Beranda / Romansa / Istriku Seorang Juragan / Nadzar yang penuh penyesalan

Share

Istriku Seorang Juragan
Istriku Seorang Juragan
Penulis: AkaraLangitBiru

Nadzar yang penuh penyesalan

Penulis: AkaraLangitBiru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-08 12:50:12

"Akang, habis ini kita mau bulan madu kemana? Gak papa kang, sebagai ungkapan syukur, semua biaya biar Jingga yang tanggung" .

Glek.

Aku berusaha menelan saliva susah payah saat Jingga yang tengah menghapus make up sehabis resepsi ini berujar dengan menatapku dari pantulan cerminnya.

"Bulan madu?" Aku bertanya dengan mengerutkan kening, berpikir lebih jauh. Ah, boro-boro bulan madu, untuk menyentuhnya saja aku belum berani.

"Iya bulan madu, kang Ahmad mau kan bulan madu?" ujarnya beranjak mendekatiku yang tengah duduk ditepi ranjang dengan memainkan ponsel ditangan.

Semakin Jingga mendekat, aku berusaha menahan napas. Bukan karna grogi, tapi karena indra penciumanku begitu peka dengan aroma tubuh gadis itu. Cukup agak bau, mungkin karena selama ini kehidupan Jingga tidak luput dari aktivitas peternakannya, jadi aroma tubuhnya agak sedikit berbeda dari kebanyakan wanita yang aku kenal.

"Kang, kenapa diam aja?" Ia bertanya seraya duduk di sampingku.

"Boro-boro bulan madu, dekat dengan kamu aja akang harus tahan napas apalagi bulan madu? Mungkin napas akang sudah kehabisan neng. Mandi dong neng, kalau perlu sabunnya satu batang perhari, biar wangi"

Ingin aku mengatakan hal itu, tapi aku tak kuasa jika harus menyakiti wanita yang kini sudah menyandang status istriku. Takut tiba-tiba aroma tubuhnya mendadak menjadi wangi semerbak aroma mawar melati. Kan takut, iya takutnya dia jelmaan nyai pantai selatan.

"Neng, akang gerah nih. Akang duluan yang mandi ya?" Izinku berusaha untuk menghindar.

Tanpa menunggu persetujuan, aku berlari terbirit-birit memasuki kamar mandi hotel yang cukup megah ini. Ah seandainya aku tidak bernadzar seperti ini, aku mungkin saat ini hidupku masih baik-baik saja dengan segala aktivitas ku.

Flsback on.

"Kalau tahun ini aku masih gak lulus tes CPNS, akan aku nikahi perawan tua di desa ini" aku berucap dengan tegas seraya menatap buku-buku latihan soal seperti hari-hari biasanya sebagai persiapan menghadapi ujian tes CPNS yang akan diadakan seminggu lagi.

Sudah lima kali aku mendaftar, tetapi nihil. Aku masih saja belum lulus juga, padahal persiapanku sudah dikatakan matang. Belajar dengan giat, berkas sudah lengkap tapi apalah daya tangan tak sampai. Masih belum rezeki.

"Kalau ngomong gak usah sembarangan Mad, itu jatuhnya nadzar. Bapak gak tanggung jawab ya," ucap Bapak seraya menjitak kepalaku gemas.

"Yang benar saja, kamu mau menikahi juragan jingga? Anaknya almarhum mpok Alfa?" Sementara disampingnya, emak menyahut dengan pekikan kaget. Matanya melotot, kepalanya menggeleng-geleng tak percaya.

"Emang perawan tua di desa ini cuma dia doang mak?" Aku bertanya heran, sekaget itu kah bidadari tak bersayapku.

Bapak tersenyum mengejek, dari tatapannya aku menduga jika pertanyaanku itu akan mendapatkan jawaban yang tidak akan aku inginkan.

"Siapa lagi Mad, hanya dia. Semua gadis di desa ini kan gede dikit udah dinikahin, kalau enggak ya pada pergi ke kota. Ya, cuma dia. Kamu yakin?"

Nah kan, benar saja dugaanku.

"Biar saja Mak, biar bapak sendiri yang akan melamarkan untuknya nanti. Lagi pula, Sobari pamannya neng jingga itu sahabat dekat bapak pasti gak sulit buat dapatin restunya, ya walaupun keadaan kita jauh berbeda." ucap Bapak seraya tertawa sumbang.

Aku merenggut, "Gak akan terjadi itu, Ahmad pastikan. Tahun ini Ahmad akan lulus CPNS!" jawabku telak dengan penuh percaya diri.

Hari-hari berlalu, aku belajar dengan sungguh-sungguh hingga waktu tes tiba aku dengan mudah mengerjakan soal ujian tes tersebut.

Hingga waktu pengumuman kelulusan tiba, aku berdiri dengan jantung berdegup kencang menatap layar laptop.

Dan ...

Dam! Sial! Lagi-lagi aku kalah, aku dinyatakan tidak lulus tahun ini.

"Mak, segera siapkan seserahan. Malam ini bapak akan melamarkan neng jingga untuk putra tunggal kita!" Bapak berteriak kegirangan disebelahku, memanggil emak yang masih sibuk berkutat dengan cucian.

Aku menghembuskan napas nelangsa, mengapa bapak segirang itu? Harusnya dia bersedih mendapati putra kesayangnnya ini lagi, lagi harus menemui kegagalan.

Dengan nafas terengah-engah emai datang menemui kami dikamar, wajahnya nampak kembali menyiratkan kekecewaan.

"Gagal lagi Mad?" tanya emak dengan berjalan menghampiriku. Tangannya terulur menepuk pundak, menyalurkan kekuatan padaku.

Aku mengangguk lesu sebagai jawaban. "Yaudah gak papa, kamu masih anak hebatnya emak. Malam ini kita lamar juragan jingga ya" ucapnya seraya tersenyum penuh kemenangan

"Makkkk!" Aku berteriak sebagai bentuk protes.

Ini kenapa kedua orang tuaku malah mendukung nadzar yang telah diucapkan seminggu lalu? Harusnya mereka saat ini memarahi dan protes tak setuju apalagi wanita yang menjadi nadzarku ini seorang Juragan Jingga, wanita terkaya dan terkenal dengan rumor bau badannya.

"Gak usah protes, itu juga salah kamu sendiri Mad. Bapak hanya membantu kamu untuk memenuhi nadzar yang seminggu lalu kamu ucapkan" ucap Bapak menempuk pundaku.

Dan benar saja, malam ini Bapak menyuruhku untuk segera bersiap sementara emak begitu sibuk menyiapkan seserahan dan beberapa kerabat juga sudah berkumpul di teras rumah menungguku.

"Cie kang ahmad mau ngelamar seleb di desa ini" celuk Sinta sahabat kecilku yang entak kapan dia ada didepan teras berbaur dengan keluarga besarku.

Aku menghela nafas, menatapnya dalam. Andai dia tau, seandainya gadis itu belum menikah mungkin malam ini aku akan senang hati melamarnya. Tapi ah sudahlah, bukan jodoh. Ayo legowo saja.

"Bisa aja kamu Sin, dia bukan seleb. Wanita biasa seperti kamu lagi pula dia belum tentu mau juga sama saya yang hanya seorang guru honorer dari keluarga petani. Kasta kita berbeda,"

"Hus, jangan ngomong kitu Kang. Juragan Jingga baik orangnya, dia pasti mau menerima akang apa adanya"

Aku tersenyum tipis, semoga apa yang di ucapkan Sinta itu berbanding terbalik. Ya, harapanku seperti itu.

Setelah semua siap, kami pun segera bergegas dengan mobil dua buah mobil pick up yang sudah bapak sewa dari mang amin tetangga kita demi menuju rumah mewah satu-satunya yang terlihat mencolok dengan ornamen tiang tinggi menjulang khas gaya arsitek eropa.

Lagi, aku harus menelan saliva susah payah saat mendekati rumah mewah tersebut. Nampak semua orang sudah menunggu, sebuah tenda sudah berdiri kokoh dihalaman rumahnya, karpet merah tergelar di sepanjang jalan dari pintu gerbang ke pintu masuk rumahnya. Kami disambut dengan shalawat hadroh yang menggema, ah ini terlalu berlebihan.

"Husen, datang juga rupanya. Saya mau malam ini pernikahan saja yang digelar, bukan lamaran" ujar seorang lelaki seumuran bapak yang menyambut kami, mungkin itu pamannya Jingga. Sahabatnya bapak.

"Pak," aku berbisik menegur, ini bukan rencana kita. Lagi pula kita niatnya mau melamar bukan menikahinya.

"Penghulu sudah menunggu, ayo mari-mari" ujarnya sembari merangkul tubuh bapak.

Tubuhku seketika membeku, susah untuk melangkah. Mengapa harus pernikahan? Ah bapak, kok tiba-tiba gini.

"Mak, ini seriusan Ahmad nikah?" tanyaku berbisik.

Emak mendelik, "wayahna Mad. Biar emak sama bapak tenang mening langsung nikah aja lagi pula keluarga neng Jingga maunya langsung nikah. Trauma cenah, kalau lamaran mah takut gagal lagi"

Lidahku kelu, tidak bisa memprotes apa yang emak katakan sementara tubuhku sudah diseret bapak untuk memasuki rumah mewah tersebut. Nampak semua keluarga dan karyawan yang bekerja dengan Jingga sudah menunggu kedatangan kami, termasuk petugas KUA.

"Kita langsung saja ya, supaya gak kemalaman" ujar petugas KUA saat aku ditarik paksa oleh emak untuk duduk berhadapan dengannya sementara tanganku bapak tarik untuk menerima uluran tangan paman Jingga tersebut.

"Ya ahmad Baihaki, saya nikahkan enggkau dengan keponakan saya yang bernama Jingga Putri Jalaludin Rumi binti Almarhum Jalaludin Rumi dengan maskawin seperangkat alat shalat dan mas kawin seberat lima gram emas dibayar kontan"

Aku tertegun, lidahku masih kelu untuk menjawab namun sentakan di bahu seketika membuatku refleks menjawab. "Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Putri Jalaludin Rumi binti almarhum jalaludinrumi dengan maskawin tersebut dibayar tunai"

"Bagaimana para saksi, sah?"

"SAH ..."

***

"Kang mandinya masih lama gak? Jingga juga gerah ini pengen mandi" sahutan dari luar kamar mandi seketika membuatku tersadar, buru-buru aku menyelesaikan ritualku.

"Sebentar lagi neng," jawabku.

"Cepetan ya kang, akang sudah sejam lebih loh disana" sahutnya lagi.

Aku mendelik malas, seraya memakai handuk kimono yang tersedia dikamar mandi tersebut. Ya kalau bukan ada dia, mana mungkin aku mandi selama ini. Biasanya juga sepuluh atau lima belas menit paling lama.

"Udah kang?" pertanyaan bodoh itu ku dengar ketika keluar dari kamar mandi.

Aku mengangguk, menatap gadis di hadapanku yang kini sudah terbebas dari gaun penganting yang ia kenakan.

"Aku mandi dulu ya kang, jangan tidur dulu tungguin aku. Malam ini kan malam pertama kita," pesannya sembari tersenyum malu.

Aku hanya mengangguk malas menanggapi, terserah kamu saja lah Jing yang terpenting kamu senang. Tapi, bodo amat aku tidak akan menunggunya, malam ini aku akan tidur lebih awal sebagai bentuk penyesalanku karena sudah bernadzar hal gila seperti ini.

Bab terkait

  • Istriku Seorang Juragan    Menerima takdir?

    Jangan menyesali apa yang terjadi, itu semua sudah menjadi takdirmu. Apa yang menurutmu baik, belum tentu menurut Allah baik begitu pun sebaliknya.***Kedua netraku mengerjap-ngerjap saat cahaya silau menyembur menyerang indra penglihatanku. Perlahan-lahan netra ini terbuka, nampak seorang gadis berdiri berkacak pinggang disampingku.Aku tersenyum, sejak kapan bidadari ini datang kehadapanku? Apa aku masih terhanyut dalam mimpi. Tapi tunggu, bidadari secantik ini mengapa aromanya terasa berbeda? Agak sedikit aneh."Kang, jangan senyum-senyum. Jingga marah sama akang, subuh akang telat, malam pertama juga enggak!" seketika aku tersadar mendengar suara cempreng yang keluar dari mulut itu.Alamak ... Ini hari pertama aku menjadi suami tapi malah sudah ada pertengkaran. Tapi, ah bodo amat. Lagi pula aku tidak menyukainya."Malah diam lagi, akang mandi sana. Shalat subuh, gak papa kaya shalat dhuha juga daripada enggak" tegurnya menyingkap selimut yang menutupi tubuhku. Aku menghela nafa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Gosip tetangga

    Hari libur yang harusnya menyenangkan ini, berganti menjadi suram. Sarapan pagi yang biasanya terasa begitu nikmat, malah kini tak berselera saat aku melihat emak yang begitu asik menghidangkan semua makanan kesukaanku pada gadis yang baru ku bawa tadi. Air muka Emak sama Jingga rupanya tidak jauh berbeda, sama-sama berseri seakan tengah berbahagia padahal apa yang sedang mereka bahagiakan? Baru saja bertemu dan semeja makan untuk sarapan bersama? Ah, tentu tidak mungkin. Asal kalian tau, mereka sering bertemu diladang."Mak, nanti Jingga mau belajar bikin sambal kaya gini. Seriusan ini enak banget," Jingga berucap dengan tangannya mengelap keringat, aku bergidik ngeri melihat butir-butir keringatnya yang nampak sebesar biji jagung. Sudah ku pastikan aroma parfum vanilaku tadi kini sudah bercampur dengan keringatnya. Ah, sebau apa nantinya. "Tenang aja neng, jangankan buat sambal yang gampang kaya gini. Buat rendang, opor ayam sama semur jengkol juga akan emak ajarin. Tenang, kamu k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Hadiah pernikahan

    "Suram amat, baru juga nikah. Belum malam pertama lu ya?" Aku menoleh malas kearah suara, memberi ringisan saat melihat Ujang yang merupakan sahabat karib sekaligus rekan kerja ku itu tengah duduk di hadapanku dengan senyum mengejeknya."Kalau udah dapat jatah, jangan lupa ya cerita sama gue. Penasaran sih gimana rasanya tuh si Juragan Jingga" lanjutnya dengan senyum menyeringai, tangannya terulur menyerahkan bungkusan kado berbentuk kotak kecil. Wajahnya tersenyum menyeringai. "Apaan nih?" tanyaku penasaran, dari bentuknya yang kecil sih sudah dipastikan isinya sekotak perhiasan, tapi ... Ah gak mungkin. Si Ujang kan orangnya pelit, mana mungkin bisa ngasih hadiah semahal itu. "Alat kontra-"Shit. Sebelum Ujang melanjutkan ucapannya, aku lebih dulu berdiri memberikan tinjuan pada pipi kirinya. "Wait, wait, santai atuh bro. Kan gua mah ngedukung elu biar dapat enaknya doang gak dapat anaknya. Gue yakin lu gak mau kan punya anak dari si Juragan Jingga. Makannya gue kasih kado itu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Petuah bapak

    Gara-gara ocehan tetangga di warung kopi itu dan candaan Uajng di sekolahan, aku jadi semakin menyesal menikahi Jingga. Hatiku semakin dibuat kesal tatkala aroma tubuhnya sudah tercium beberapa meter dari keberadaannya. Sebenarnya penyebab aroma tubuhnya itu apa sih? Apa iya harus ku suruh dia untuk berendam di air kembang tujuh rupa sehari semalam? Atau ku pinta emak buatkan ramuan khusus atau juga ku pinta si ujang buat pergi ke dukun? Arghhh menyebalkan. Aku jadi semakin tak semangat untuk memasuki rumah. "Kamu teh kenapa, Mad? Datang-datang kisut kitu mukanya" bapak bertanya saat aku baru memasuki ruang tamu tanpa mengucapkan salam seperti biasa. Terlalu kesal rasanya mengingat pernikahan dadakanku gara-gara bapak satu ini, padahal seandainya kalau tunangan dulu kan aku bisa menyiapkan diri untuk menerima Jingga sebagai istriku. Setidaknya seserahan yang aku bawakan untuknya, isinya pewangi semua. "Pak, tukaran posisi yuk" pintaku dengan mendekat, menyalami tangannya yang namp

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Malam pertama?

    Aku menelan saliva susan payah saat kaki jenjang ini sudah mendekati pintu kamar. Kecepatan melangkah mendadak berubah perlahan, ya allah kuatkan indra penciumanku. Clek. Knop pintu ku putar dengan pelan, nampak Jingga tengah terduduk di depan meja rias dengan membelakangiku. "Assalamualaikum," ujarku berusaha menahan nafas, aromanya sudah tercium khas sebelum aku mendekat. Buru-buru aku mengoleskan sedikit balsem beraroma mint ke bawah hidung yang ku bawa di saku celanaku sebelum Jingga menoleh. "Akang sudah pulang?" Basa-basinya yang terdengar begitu basi ditelinga ini. "Iya, aku mau mandi" ujarku seraya cepat menyambar handuk yang menggantung di kastok samping pintu kamar mandi, sementara tas yang ku bawa kerja itu sudah terlepas di samping meja belajar. Jingga mengangguk, "Jingga buatin teh ya," ujarnya sebelum aku benar-benar menghilang ke kamar mandi. "Jangan lupa ya lilin aroma terapinya di nyalain" ujarku. Jingga tersenyum, wajah memerah entah kenapa. "Iya kang, yasud

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Gangguan malam

    "Emang harus malam ini juga, Jing?" Aku bertanya dengan keluhan saat Jingga meminta izin setengah memaksa untuk mengantarkannya ke peternakan di ujung desa miliknya. "Iya, kang. Memang harus malam ini juga. Si Jejen mau ngelahirin, takutnya gak ada yang bantuin. Kata si mamang perkiraannya hari ini, dia gak bisa bantu. Malas katanya, sementara karyawanku lagi demam""Yaudah atuh kalau mau ngelahirin mah dibawa ke rumah sakit biar di bantu bidan, bukan malah kamu yang bantu. Emang kamu lulusan bidan juga?" Aku bertanya dengan agak sedikit terbahak. Ini si Jingga apa-apaan ya, masa iya dia mau bantuin orang lahiran. Aneh banget perasaan. "Eh si akang, ayo ah cepat kang. Kita pinjam motor butut bapak aja ya biar cepat. Kalau pake sepeda tua nanti keburu gak ketulungan" pintanya santai. Lah, itu enteng banget mulu. Motor butut katanya? Masih mulus gitu, cuma kerangkanya emang sengaja dilepas kan buat bawa rumput yang sehabis di sabit di gunung. Biar gak capek. "Iya, bentar ya akang p

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Istriku Seorang Juragan    Malam penuh kejutan

    Aku tercengang ketika kami sudah mulai mendekati gerbang kompleks peternakan milik Jingga, nampak pintu gerbang berbahan besi itu menjulang tinggi diatasnya tertulis nama Jingga's Farm, sekelilingnya tembok kokoh menjulang dengan ram kawat anti maling diatasnya. Ah, semewah ini rupanya. Pantesan saja julukan juragan Jingga tersemat di namanya."Bentar ya kang, aku buka dulu kuncinya" ujarnya turun dari motor tanpa menunggu persetujuanku. Aku mengangguk, memperhatikan bagaimana gerbang semewah dan sekokoh itu hendak dibukanya. Apakah kompleks peternakan semewah ini tidak memiliki security? Kenapa harus Jingga yang memegang kendali semuanya? "Ayo kang masuk," ujarnya mempersilahkan. Aku mengangguk, mendorong motor butut bapak ini memasuki area peternakan semakin dalam, diikuti Jingga yang sudah selesai menutup pintu gerbang. "Kang, motornya biar di simpan di sini saja ya, kita ke sananya naik sepeda aja" ujarnya menunjuk ke area parkir yang ternyata ada beberapa sepeda motor dan sep

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Istriku Seorang Juragan    Oh pantesan

    Byur!Tengah malam begini, akhirnya aku terpaksa membersihkan tubuh setelah dirasa cukup membantu Jingga di kandang sapi itu. Air tengah malam terasa begitu dingin, di tambah semilir angin malam yang terasa begitu kencang membuat ku ingin cepat-cepat segera mengakhiri ritual ini. Tapi tunggu, sedari tadi aku mandi mataku tak pernah berhenti mencari-cari sabun mandi di sini. Nampak hanya satu sikat gigi dan odol bertengger di tempat sabun itu, lalu tadi dia mandi pake apa? Apa cuma air saja?"JINGGA!" aku berteriak cukup kencang, sudah terlalu lama di kamar mandi nanti bisa-bisa tubuhku membeku karena ke dinginan. "Kenapa kang? Teh Jingga udah balik lagi ke kandang," sahut Mail. "Sabun mandi habis il?" tanyaku setengah berteriak. "Aduh kang, lupa. Disini kalau mandi gak pake sabun mandi, biasanya pake daun dayang. Daun nya habis ya kang di pake teteh tadi kali ya" sahutnya.Ya salam, zaman sudah secanggih ini masih mandi pake daun? Pantesan aroma tubuh Jingga tak sedap selama ini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22

Bab terbaru

  • Istriku Seorang Juragan    epilog (yes i will )

    Lima tahun kemudian ...Pada akhirnya, aku hancur sendirian. Menggenggam luka yang menusuk bagai duri tajam setiap harinya. Aku pikir setelah berpisah dengan Jingga dan menikahi wanita yang ku cintai dimasa lalu, kehidupanku akan membaik. Rupanya, aku salah besar.Perangai Sinta yang gila harta membuat rumah tangga kami tak bertahan lama. Hanya enam bulan, itu pun diwarnai dengan huru-hara pertengkaran akibat ekonomiku yang semakin hari semakin memburuk. Ia tidak tahan, mengamuk dan menyalahkanku mengapa aku memberikan semua hartaku pada Jingga. Padahal Sinta mau menikah denganku hanya karena aku sudah mapan, masalah cinta? Rupanya tak sepenting itu baginya. Cinta hanyalah omong kosong tanpa harta, baginya. Aku diam, tak melawan. Mungkin, itu karma untuk ku. Tahun-tahun berikutnya, setelah status duda ku sandang. Aku berusaha bangkit, kembali sibuk bekerja dari sekolah ke sekolah lain. Ya, aku kembali mengajar seperti saat bujanga

  • Istriku Seorang Juragan    Epilog (akang kembali)

    Lima tahun kemudian ... Pada akhirnya, aku hancur sendirian. Menggenggam luka yang menusuk bagai duri tajam setiap harinya. Aku pikir setelah berpisah dengan Jingga dan menikahi wanita yang ku cintai dimasa lalu, kehidupanku akan membaik. Rupanya, aku salah besar. Perangai Sinta yang gila harta membuat rumah tangga kami tak bertahan lama. Hanya enam bulan, itu pun diwarnai dengan huru-hara pertengkaran akibat ekonomiku yang semakin hari semakin memburuk. Ia tidak tahan, mengamuk dan menyalahkanku mengapa aku memberikan semua hartaku pada Jingga. Padahal Sinta mau menikah denganku hanya karena aku sudah mapan, masalah cinta? Rupanya tak sepenting itu baginya. Cinta hanyalah omong kosong tanpa harta, baginya. Aku diam, tak melawan. Mungkin, itu karma untuk ku. Tahun-tahun berikutnya, setelah status duda ku sandang. Aku berusaha bangkit, kembali sibuk bekerja dari sekolah ke sekolah lain. Ya, aku k

  • Istriku Seorang Juragan    kisah kita berakhir

    Tok ... Tok ... Tok ... Mata memejam, tanganku meremas kuat ujung kemeja ketika kepala hakim sudah mengetokan palu sebanyak tiga kali. Hal itu menandakan kalau sidang perceraianku dan Jingga sudah berakhir. Putusan menunjukan bahwa aku resmi sudah tidak lagi menyandang status sebagai kepala keluarga. Baik secara hukum mau pun agama. Ya tuhan, inikah akhir dari rumah tanggaku? Sungguh menyedihkan! Ekor mataku melirik ke sebelah, dimana Jingga dan aku sama-sama hadir pada sidang terakhir kami. Ku lihat senyuman mengembang di wajahnya saat hakim membacakan putusan tentang hak asuh anak jatuh padanya. Ya, itu memang kemauanku. Putraku lebih baik diasuh oleh ibunya dibanding harus bersama pria brengsek ini. Aku berdiri saat persidangan kami telah usai, mendekat kearahnya untuk saling berjabat tangan. Mengikhlaskan dan menbesakan semua gundah gulana di hati yang selama ini bersarang. "Selamat menyemat status

  • Istriku Seorang Juragan    talak

    Pada akhirnya aku ikut bersama teh Ayu untuk pulang ke desa. Rindu yang menggebu membuat pertahananku runtuh, aku ingin bertemunya. Aku ingin segera memeluknya, mengucap maaf dan sayang padanya. Burung-burung bernyanyi menyambut hari dengan kaki bertengger di ranting pohon, sepanjang perjalanan embun dan kabut terlihat masih menyelimuti pandangan karena hujan semalam suntuk. Kedua jagoan di sampingku terus saja berceloteh, bercerita tentang aktivitas yang akan di lakukannya di desa menemani perjalanan kami. Sesampainya di pekarangan rumah, suasana nampak begitu sepi siang ini. Padahal biasanya emak dan bapak tengah bersantai ria di teras rumah bersama para pekerjanya. Kami terheran-heran saat tak ada satu pun pekerja orangtua kami yang menunggu rumah ini. "Kalian tunggu saja, biar Mas tanya tetangga kenapa rumah sepi dan kayaknya di kunci deh," ujar mas Abi menebak. Aku dan teh Ayu hanya mengangguk pasrah, malas rasanya jika harus bertemu dengan para te

  • Istriku Seorang Juragan    lelaki serakah

    Kedua mataku tiba-tiba saja terbeliak tengah malam. Keringat bercucuran sebiji jagung di keningku. Mimpi buruk itu kembali menghantuiku. Teriakan, tangis kekecewaan, dan umpatan kasar kembali menyapa alam bawah sadarku, seolah memberi signal bahwa rasa bersalah ini kian menggerogoti relung hatiku. Aku menarik napas dalam-dalam lalu terduduk begitu saja. Hujan deras disertai angin kencang membuat hawa dingin menyapa tubuhku yang kini duduk meringkuk di sofa ruang tamu. Buru-buru aku bergegas mengambil segelas air putih di dapur lalu setelah itu aku memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat malam. Shalat yang biasa Jingga kerjakan setiap malamnya. Ah, aku merindukannya. Sudah dua bulan ini, aku rutin melaksanakan shalat tahajud untuk meminta pengampunan atas dosa-dosa yang ku perbuat. Sudah dua bulan ini pula, aku memutuskan untuk tidak menghubungi keluarga di desa. Rasa malu selalu menguasai diriku saat aku merindukan mereka dan

  • Istriku Seorang Juragan    hidup harus terus berjalan

    Jingga povSejak perselingkuhan kang Ahmad dengan Sinta terbongkar di depan mataku, aku tak lagi bisa hidup dengan tenang dan bahagia. Setiap malam, aku selalu menangis tergugu sendirian mengurung diri di kamar. Sakit, rasanya begitu sakit.Bayangan saat tawa kang Ahmad begitu lepas bersama dengan wanita di pangkuannya membuat hatiku semakin teriris. Rasanya benci, jijik dan menyakitkan apalagi saat teringat wanita itu juga tengah mengandung, dari perutnya yang buncit mungkin usia kandungannya tak jauh berbeda denganku. Sial, begitu menyakitkan. "Teh, buka pintunya. Teteh belum makan malam teh!" Aku menoleh kearah pintu yang tertutup, suara Mail terdengar semakin menambah pesakitanku. Gara-gara kejadian itu, adikku tak jadi berangkat dan terpaksa mengubur impiannya dalam-dalam. Aku sudah memaksanya untuk tetap pergi, namun ia begitu keras kepala tak ingin meninggalkanku sendirian disini. Padahal, emak sama bapak selalu mengunjungi ku s

  • Istriku Seorang Juragan    talak aku!

