Share

Menerima takdir?

last update Huling Na-update: 2024-10-08 12:50:42

Jangan menyesali apa yang terjadi, itu semua sudah menjadi takdirmu. Apa yang menurutmu baik, belum tentu menurut Allah baik begitu pun sebaliknya.

***

Kedua netraku mengerjap-ngerjap saat cahaya silau menyembur menyerang indra penglihatanku. Perlahan-lahan netra ini terbuka, nampak seorang gadis berdiri berkacak pinggang disampingku.

Aku tersenyum, sejak kapan bidadari ini datang kehadapanku? Apa aku masih terhanyut dalam mimpi. Tapi tunggu, bidadari secantik ini mengapa aromanya terasa berbeda? Agak sedikit aneh.

"Kang, jangan senyum-senyum. Jingga marah sama akang, subuh akang telat, malam pertama juga enggak!" seketika aku tersadar mendengar suara cempreng yang keluar dari mulut itu.

Alamak ... Ini hari pertama aku menjadi suami tapi malah sudah ada pertengkaran. Tapi, ah bodo amat. Lagi pula aku tidak menyukainya.

"Malah diam lagi, akang mandi sana. Shalat subuh, gak papa kaya shalat dhuha juga daripada enggak" tegurnya menyingkap selimut yang menutupi tubuhku. 

Aku menghela nafas, beranjak dari pembaringan. Lalu pergi ke kamar mandi.

Seusai membersihkan tubuh, aku tak mengindahkan perkataan Jingga untuk menunaikan shalat subuh. Toh, ini waktunya sudah lewat jam juga sudah menunjukan pukul setengah delapan.

"Kang, sarapan dulu tadi aku ambilin makanan di dapur" serunya dengan menunjukan berbagai makanan aneh yang tertata di meja.

Aku menggeleng, tak selera saat melihat sepotong ikan mentah tersaji dipiring dengan daun kecil sebagai hiasan diatasnya.

"Kenapa kang? Akang gak suka sama makanan ini?" Ia bertanya dengan raut wajah penuh kesedihan.

"Bukannya gak suka, tapi akang gak biasa sarapan, Jing. Kamu aja yang makan, habis ini kita pulang kerumah orang tua saya ya" ujarku berusaha untuk tidak menyinggung perasaannya.

"Ini rumah saya kang, dan sudah menjadi rumah akang juga. Kenapa harus pulang kerumah orang tua akang?" Gadis itu bertanya dengan raut wajah penasaran. Ikan mentah yang hendak di sentuhnya itu, ia urungkan.

Aku mengangguk, memang benar rumah besar ini miliknya tapi sebagai laki-laki seharusnya aku yang memberikannya tempat tinggal yang layak. Aku tidak harga diriku di injak-injak jika suatu saat nanti kami bertengkar dan membawa-bawa harta kekayaan sebagai bagian pembahasan dari pertengkaran kami.

"Saya tidak biasa tinggal dirumah sebesar ini apalagi paman dan bibimu serta anak-anak dan menantunya ikut tinggal disini, saya tidak nyaman. Kamu mau ya ikut saya?"

Sebenarnya tidak masalah kalau aku tinggal di rumah mewah tapi penghuni dirumah ini bukan hanya Jingga seorang melainkan  lima orang anggota kepala keluarga. Jujur saja, aku tidak terlalu suka keramaian.

Jingga menghela nafas dalam, ia mendekat tepat saat aku menyemprotkan parfum beraroma Vanila ketubuhku. Ah ini kesempatan baik, buru-buru aku dengan pura-pura tak sengaja menyemprotkan parfum ke tubuh Jingga hingga gadis itu memekik kaget.

"Akang, apa-apaan ini? Aku gak suka wangi vanila, eneug" ujarnya memprotes dengan kedua tangan terangkat menyilang ,wajahnya menunduk dengan mata terpejam.

Maaf. Pagi ini aku harus menyelamatkan indra penciuman ini, nafasku juga harus menghirup udara segar bukan udara yang tercemar.

"Maaf gak sengaja Jing, tapi vanila ini wanginya segar kok. Akang jamin, wanginya gak terlalu menyengat. Lagian ini aroma khas tubuh akang loh ... Kamu harus terbiasa" rayuku.

Wajah gadis itu sekarang sudah memerah bak tomat rebus, senyumnya mengembang entah kenapa.

"Maaf," ujarnya. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

***

Setelah obrolan itu, kami memutuskan untuk segera bergegas pergi. Gadis itu menurut, ia juga memilih untuk tidak sarapan. Kami pergi ke desa sebelah dengan sepeda ontel butut milikku yang entah sejak kapan sudah nangkring dihalaman rumahnya, mungkin bapak yang mengantarkannya.

"Kang masih lama? Aku jalan aja ya, lagian kenapa sih harus naik sepeda? Kan motor sama mobil ada di garasi tinggal akang pake"

Aku mendelik sebal dengan mengayuh pelan sepeda tua ini, perangainya mulai terlihat pantas saja ia bertahan dengan status perawan tuanya toh siapa pun laki-laki yang mendekatinya tidak akan tahan dengan aroma emm ... Tubuhnya dan sifat sombongnya.

"Sebentar lagi kok, lagi pula romantisan kaya gini atuh Jing daripada naik mobil atau motor kan kamu gak bisa lama-lama peluk akangnya" alibiki dengan mata melihat kearah perut yang kini sudah dilingkari tangan mungilnya. Alamaaaa, harus mandi dua kali ini mah mungkin dengan rendaman bunga tujuh rupa, ide yang bagus.

"Akang ini memang ajaib, baru juga sehari menikah sudah berusaha membuat segalanya terasa romantis. Padahal aku udah bilang, sepeda ini bikin aku pegal-pegal."

Halah pegal-pegal juga kamu nikmatin kan? Enak bener ini tangan memeluk tubuhku. Aku yakin, kali ini Jingga tengah tersenyum dengan rona wajah yang memerah, menahan malu seperti tadi pagi.

Keringat mulai bercucuran di tubuhku saat kami sudah melewati ladang hijau dan rumah-rumah kecil yang tampak damai. Tidak ada lagi obrolan, kami saling diam dengan bergelut pada pemikiran masing-masing.

Sesampainya di halaman rumah, nampak bapak yang tengah asik memandikan burung love bird kesayangannya itu terperanjat menghampiri kami.

"Makkk, menantu kita datang!" teriaknya beliau tersenyum ramah pada Jingga yang tengah berdiri disampingku.

Emak berlari tergopoh-gopoh datang dari arah belakang rumah dengan sedikit menyingkap gamis lusuhnya.

"MasyaAllah, menantuku sudah datang. Ayo nak, emak sudah masak banyak hari ini" sambutnya dengan lembut menarik tubuh Jingga untuk memeluknya.

Jingga tersenyum, membalas pelukan emak. "Apa kabar mak, sehat?" basa-basinya yang jelas sudah tau kalau keadaan emak sekarang baik-baik saja.

Emak mengangguk, menggiring menantu barunya memasuki rumah sederhana kami. "Neng, emak masak semur jengkol sama ikan asin kesukaan kamu. Cobain deh spesial"

"Wah beneran mak? Sama sambal juga? Sambal matah buatan emak enak banget soalnya" antusiasnya Jingga saat emak menggiringnya untuk menuju meja makan sementara aku dan bapak berjalan mengikuti dari belakang.

"Pasti atuh neng, itu mah menu yang tidak boleh dilewatkan" keduanya berbicara begitu akrab, mungkin karena sesama teman ngaso di ladang. Entahlah, aku tak tau bagaimana awal kedekatan mereka.

Aku merenggut kesal menghadapi keakraban keduanya. Sesekali terdengar kekehan kecil dan senyuman dari keduanya.

"Jangan cemberut gitu atuh Mad, lihat tuh emak kamu gak pernah sesenang ini sebelumnya. Mulai sekarang kamu harus terima takdir kamu ini, apa yang menurutmu baik belum tentu menurut Allah baik begitu pun sebaliknya, siapa tau Jingga itu pilihan terbaik yang Allah kirimkan buat keluarga kita. Terima takdirmu Mad!" ujar Bapak menyenggol tubuhku pelan.

