"Kenapa kau harus mengatakan kalau kita akan bertemu dengannya?"Tak suka dengan pernyataan Aida barusan, makanya setelah telepon itu ditutup, pria yang ada di sisi Aida langsung mengajukan protesnya dengan intonasi tinggi. Teriakan kasar yang lagi-lagi membuat Inggrid kaget.Setahuku, suaminya Mbak Aida sendiri tidak pernah bicara setinggi itu. Waduh, dia galak ngelebihin Mas Reiko! bisik hati Inggrid yang memang masih syok dengan sikap dari Reizo yang sangat berbeda."Kau bilang, kau ingin mencari tahu tentang keluarga Adiwijaya dan menyelesaikan urusan, bukan? Termasuk hubungan Mama Rika, Brigita dan lainnya. Jadi cuma inilah caranya!"Aida benar. Cuma memang Reizo tak ingin bertemu dengan Adiwijaya dan keluarga dari ayah kandungnya itu."Aida, kau tau dia temperamen, kan? Dia membenci keluarga yang membuang ibunya itu. Dia mungkin khawatir tak bisa mengendalikan dirinya.""Hmm, ya aku tahu tentang temperamennya. Tapi cuma ini caranya. Lagipula, kau mungkin perlu melihat kasus kena
"Reizo, kenapa kau memutuskan membiarkannya tetap tinggal di apartemen sepupunya itu?""Pentingkah aku menjawabnya?"Percakapan dua orang ini terjadi setelah Aida memang memutuskan untuk tinggal di tempat Inggrid, Reizo tak ada niat melarangnya. Dia langsung setuju."Apa kau menyerah, soalnya dia tidak sempurna, payudaranya tidak ada? Tapi sebenarnya dia manis dan pintar, loh!""Alan, Tuan Wright sedang memanggil kita dan perbincangan ini pasti masih bisa didengar olehnya. Aku masih pakai jaket dan kau juga! Apa kau tidak bisa, tidak berisik?"Yah, Alan dan Reizo sengaja memarkir mobil mereka di dekat lokasi apartemen Inggrid. Seakan-akan mereka tidak keluar dari apartemen itu dan ikut menginap juga di sana. Tapi sebetulnya, mereka menghilang dan langsung menuju tempat yang disebutkan Rafael.Reizo mencoba mengingatkan karena khawatir juga teman-teman Alan yang lain mendengarkan obrolan mereka. Dia bukan orang yang suka mencari sensasi dan keributan. Reizo lurus dan selalu fokus pada
"Reizo, kau tak punya hati, kah?"Selepas Alan mengejar Rafael dan Reizo yang kembali ke markas Rafael, di sanalah dia memekikkan suaranya."Dia itu—""Tak perlu dibahas, Alan! Itu masalah pribadi dan sekarang kita memikirkan sesuatu yang lebih besar di sini.""Apa yang terjadi pada ibuku, Tuan Wright?"Bukan Reizo tidak peduli pada sahabatnya, tapi memang kondisi ibunya yang sangat dikhawatirkan sekarang. Ibunya tidak sedang baik-baik saja. Berat badannya turun drastis dari yang tadinya enam puluh lima kilo, jadi dua puluh delapan kilo. Hanya tinggal kulit yang membungkus tulang.Reizo bahkan selalu saja pedih hatinya kalau mengunjungi ibunya. Dia ingin bicara banyak dan menemaninya tapi sayang hatinya selalu saja merasa sakit dan marah karena tidak bisa membuat penyakit ibunya menghilang. Kalau bisa dia ingin saja memindahkan semua penyakit ibunya itu pada tubuhnya. Makanya dia sangat berharap sekali setelah pengetahuan ini kondisi ibunya bisa membaik."Ayo kita ke tempat Dokter Jun
"Inggrid, kau itu kenapa, sih? Tengak-tengok nggak jelas kayak gitu kayak ngendap-ngendap ada maling aja!" Pagi itu, Aida memperhatikan Inggrid memang agak sedikit aneh, makanya dia berkomentar."Aku hanya mau memastikan aku masuk kamar mandi ndak ada yang ngikutin aku, Mbak!""Hahaha! Kau ini bikin aku ketawa aja, Inggrid. Aneh-aneh saja kalau bicara itu!""Lah wajar toh? Mereka itu kan nggak kelihatan. Kalau nanti mereka masuk juga ke kamar mandi aku lagi mandi, gimana?"Hanya senyum yang terurai dari bibir Aida ketika mendengar celotehan Inggrid."Sudahlah! Kau mandi saja. Lagian mereka sudah berjanji kalau mereka mau masuk ke dalam ruangan ini mereka tidak akan masuk dalam kondisi tidak terlihat!""Mbak Aida, mereka itu ndak punya agama. Bagaimana kita bisa percaya dengan janji mereka? Sedangkan orang yang punya agama, mereka itu kalau sudah berjanji mereka tak akan menepatinya dengan mudah. Kecuali mereka yang memang benar-benar takut pada Tuhan-nya. Kan banyak sekarang sih yang
"Sudah, ketuk saja pintunya, Reizo." Alan sudah menunjukkan dirinya saat dia berbicara berbisik begini. Tapi posisinya masih ada di luar kamar kosannya Inggrid."Kalau masalah itu, aku tidak bisa bicara, karena nanti biar Rafael sendiri yang menjelaskan. Dia sedang bingung dengan kondisi adiknya, Archie." Alan menjelaskan lagi di saat Reizo sudah menampakan wujudnya."Oke, aku aktifkan lagi CCTV di kosan ini."Alan tentu saja harus mengacau dulu CCTV di sana karena kalau tidak dirinya yang tampak di kosan itu secara mendadak pasti akan terekam oleh CCTV dan menggemparkan.Tok, tok, tok!Saat Alan bicara, saat itulah menjadi seseorang mengetuk pintu kamar Inggrid."Ayo, kita berangkat sekarang.""Mbak Aida beneran berangkat sekarang? Nggak mau tunggu Mas Seno dulu?""Kamu nanti nyusul saja sama Mas Seno. Soalnya kalau aku jalan sama kamu dan Mas Seno bareng-bareng, itu bukan kebiasaannya Mas Reiko. Dia akan mengomel dan tidak suka diganggu. Jadi Romo Adiwijaya pasti akan curiga kalau k
"Eh itu, nanti aku ceritakan, lah, Bu.""Yo wes, daripada ngobrol di luar begini, mari kita masuk. Ajak anakmu masuk, Ratna!""Iya, Kakek benar! Ayo Bu, kita masuk!" Aida ingin mengalihkan pikiran ibunya, makanya dia setuju dengan rencana Adiwijaya dan mengajak ibunya masuk ke dalam."Aku tahu, kamu masih kesal padaku. Tapi ayo, kita masuk ke dalam, Le! Kita bicara baik-baik seperti layaknya keluarga. Dan kakekmu ini sudah sangat tua sekali dan sudah sangat merindukanmu. Bertahun-tahun sudah kita tidak bertemu."Tapi Reizo yang kini berperan sebagai Reiko masih berdiri di tempatnya dan menunjukkan wajahnya yang kaku, belum merespon. Mengingat perdebatan yang terjadi di pabrik beberapa tahun lalu, Adiwijaya menebak kalau cucunya masih marah. Makanya dia mencoba membujuk."Istrimu sudah ke dalam. Apalagi yang kau tunggu, Le?""Romo!"Namun sesaat setelah Adiwijaya bicara, mobil sudah ada yang memasuki pekarangan lagi dan mendistraksi mereka. Apalagi seseorang dengan cepat turun lalu mem
"Fuuh, aku rasa, aku tidak bisa membicarakan yang saat ini. Apalagi di tempat seperti ini, Reiko.""Tak ada yang mendengarkan kita. Kalau kita berjalan ke arah taman itu, kurasa juga tidak akan ada yang mau menguping pembicaraan kita. Hanya itu cara membuatku bisa percaya padamu."Sebuah jawaban yang membuat Endra kembali tersenyum."Reiko, kalau dari awal kau tidak mempercayaiku, bagaimana kau bisa mempercayaiku nanti selepas aku menceritakan semuanya?""Kali ini aku akan percaya. Aku tahu kau berbohong atau tidak."Jelaslah ada Alan di sana yang akan mendengar isi hati Endra. Apa pun yang dikatakan pria itu, tentu saja tidak akan memberikan keraguan lagi karena mereka bisa mendengar isi hati ayah biologis Reizo."Baiklah kalau menurutmu begitu."Setelah berpikir dan merenung beberapa detik, akhirnya Endra mengambil sebuah keputusan untuk bicara dengan putranya dan mereka memilih di halaman depan rumah keluarga Adiwijaya.Itu posisinya agak jauh dari kamera CCTV yang ada di teras. Lo
"Aida, coba jelaskan pada Ibu! Apa maksud dari kata lagi barusan?"Beberapa saat sebelumnya, selepas masuk ke dalam rumah, Ratna, ibu Aida memang sudah penasaran dari tadi."Nanti ya Bu, aku ceritain. Nggak enak, ternyata di dalam banyak orang," bisik Aida.Ya karena Aida tidak tahu kalau ada undangan lain yang berada di kediaman Adiwijaya. Andaikan dia tahu, mungkin dia akan memilih untuk tidak datang. Karena orang yang tidak ingin ditemuinya ternyata ada di dalam sana."Kupikir, kau tidak akan lagi mau berikatan dengan keluarga ini!""Nessay, jaga sikapmu pada Aida!""Loh, memangnya ada masalah apa di antara Mbak Vanessa sama Aida?"Sayangnya ada seorang wanita yang tidak bisa menahan diri ketika melihat Aida dan dia masih menyimpan kemarahan dan kekesalannya pada Aida dari kejadian di masa lalu."Tidak ada masalah apa-apa, Bu! Ibu ndak usah banyak pikiran.""Benar yang dikatakan sama Aida. Hanya anakku saja yang tidak mengerti keadaan dan aku minta maaf ya, Ratna.""Iya, saya juga