    Sebuah tarikan kuat pada kerah bajuku membuat tubuhku terhentak kedepan, dengan mata menyala Mail. Adik iparku itu, mengangkat kerah bajuku hingga tubuh ini ikut terangkat. Lalu detik berikutnya tinjuan kuat melayang pada perutku beberapa kali. Aku diam, masih mencerna apa yang terjadi. Benarkah? Benarkah kejadiannya harus seperti ini?"Brengsek! Bajingan! Gue percaya elo seratus persen buat lindungi teh Jingga, tapi nyatanya elu buat teteh gue menderita!" teriak Mail tepat di depan wajahku. Setelah itu, sebuah dorongan kuat darinya membuat tubuhku tersungkur ke depan, mencium marmer dingin rumah ini. Air mata jatuh dari pelupuk mataku begitu saja melihat semua orang hanya menyaksikan dengan kecewa tanpa berani menghentikan pukulan Mail padaku. Kulihat Jingga tengah menangis tersedu-sedu dengan gelengan tak percaya bersama emak yang kini sudah memeluknya, berusaha menenangkan. Aku berusaha bangun, berjalan pelan mendekati dua perempua

  • Istriku Seorang Juragan    terbongkar

    Katakan kalau aku ini pria brengsek, pengecut dan tak tahu malu. Sudah dua hari ini aku bahkan tak pulang ke desa dan memilih menemani wanita yang tengah berbadan dua, yang ingin bermanja denganku. Kalian mungkin mengira bahwa aku sudah menikahi wanita yang ku cintai sejak lama ini, Sinta. Tapi dugaan kalian jelas salah, sampai saat ini aku masih bukan siap-siapanya. Hanya sekedar sahabat, itu saja. Hanya saja bebanku terhadapnya lebih berat saat waktu kejadian itu aku berjanji akan mengambil alih tanggung jawab Bara terhadapnya, tapi tidak untuk menikahinya dalam waktu dekat. Selama ini pula, Sinta begitu gencar mendekatiku. Berusaha mengambil hatiku kembali, ia bahkan selalu saja menjelek-jelekan istriku yang sama halnya tengah mengandung anakku. Sebenarnya aku sudah muak, ingin rasanya bersikap tak peduli namun ia selalu mengancam jika aku tak bersamanya dan tak menikah dengannya ia akan melakukan hal yang sama seperti waktu itu. Ya, bunuh diri. Bahkan ia juga selalu menagih jan

  • Istriku Seorang Juragan    tidak mungkin

    Jingga povKejadian pagi itu sungguh menyakitkan bagiku. Entah apa yang terjadi pada suamiku hingga tega bersikap demikian, meninggalkan aku yang tengah terisak pagi itu. Emak dan bapak yang saat itu masih menikmati sarapannya bahkan ikut terkejut menghampiriku saat suara bantingan pintu begitu keras dari kang Ahmad saat meninggalkanku. Terhitung, sudah dua hari sejak kejadian itu Kang Ahmad bahkan tak pulang ke rumah kami. Untungnya Mail masih belum berangkat ke Jepang, untuk menyelesaikan studinya dan mau menemani serta menghiburku saat ini. Namun rasa sedih kembali hinggap, saat aku membantu Mail mengemas barang-barangnya. Hari ini, hari terakhir ia menemaniku sebelum besok kembali bertolak ke Jepang untuk mengikuti kuliah pertamanya. "Gak ke US lagi Mad? Teteh kira saat menempuh jalur beasiswa SMA disana, kamu bakalan lanjut kuliah di sana juga," ucapku saat memikirkan bagaimana sulitnya perjuangan adik lelakiku saat mengambil keputusan waktu itu, ketika ia mengambil beasiswa d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status