasnya wine tersebut.“Enak Bang, badanku hangat!” ceplos Rika dan kembali minum perlahan, sehingga tubuhnya makin nyaman.Masri menatap lewat jendela hujan yang makin deras. Dia kaget saat punggung menyentuh tubuh hangat Rika, yang ternyata sudah bersandar di punggungnya.Saat dia menoleh kesamping, hampir saja bibir mereka bentrok. Tapi bukannya menghindar, Rika lah yang justru melumat bibirnya.Masri berpaling, tapi lumatan di bibir