Lagi, aku harus menarik nafas dalam-dalam. Apa katanya? Menerima takdir? Huh! Ingin rasanya aku protes, takdir apaan? Seburuk ini, harusnya aku lawan bukan malah menerimanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Istriku Seorang Juragan    Gosip tetangga

    Hari libur yang harusnya menyenangkan ini, berganti menjadi suram. Sarapan pagi yang biasanya terasa begitu nikmat, malah kini tak berselera saat aku melihat emak yang begitu asik menghidangkan semua makanan kesukaanku pada gadis yang baru ku bawa tadi. Air muka Emak sama Jingga rupanya tidak jauh berbeda, sama-sama berseri seakan tengah berbahagia padahal apa yang sedang mereka bahagiakan? Baru saja bertemu dan semeja makan untuk sarapan bersama? Ah, tentu tidak mungkin. Asal kalian tau, mereka sering bertemu diladang."Mak, nanti Jingga mau belajar bikin sambal kaya gini. Seriusan ini enak banget," Jingga berucap dengan tangannya mengelap keringat, aku bergidik ngeri melihat butir-butir keringatnya yang nampak sebesar biji jagung. Sudah ku pastikan aroma parfum vanilaku tadi kini sudah bercampur dengan keringatnya. Ah, sebau apa nantinya. "Tenang aja neng, jangankan buat sambal yang gampang kaya gini. Buat rendang, opor ayam sama semur jengkol juga akan emak ajarin. Tenang, kamu k

    Huling Na-update : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Hadiah pernikahan

    "Suram amat, baru juga nikah. Belum malam pertama lu ya?" Aku menoleh malas kearah suara, memberi ringisan saat melihat Ujang yang merupakan sahabat karib sekaligus rekan kerja ku itu tengah duduk di hadapanku dengan senyum mengejeknya."Kalau udah dapat jatah, jangan lupa ya cerita sama gue. Penasaran sih gimana rasanya tuh si Juragan Jingga" lanjutnya dengan senyum menyeringai, tangannya terulur menyerahkan bungkusan kado berbentuk kotak kecil. Wajahnya tersenyum menyeringai. "Apaan nih?" tanyaku penasaran, dari bentuknya yang kecil sih sudah dipastikan isinya sekotak perhiasan, tapi ... Ah gak mungkin. Si Ujang kan orangnya pelit, mana mungkin bisa ngasih hadiah semahal itu. "Alat kontra-"Shit. Sebelum Ujang melanjutkan ucapannya, aku lebih dulu berdiri memberikan tinjuan pada pipi kirinya. "Wait, wait, santai atuh bro. Kan gua mah ngedukung elu biar dapat enaknya doang gak dapat anaknya. Gue yakin lu gak mau kan punya anak dari si Juragan Jingga. Makannya gue kasih kado itu,

    Huling Na-update : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Petuah bapak

    Gara-gara ocehan tetangga di warung kopi itu dan candaan Uajng di sekolahan, aku jadi semakin menyesal menikahi Jingga. Hatiku semakin dibuat kesal tatkala aroma tubuhnya sudah tercium beberapa meter dari keberadaannya. Sebenarnya penyebab aroma tubuhnya itu apa sih? Apa iya harus ku suruh dia untuk berendam di air kembang tujuh rupa sehari semalam? Atau ku pinta emak buatkan ramuan khusus atau juga ku pinta si ujang buat pergi ke dukun? Arghhh menyebalkan. Aku jadi semakin tak semangat untuk memasuki rumah. "Kamu teh kenapa, Mad? Datang-datang kisut kitu mukanya" bapak bertanya saat aku baru memasuki ruang tamu tanpa mengucapkan salam seperti biasa. Terlalu kesal rasanya mengingat pernikahan dadakanku gara-gara bapak satu ini, padahal seandainya kalau tunangan dulu kan aku bisa menyiapkan diri untuk menerima Jingga sebagai istriku. Setidaknya seserahan yang aku bawakan untuknya, isinya pewangi semua. "Pak, tukaran posisi yuk" pintaku dengan mendekat, menyalami tangannya yang namp

    Huling Na-update : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Malam pertama?

    Aku menelan saliva susan payah saat kaki jenjang ini sudah mendekati pintu kamar. Kecepatan melangkah mendadak berubah perlahan, ya allah kuatkan indra penciumanku. Clek. Knop pintu ku putar dengan pelan, nampak Jingga tengah terduduk di depan meja rias dengan membelakangiku. "Assalamualaikum," ujarku berusaha menahan nafas, aromanya sudah tercium khas sebelum aku mendekat. Buru-buru aku mengoleskan sedikit balsem beraroma mint ke bawah hidung yang ku bawa di saku celanaku sebelum Jingga menoleh. "Akang sudah pulang?" Basa-basinya yang terdengar begitu basi ditelinga ini. "Iya, aku mau mandi" ujarku seraya cepat menyambar handuk yang menggantung di kastok samping pintu kamar mandi, sementara tas yang ku bawa kerja itu sudah terlepas di samping meja belajar. Jingga mengangguk, "Jingga buatin teh ya," ujarnya sebelum aku benar-benar menghilang ke kamar mandi. "Jangan lupa ya lilin aroma terapinya di nyalain" ujarku. Jingga tersenyum, wajah memerah entah kenapa. "Iya kang, yasud

    Huling Na-update : 2024-10-08
  • Istriku Seorang Juragan    Gangguan malam

    "Emang harus malam ini juga, Jing?" Aku bertanya dengan keluhan saat Jingga meminta izin setengah memaksa untuk mengantarkannya ke peternakan di ujung desa miliknya. "Iya, kang. Memang harus malam ini juga. Si Jejen mau ngelahirin, takutnya gak ada yang bantuin. Kata si mamang perkiraannya hari ini, dia gak bisa bantu. Malas katanya, sementara karyawanku lagi demam""Yaudah atuh kalau mau ngelahirin mah dibawa ke rumah sakit biar di bantu bidan, bukan malah kamu yang bantu. Emang kamu lulusan bidan juga?" Aku bertanya dengan agak sedikit terbahak. Ini si Jingga apa-apaan ya, masa iya dia mau bantuin orang lahiran. Aneh banget perasaan. "Eh si akang, ayo ah cepat kang. Kita pinjam motor butut bapak aja ya biar cepat. Kalau pake sepeda tua nanti keburu gak ketulungan" pintanya santai. Lah, itu enteng banget mulu. Motor butut katanya? Masih mulus gitu, cuma kerangkanya emang sengaja dilepas kan buat bawa rumput yang sehabis di sabit di gunung. Biar gak capek. "Iya, bentar ya akang p

    Huling Na-update : 2024-10-17
  • Istriku Seorang Juragan    Malam penuh kejutan

    Aku tercengang ketika kami sudah mulai mendekati gerbang kompleks peternakan milik Jingga, nampak pintu gerbang berbahan besi itu menjulang tinggi diatasnya tertulis nama Jingga's Farm, sekelilingnya tembok kokoh menjulang dengan ram kawat anti maling diatasnya. Ah, semewah ini rupanya. Pantesan saja julukan juragan Jingga tersemat di namanya."Bentar ya kang, aku buka dulu kuncinya" ujarnya turun dari motor tanpa menunggu persetujuanku. Aku mengangguk, memperhatikan bagaimana gerbang semewah dan sekokoh itu hendak dibukanya. Apakah kompleks peternakan semewah ini tidak memiliki security? Kenapa harus Jingga yang memegang kendali semuanya? "Ayo kang masuk," ujarnya mempersilahkan. Aku mengangguk, mendorong motor butut bapak ini memasuki area peternakan semakin dalam, diikuti Jingga yang sudah selesai menutup pintu gerbang. "Kang, motornya biar di simpan di sini saja ya, kita ke sananya naik sepeda aja" ujarnya menunjuk ke area parkir yang ternyata ada beberapa sepeda motor dan sep

    Huling Na-update : 2024-10-21
  • Istriku Seorang Juragan    Oh pantesan

    Byur!Tengah malam begini, akhirnya aku terpaksa membersihkan tubuh setelah dirasa cukup membantu Jingga di kandang sapi itu. Air tengah malam terasa begitu dingin, di tambah semilir angin malam yang terasa begitu kencang membuat ku ingin cepat-cepat segera mengakhiri ritual ini. Tapi tunggu, sedari tadi aku mandi mataku tak pernah berhenti mencari-cari sabun mandi di sini. Nampak hanya satu sikat gigi dan odol bertengger di tempat sabun itu, lalu tadi dia mandi pake apa? Apa cuma air saja?"JINGGA!" aku berteriak cukup kencang, sudah terlalu lama di kamar mandi nanti bisa-bisa tubuhku membeku karena ke dinginan. "Kenapa kang? Teh Jingga udah balik lagi ke kandang," sahut Mail. "Sabun mandi habis il?" tanyaku setengah berteriak. "Aduh kang, lupa. Disini kalau mandi gak pake sabun mandi, biasanya pake daun dayang. Daun nya habis ya kang di pake teteh tadi kali ya" sahutnya.Ya salam, zaman sudah secanggih ini masih mandi pake daun? Pantesan aroma tubuh Jingga tak sedap selama ini.

    Huling Na-update : 2024-10-22
  • Istriku Seorang Juragan    perkara panggilan sayang

    Hari libur yang harusnya menyenangkan ini, berganti menjadi suram. Bagaimana tidak, sepagi ini saat aku hendak pulang ke rumah, mata ini tak sengaja melihat Jingga tengah asik membersihkan kandang kelinci bersama seorang lelaki yang seumuran dengan ku. Namanya Yudi. Mereka terlihat begitu akrab, saling membantu satu sama lain seperti karyawan dan majikan yang tengah kerja sama. Tapi, tunggu dulu. Gelagat Yudi agak aneh, ia terus saja mengikuti Jingga kemana pun bahkan ku lihat ia seperti tengah mencari perhatian pada istriku itu. Dari matanya sih terhilat tampan, tapi gak tau kalau maskernya di buka mungkin ketampanannya akan berkurang drastis, jauh berbeda dari aku yang akan tetap tampan bahkan lebih tampan darinya. "Yud, kamu tolong satuin si Moly sama si Mily. Kayaknya si Mily udah waktunya kawin" ujar Jingga yang ku dengar samar-samar. Lelaki itu mengangguk, ia membuka salah satu kandang kelinci dan mengambilnya. "Ini teh, lucu ya kaya teteh" ucap Yudi sambil memegang see

    Huling Na-update : 2024-10-22

Pinakabagong kabanata

  • Istriku Seorang Juragan    epilog (yes i will )

    Lima tahun kemudian ...Pada akhirnya, aku hancur sendirian. Menggenggam luka yang menusuk bagai duri tajam setiap harinya. Aku pikir setelah berpisah dengan Jingga dan menikahi wanita yang ku cintai dimasa lalu, kehidupanku akan membaik. Rupanya, aku salah besar.Perangai Sinta yang gila harta membuat rumah tangga kami tak bertahan lama. Hanya enam bulan, itu pun diwarnai dengan huru-hara pertengkaran akibat ekonomiku yang semakin hari semakin memburuk. Ia tidak tahan, mengamuk dan menyalahkanku mengapa aku memberikan semua hartaku pada Jingga. Padahal Sinta mau menikah denganku hanya karena aku sudah mapan, masalah cinta? Rupanya tak sepenting itu baginya. Cinta hanyalah omong kosong tanpa harta, baginya. Aku diam, tak melawan. Mungkin, itu karma untuk ku. Tahun-tahun berikutnya, setelah status duda ku sandang. Aku berusaha bangkit, kembali sibuk bekerja dari sekolah ke sekolah lain. Ya, aku kembali mengajar seperti saat bujanga

  • Istriku Seorang Juragan    Epilog (akang kembali)

    Lima tahun kemudian ... Pada akhirnya, aku hancur sendirian. Menggenggam luka yang menusuk bagai duri tajam setiap harinya. Aku pikir setelah berpisah dengan Jingga dan menikahi wanita yang ku cintai dimasa lalu, kehidupanku akan membaik. Rupanya, aku salah besar. Perangai Sinta yang gila harta membuat rumah tangga kami tak bertahan lama. Hanya enam bulan, itu pun diwarnai dengan huru-hara pertengkaran akibat ekonomiku yang semakin hari semakin memburuk. Ia tidak tahan, mengamuk dan menyalahkanku mengapa aku memberikan semua hartaku pada Jingga. Padahal Sinta mau menikah denganku hanya karena aku sudah mapan, masalah cinta? Rupanya tak sepenting itu baginya. Cinta hanyalah omong kosong tanpa harta, baginya. Aku diam, tak melawan. Mungkin, itu karma untuk ku. Tahun-tahun berikutnya, setelah status duda ku sandang. Aku berusaha bangkit, kembali sibuk bekerja dari sekolah ke sekolah lain. Ya, aku k

  • Istriku Seorang Juragan    kisah kita berakhir

    Tok ... Tok ... Tok ... Mata memejam, tanganku meremas kuat ujung kemeja ketika kepala hakim sudah mengetokan palu sebanyak tiga kali. Hal itu menandakan kalau sidang perceraianku dan Jingga sudah berakhir. Putusan menunjukan bahwa aku resmi sudah tidak lagi menyandang status sebagai kepala keluarga. Baik secara hukum mau pun agama. Ya tuhan, inikah akhir dari rumah tanggaku? Sungguh menyedihkan! Ekor mataku melirik ke sebelah, dimana Jingga dan aku sama-sama hadir pada sidang terakhir kami. Ku lihat senyuman mengembang di wajahnya saat hakim membacakan putusan tentang hak asuh anak jatuh padanya. Ya, itu memang kemauanku. Putraku lebih baik diasuh oleh ibunya dibanding harus bersama pria brengsek ini. Aku berdiri saat persidangan kami telah usai, mendekat kearahnya untuk saling berjabat tangan. Mengikhlaskan dan menbesakan semua gundah gulana di hati yang selama ini bersarang. "Selamat menyemat status

  • Istriku Seorang Juragan    talak

    Pada akhirnya aku ikut bersama teh Ayu untuk pulang ke desa. Rindu yang menggebu membuat pertahananku runtuh, aku ingin bertemunya. Aku ingin segera memeluknya, mengucap maaf dan sayang padanya. Burung-burung bernyanyi menyambut hari dengan kaki bertengger di ranting pohon, sepanjang perjalanan embun dan kabut terlihat masih menyelimuti pandangan karena hujan semalam suntuk. Kedua jagoan di sampingku terus saja berceloteh, bercerita tentang aktivitas yang akan di lakukannya di desa menemani perjalanan kami. Sesampainya di pekarangan rumah, suasana nampak begitu sepi siang ini. Padahal biasanya emak dan bapak tengah bersantai ria di teras rumah bersama para pekerjanya. Kami terheran-heran saat tak ada satu pun pekerja orangtua kami yang menunggu rumah ini. "Kalian tunggu saja, biar Mas tanya tetangga kenapa rumah sepi dan kayaknya di kunci deh," ujar mas Abi menebak. Aku dan teh Ayu hanya mengangguk pasrah, malas rasanya jika harus bertemu dengan para te

  • Istriku Seorang Juragan    lelaki serakah

    Kedua mataku tiba-tiba saja terbeliak tengah malam. Keringat bercucuran sebiji jagung di keningku. Mimpi buruk itu kembali menghantuiku. Teriakan, tangis kekecewaan, dan umpatan kasar kembali menyapa alam bawah sadarku, seolah memberi signal bahwa rasa bersalah ini kian menggerogoti relung hatiku. Aku menarik napas dalam-dalam lalu terduduk begitu saja. Hujan deras disertai angin kencang membuat hawa dingin menyapa tubuhku yang kini duduk meringkuk di sofa ruang tamu. Buru-buru aku bergegas mengambil segelas air putih di dapur lalu setelah itu aku memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat malam. Shalat yang biasa Jingga kerjakan setiap malamnya. Ah, aku merindukannya. Sudah dua bulan ini, aku rutin melaksanakan shalat tahajud untuk meminta pengampunan atas dosa-dosa yang ku perbuat. Sudah dua bulan ini pula, aku memutuskan untuk tidak menghubungi keluarga di desa. Rasa malu selalu menguasai diriku saat aku merindukan mereka dan

  • Istriku Seorang Juragan    hidup harus terus berjalan

    Jingga povSejak perselingkuhan kang Ahmad dengan Sinta terbongkar di depan mataku, aku tak lagi bisa hidup dengan tenang dan bahagia. Setiap malam, aku selalu menangis tergugu sendirian mengurung diri di kamar. Sakit, rasanya begitu sakit.Bayangan saat tawa kang Ahmad begitu lepas bersama dengan wanita di pangkuannya membuat hatiku semakin teriris. Rasanya benci, jijik dan menyakitkan apalagi saat teringat wanita itu juga tengah mengandung, dari perutnya yang buncit mungkin usia kandungannya tak jauh berbeda denganku. Sial, begitu menyakitkan. "Teh, buka pintunya. Teteh belum makan malam teh!" Aku menoleh kearah pintu yang tertutup, suara Mail terdengar semakin menambah pesakitanku. Gara-gara kejadian itu, adikku tak jadi berangkat dan terpaksa mengubur impiannya dalam-dalam. Aku sudah memaksanya untuk tetap pergi, namun ia begitu keras kepala tak ingin meninggalkanku sendirian disini. Padahal, emak sama bapak selalu mengunjungi ku s

  • Istriku Seorang Juragan    talak aku!

    Sebuah tarikan kuat pada kerah bajuku membuat tubuhku terhentak kedepan, dengan mata menyala Mail. Adik iparku itu, mengangkat kerah bajuku hingga tubuh ini ikut terangkat. Lalu detik berikutnya tinjuan kuat melayang pada perutku beberapa kali. Aku diam, masih mencerna apa yang terjadi. Benarkah? Benarkah kejadiannya harus seperti ini?"Brengsek! Bajingan! Gue percaya elo seratus persen buat lindungi teh Jingga, tapi nyatanya elu buat teteh gue menderita!" teriak Mail tepat di depan wajahku. Setelah itu, sebuah dorongan kuat darinya membuat tubuhku tersungkur ke depan, mencium marmer dingin rumah ini. Air mata jatuh dari pelupuk mataku begitu saja melihat semua orang hanya menyaksikan dengan kecewa tanpa berani menghentikan pukulan Mail padaku. Kulihat Jingga tengah menangis tersedu-sedu dengan gelengan tak percaya bersama emak yang kini sudah memeluknya, berusaha menenangkan. Aku berusaha bangun, berjalan pelan mendekati dua perempua

  • Istriku Seorang Juragan    terbongkar

    Katakan kalau aku ini pria brengsek, pengecut dan tak tahu malu. Sudah dua hari ini aku bahkan tak pulang ke desa dan memilih menemani wanita yang tengah berbadan dua, yang ingin bermanja denganku. Kalian mungkin mengira bahwa aku sudah menikahi wanita yang ku cintai sejak lama ini, Sinta. Tapi dugaan kalian jelas salah, sampai saat ini aku masih bukan siap-siapanya. Hanya sekedar sahabat, itu saja. Hanya saja bebanku terhadapnya lebih berat saat waktu kejadian itu aku berjanji akan mengambil alih tanggung jawab Bara terhadapnya, tapi tidak untuk menikahinya dalam waktu dekat. Selama ini pula, Sinta begitu gencar mendekatiku. Berusaha mengambil hatiku kembali, ia bahkan selalu saja menjelek-jelekan istriku yang sama halnya tengah mengandung anakku. Sebenarnya aku sudah muak, ingin rasanya bersikap tak peduli namun ia selalu mengancam jika aku tak bersamanya dan tak menikah dengannya ia akan melakukan hal yang sama seperti waktu itu. Ya, bunuh diri. Bahkan ia juga selalu menagih jan

  • Istriku Seorang Juragan    tidak mungkin

    Jingga povKejadian pagi itu sungguh menyakitkan bagiku. Entah apa yang terjadi pada suamiku hingga tega bersikap demikian, meninggalkan aku yang tengah terisak pagi itu. Emak dan bapak yang saat itu masih menikmati sarapannya bahkan ikut terkejut menghampiriku saat suara bantingan pintu begitu keras dari kang Ahmad saat meninggalkanku. Terhitung, sudah dua hari sejak kejadian itu Kang Ahmad bahkan tak pulang ke rumah kami. Untungnya Mail masih belum berangkat ke Jepang, untuk menyelesaikan studinya dan mau menemani serta menghiburku saat ini. Namun rasa sedih kembali hinggap, saat aku membantu Mail mengemas barang-barangnya. Hari ini, hari terakhir ia menemaniku sebelum besok kembali bertolak ke Jepang untuk mengikuti kuliah pertamanya. "Gak ke US lagi Mad? Teteh kira saat menempuh jalur beasiswa SMA disana, kamu bakalan lanjut kuliah di sana juga," ucapku saat memikirkan bagaimana sulitnya perjuangan adik lelakiku saat mengambil keputusan waktu itu, ketika ia mengambil beasiswa d

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status