“Kamu ini anggap nyawa manusia segitu murahnya, anak buah kamu itu sudah menusuk seorang warga hingga luka berat. Briptu Bambang, tangkap manusia ini, kurung dengan anak buahnya di sel."Kesalahannya mencoba nyogok polisi dan menyuruh anak buahnya aniaya warga, sita uang itu sebagai barbuk!” tegas dan tanpa ampun perintah Masri.“Ehh apaan ini, kamu berani dengan saya, awas kamu, heii Luncar, cepat telpon pengacara kita, bilang aku ditangkap polisi,” si bos preman panik dan minta anak buahnya telpon pengacaranya.Dia juga berontak, karena kaget saat Briptu Bambang dan Bripka Samuel meringkus tangannya dan mendorongnya masuk ke sel, dia pun berteriak-teriak marah dan mencaci maki Masri dan kedua polisi ini.Plakkk…sebuah tamparan keras melayang ke wajah bos preman ini yang dilayangkan Masri. Pandang matanya langsung berkunang-kunang akibat kerasnya tamparan itu.“Berani kamu berkata kotor lagi, ku patahkan semua gigi kamu itu!” lalu terdengar bunyi ngekkk…sebuah jurus Masri lesakan ke
Hanya 10 hari di hotel, Masri kini tinggal di rumah peninggalan ortunya, rehab rumah sudah selesai. Sebab hanya ganti cat dan ganti yang lapuk-lapuk, juga mengganti beberapa furniture yang di rasa Masri sudah jadul, juga ganti AC yang rusak karena lama tak di gunakan.Setelah bertelponan dengn Gibran lalu Syifa adiknya, tak ketinggalan Dyan kemenakannya serta kakek neneknya, mengabarkan sudah tinggal di rumah ortu mereka, Masri duduk seorang diri di ruang tamu rumahnya.Masri tak menggubris chat-chat dari Samantha yang kangen dengannya dan tak tahu kalau Masri sudah pindah tugas ke Bandung.Tak lama ada ketukan, Masri pun tersenyum saat membuka pintu, yang datang Bripda Rika, sambil bawa rantang makanan.“Bawa apa ke sini?”“Ini masakan yang masih panas, aku bikin sendiri, aku yakin komandan pasti belum makan?” dengan cepat Bripka Rika ke dapur dan memindahkan makanan ini di piring.Kini mereka bersiap makan berdua di meja makan. Rika bilang diapun belum makan malam.Melihat Rika begi
Cuaca yang sejuk berubah makin dingin, Rika yang hanya kenakan kaos dan jeans tentu saja merasakan dingin yang mulai menusuk tulang.Mereka pun masuk ke cottage itu,Masri menawarkan wine dengan kadar alkohol tak terlalu tinggi, dan mayan bisa menghangatkan tubuh.Tanpa ragu Rika menerima dan mulai merasakan hangat di tubuhnya. Wine mahal memang enak, bikin pingin lagi.“Jangan terlalu banyak minumnya, ntar mabuk!” tegur Masri, saat Rika tanpa ragu menuangkan lagi ke gelasnya wine tersebut.“Enak Bang, badanku hangat!” ceplos Rika dan kembali minum perlahan, sehingga tubuhnya makin nyaman.Masri menatap lewat jendela hujan yang makin deras. Dia kaget saat punggung menyentuh tubuh hangat Rika, yang ternyata sudah bersandar di punggungnya.Saat dia menoleh kesamping, hampir saja bibir mereka bentrok. Tapi bukannya menghindar, Rika lah yang justru melumat bibirnya.Masri berpaling, tapi lumatan di bibir
Setelah hampir 30 menitan, Dyan terlihat berbincang akrab dengan model tersebut dan dia kaget saat menoleh, pamannya ini sudah ada sejak tadi.“Om, sejak kapan di sini,” di bantu si model tadi, Dyan mendekati Gibran dengan kursi rodanya, Gibran yang kini melonggarkan dasinya tanpa jas, menatap kemenakannya sambil senyum di kulum.“Sejak tadi, aku nggak enak ganggu kalian, makanya aku duduk di sini!” sahut Gibran sambil melirik si model lembut ini, yang memiliki tubuh proporsional dan tingginya Gibran taksir pasti hampir 177 centimeteran.Sejenak Gibran teringat mendiang mami-nya, wajah lembut wanita ini mengingatkanya pada Rachel, ibundanya yang sudah meninggal 5 tahunan yang lalu.“Oh ya Om, ini kenalkan Celica, dia model aku dan…juga pacarku!” cetus Dyan lagi dengan mata berbinar-binar.Saking kagetnya, Gibran sampai melongo sesaat, pacar…sejak kapan Dyan memiliki seorang pacar yang sangat cantik
Suatu hari…!Dokter Laksono, dokter pribadi keluarga mereka meminta Gibran segera menemuinya di rumah sakit. Gibran pun bergegas datang.Kalau sudah si dokter ini memintanya datang, Gibran mulai tak enak hati, dia sampai menduga-duga apa yang terjadi. Apalagi ini berkaitan dengan Dyan.Sedangkan kakek dan neneknya walaupun sudah sepuh, tapi masih sehat sampai kini, kakeknya bahkan masih kuat jogging dan naik sepeda seputaran kompleks rumahnya.Setelah duduk di depan dokter senior ini, Gibran pun hanya bisa menahan debaran jantungnya.“Dyan…memiliki penyakit bawaan yang tak bisa kami atasi dengan pengobatan modern. Dia punya penyakit jantung bawaan dan juga paru-paru yang bermasalah. Usianya…moga saja panjang..?” cetus dokter Laksono.Sesaat Gibran hanya bisa terdiam, wajahnya berubah memucat, tak menyangka Dyan memiliki penyakit begitu.“Dok…tolong rawat Dyan, aku tak ingin dia…?&rd
Satu bulan kemudian…Setelah main golf, hobby baru yang disukai Gibran, ia yang bermaksud pulang setelah beri tips buat para caddy-caddy cantik yang menemaninya. Dirinya kaget melihat sosok yang jadi bahan pikirannya selama satu bulan belakangan ini.Dialah Celica…!Wanita cantik itu terlihat bersama seorang pria yang dilihatnya dulu ketika jalan di mal, wajah Gibran langsung mengeras.“Kurang ajar si Celica ini, di saat Dyan sakit, dia malah makin mesra dengan pria itu,” gumam Gibran dengan mata berapi. Gibran pun tak jadi naik ke mobilnya, dia kini langsung mulai mengikuti kemana Celica pergi dengan pria itu.Ternyata mereka masuk ke sebuah restoran merangkap kafe, yang jaraknya tak jauh dan berselebahan dengan lapangan golf ini.Gibran merendahkan topi golfnya, sehingga wajahnya tak dikenal orang, diapun mulai melihat-lihat, di mana Celica berada dengan pria tadi.Akhirnya dia melihat keduany
“Hmm…pentingkah itu buat Abang?” Celica malah balik bertanya, lagi-lagi ucapan ini bak sindiran bagi Gibran, yang dianggap Celica suka ikut campur urusan pribadinya. Gibran bukanlah pria yang punya otak kosong, dia pun merasa tersindir juga, sifatnya yang angkuh pun keluar. Gibran lalu berdiri dan bermaksud pergi dari apartemen Celica. “Baiklah, aku pergi dulu Celica, sorry kalau aku agak mendesak kamu hari ini. Asal kamu tahu, bagiku Dyan segalanya, termasuk keluargaku yang lain. Ku harap kamu mengerti!” Celica hanya diam tapi ikut berdiri dan mengantar Gibran ke depan pintu apartemennya. Sebelum Celica menutup pintu, keduanya saling tatap. Entah siapa yang memulai, keduanya malah saling mendekat dan…saling mengecup bibir. Sesaat keduanya saling melumat dan seolah melepaskan sesuatu yang tersembunyi di hati masing-masing. Celica tersadar, saat tangan Gibran memeluknya dan ciuman berpindah ke lehernya, wanita jelita ini bak tersengat l
Sepanjang perjalanan hingga berjam-jam dari Soetta, Gibran diam-diam malah berterima kasih, Celica benar-benar telaten merawat Dyan.Gibran tentu saja membiarkan saja keduanya, yang seakan tak terpisahkan. Baik Gibran dan Celica tak pernah banyak bicara sepanjang perjalanan.Gibran malah lebih akrab bicara dengan pramugari dan kadang dengan pilot dan co pilot. Tanpa Gibran sadari, Celica kadang menatapnya tajam, ketika melihat pemuda ini tertawa-tawa dengan pramugari cantik ini.Begitu sampai di Amsterdam, mereka langsung singgah di apartemen mewah yang di sewa Gibran selama mereka di Belanda.Mereka memutuskan beristirahat sejenak, apalagi terlihat Dyan kecapekan, sehingga pemuda malang ini lebih banyak memejamkan matanya.Kadang Gibran menggendong keponakannya, kalau mau mandi atau beraktivitas lainnya, kondisi Dyan kalau sudah capek langsung nge-drop.Tubuh Dyan pun kurus, kini dia tak berselera makan, sehingga Gibran trenyuh sekali saat
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam