"Kamu Wanita cacat! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Bagaimana bisa pria seperti Reiko Byakta Adiwijaya yang begitu terpelajar, terlihat bijaksana dan dewasa menyentaknya dan bicara seperti itu? "Jadi semua sandiwara? Pernikahan ini karena kalian menuruti kakek Adiwijaya saja?" "Hmm. Jadi jangan berpikir aku menyukaimu! Maaf ya, aku pria normal. Wanita tanpa dua yang menonjol, sangat menjijikkan! itu kayak aku tidur sama laki-laki." Perih tak berdarah di hati Aida ketika mendengar desis Reiko. Pria yang tampak sangat penyayang dengan senyum selalu merekah, bahkan datang ke keluarganya bersama kakeknya Adiwijaya dan orang tuanya ke rumah Aida baik-baik untuk mempersuntingnya begitu lembut tutur katanya. Aida juga jelas sekali mendengar dia tak sama sekali keberatan dengan kondisi fisik Aida. Tapi lihat sekarang. Baru beberapa jam rasanya ijab qabul berlalu dan Aida diboyong ke Jakarta oleh keluarga Adiwijaya, semua berubah. Di rumah orang tua Reik
"Ah, kamu sudah terlanjur jatuh cinta ya denganku?"'Ini orang ga tau malu, ya? Di sindir malahan bukannya intropeksi malah nuduh? Gila sih kalau aku sampe jatuh cinta setelah tau busuknya!'Di saat Aida masih bermonolog sambil berpikir untuk menanggapi Reiko, pria itu secepat kilat menyambar, menjawab nyinyirannya:"Aku penasaran, coba katakan apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?""Kagum tepatnya. Tapi ternyata intuisiku benar. Anda itu Iblis berwujud malaikat." "Hahaha. Boleh juga pemilihan kata dan imajinasimu, cocok kamu ikutan menulis karya sastra, buat novel judulnya Pembantu Berstatus Istri," cibir Reiko dengan wajahnya masih menahan tawa di saat Aida terlihat jengkel."Tapi terima kasih atas pujiannya," lanjut Reiko lagi yang kini bicaranya lebih stabil. "Aku memang tampan, jadi aku pasti memilih wanita yang cantik tanpa cacat untuk mengisi hatiku. Jadi jangan banyak bermimpi aku menyukaimu," seru Reiko yang terlihat sangat PD dan tak terpengaruh dengan insinuasi sedikit
"Wah, kalau begitu dia harus memanggilku dan Rukma dengan sebutan nona juga dong, mas Reiko? Hehehe."Itu adalah suara Retisalya Adiwijaya, adik Reiko. Reti adalah kakak Rukmasara Adiwijaya. Usia Reti sama seperti Aida. Sedangkan Rukma, setingkat di atas Arum, adik Aida.Sebelum tiba di rumah Endra, kedua putrinya ini memang terlihat pendiam sama seperti Reiko. Paras mereka yang ayu lebih mirip dengan Rika, serta kulit mereka yang kuning langsat membuat keduanya terlihat anggun, sangat Indonesia dan terkesan ramah. Suara mereka tak kalah lembut dan merdu, seperti Rita saat bicara. Sungguh melenakan Aida saat bertemu dan bicara dengan mereka sebelum pernikahan.'Tapi itu semua sama saja, hanya kedok. Iblis semua isinya di rumah ini!'Aida sudah tak terkejut juga medengar cemoohan dari keduanya. Justru dia menunggu apalagi bully-an yang akan diperolehnya."Ini bukan waktunya bercanda Reti. Mas sedang buru-buru. Dan kamu Aida, cepat lakukan apa yang aku perintahkan."Tapi justru Reiko ya
"Jangan menjawab! Aku gak lagi becanda!"Benar dugaan Aida. Reiko memang marah besar. Tapi salahkah dia? Memang di mana ada spa cuma seperempat jam?"Kamu tahu, aku banyak pekerjaan yang belum selesaikan! Karena pernikahan sial itu pekerjaanku jadi terbengkalai," desis Reiko lagi sebelum sempat Aida menjawab. "Dan kamu buang waktuku sampai seperempat jam kaya orang bodoh nungguin begini!" Reiko sudah bicara lagi.Segitu juga Aida tadi sudah terburu-buru. Tapi tetap saja ini terlalu lama untuk Reiko. Pria itu menggerutu dan marah. Aida yakin dibutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan riasan wajah pengantin. Seperempat jam waktu yang digunakannya seakan berdasar. Karena Aida juga harus membuka pakaiannya dari kain jarik, kebaya, dan pernak pernik lainnya. Mungkin ibu-ibu tahu, sudah sangat cepat bukan membersihkan wajah dan melepaskan kebaya pengantin dalam waktu seperempat jam? "Kenapa diam saja?"Tapi Rika yang notabene sering memakai jarik dengan atasan kebaya, dia bahkan tak
"Saya memang merasa bukan wanita yang menarik." Aida menjawab cepat."Tapi saya pensaran saja, seiseng apa owner dari apartemen ini sampai menaruh CCTV di setiap ruangan? Apa dia mau mengintimidasi tamunya?" desis Aida menambahkan."Wah, picik sekali pikiranmu tentang aku?" dan jelas membuat Reiko bersedakep, kesal."Pengalamanku seharian ini melihat skenario yang dibuat keluargamu dan dirimu terhadapku dan keluargaku, memang memaksaku untuk berpikir picik, Pak Reiko."Hati boleh sakit mendengar untaian kalimat sarkas Reiko. Tapi Aida menimpalinya dengan sangat anggun memutar kata. Dia juga memberikan seutas senyum di bibirnya, tak sama sekali merasa terganggu dengan tatapan sinis dari pria berstatus suaminya itu."Semua tempat di rumah ini kecuali kamar-kamar tamu, kamar mandi tamu, itu tidak ada CCTV-nya. Aku tidak berniat menguntit tamuku, mengerti?"Malas sebenarnya Reiko menjelaskan detail begini. Tapi memang Reiko tak mau ada kesalahpahaman yang menggiring opini. "Inget!" tamba
"Maafkan aku sayang, semua ini tidak mudah untukku sayang, aku beneran cemburu, kamu itu hidup dan matiku dan aku--" Tamparan Reiko berhasil melunakkan amarah Brigita yang kini suaranya sudah kembali melembut, pintar sekali Brigita menunjukkan mimik wajahnya berubah kala itu menjadi wanita yang penuh dengan cinta pada Reiko sebelum dia melanjutkan kembali bicara dan seakan agak sulit bicara karena pergolakan emosi di dalam sanubarinya."Kamu tahu betapa sulit keadaan ini untukku, kan? Aku--" "Ssst! Sudah tenangkan dirimu. Aku tahu betapa sulit yang kamu maksudkan itu" Reiko menaruh jari telunjuk yang tadi mengarah pada Aida ke bibir Brigita. Dengan senyum di bibir Reiko,CUP!Kembali pria itu juga memberikan kecupan di bibir Brigita saat wanita dalam cangkumannya terlihat relaks tak lagi mengumbar emosi dan Reiko bisa mengangkat jari tangan dari bibir merah ranumnya."Sudahlah kita bahas ini nanti, Bee. Aku lelah. Dan kamu juga baru sampai bukan dari Singapura?""Hmm, tadi jam satu
"So sorry, Bee. I won't call out her name as long as we're both together.""Tapi kan kamu tetap menyebut namanya di luar sana bukan?""Hmmm." Reiko membenarkan tebakan dari wanita yang kini ada dalam cangkumannya."Menyebalkan sekali melihatmu harus menyebut namanya.""Don't think too much, Bee. Kalau aku ingin menyuruh dan memerintahnya di luar sana, ya tentu saja aku harus memanggilnya. Aku tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa lagi kalau bukan namanya." Lalu Reiko berpikir sejenak dengan senyum di bibirnya sedikit menggoda"Masa kamu ingin aku memberikannya nama panggilan seperti aku memanggilmu Bee?""If you dare."Betul kan tidak ada salah yang dikatakan Reiko? Toh bagaimanapun itu hanya sebuah nama dan memang harus ditunjukkan pada si pemilik nama bukan?Tapi tidak dengan Brigita yang begitu emosi mendengarnya."I am just kidding. Remember …," Reiko kembali bicara dengan menautkan matanya pada Brigita, "tapi aku kan sudah berjanji tidak akan ada yang pernah menggantik
'Aku memang sudah lapar. Tapi melihat pemandangan di hadapanku tadi, rasanya perutku malah jadi mual, hyaks.'Alih-alih merasa lapar justru rasa tak enak itulah yang membuat Aida memilih menutup pintu dan bersandar di belakang pintu sambil mengamati isi kamarnya, hilang sudah semua keinginanya untuk mengisi perut.'Ya Rob, terima kasih Engkau melindungi mataku dari semua yang tidak ingin aku lihat itu.' Aida bergidik jijik, tapi di saat yang bersamaan juga ketika dia melihat isi ruangan itu."Setidaknya kamar ini bisa mengembalikan sedikit moodku." Ada senyum di bibirnya karena memang kamar itu di luar ekspektasinya."Ini pasti bukan kamar pembantu." Aida sangat yakin.Spreinya lembut dan bersih. Saat tangan Aida bergerak menyentuhnya. Ruangan itu juga dingin dan humiddengan sensor di mana saat panas tubuh manusia diterima oleh sensor maka pengatur udara di dalam kamar itu aktif otomatis dan menyesuaikan sendiri tingkat kelembapan termasuk suhu di kamar tersebut. Ion aktif UV pelindu
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku