"Saya memang merasa bukan wanita yang menarik." Aida menjawab cepat.
"Tapi saya pensaran saja, seiseng apa owner dari apartemen ini sampai menaruh CCTV di setiap ruangan? Apa dia mau mengintimidasi tamunya?" desis Aida menambahkan.
"Wah, picik sekali pikiranmu tentang aku?" dan jelas membuat Reiko bersedakep, kesal. "Pengalamanku seharian ini melihat skenario yang dibuat keluargamu dan dirimu terhadapku dan keluargaku, memang memaksaku untuk berpikir picik, Pak Reiko." Hati boleh sakit mendengar untaian kalimat sarkas Reiko. Tapi Aida menimpalinya dengan sangat anggun memutar kata. Dia juga memberikan seutas senyum di bibirnya, tak sama sekali merasa terganggu dengan tatapan sinis dari pria berstatus suaminya itu. "Semua tempat di rumah ini kecuali kamar-kamar tamu, kamar mandi tamu, itu tidak ada CCTV-nya. Aku tidak berniat menguntit tamuku, mengerti?" Malas sebenarnya Reiko menjelaskan detail begini. Tapi memang Reiko tak mau ada kesalahpahaman yang menggiring opini. "Inget!" tambahnya lagi. "Aku bukan maniak berpenyakit mental yang suka mengintipi areal intim bagian tubuh orang lain. Apalagi ngintipin orang cacat," sentak Reiko yang kepalanya juga ngebul mendengar bagaimana Aida nampaknya selalu saja menemukan celah untuk membalasnya. 'Kenapa dia? Berbeda dengan banyak gadis desa lainnya. Anak ini pandai sekali bicara sih? Apa anak jaman sekarang memang seperti dia? Tak sopan sekali!' protes hati Reiko yang belum sempat ingin menyemprot Aida lagi Tiiiit. Sebuah suara mendistraksinya. "Reiko sayang." Dan sama halnya dengan Aida. Belum sempat menjawab lagi, suara dari pintu apartemen yang terbuka karena seseorang baru saja memasukkan PIN membuat perubahan pandangan matanya dan Reiko ke arah pintu. Tepat di saat seorang wanita terlihat dengan langkah lebarnya tak sabaran. Dia berlari kecil menghampiri dan langsung masuk dalam pelukan suami Aida itu. Mmuuuuuuah!Mendekap hangat, dengan senyum di keduanya tampak menunjukkan kerinduan satu sama lain yang saat itu juga membuat Aida merasa risi.
Ya Allah, Ya Rob, zina bibir ini sih,' bisik hati Aida yang membuang wajahnya sontak saat mendengar decakan dari dua bibir yang bersatu. Menjijikkan. Membuat Aida sebetulnya ingin menutup telinganya. Tapi karena tak mau disangka iri hati atau ingin begitu juga, Aida memilih membuang wajah saja. Malas merespon lebih. "Maaf ya, tadi aku terlambat dari rumah papa jadi ga sempat menjemput di workshop-mu." 'Jiahahaha, dia mau cepet-cepet pergi tadi dari rumah orang tuanya karena mau menjemput teman zinanya? Cih! Sampai memakiku spa seperempat jam, berbohong ke orang tuanya sendiri, Allahu Robbi!' Nah, Aida memang masih mengingat jelas alasan Reiko saat izin pulang pada Rika. Gadis itu memang memiliki ingatan yang kuat. Makanya, lagi-lagi Aida mengambil garis merah antara kejadian itu dengan kenyataan yang dilihatnya sekarang. Makin ngedumel-lah dirinya. "Hmm, aku kesel sih kamu ga jemput aku, sayang. Tapi udahlah, melihat wajahmu sekarang aku ga bisa marah lagi. Gemesss... kangen banget sama kamu, sayang. Apalagi sama pelukanmu yang hangat ini." "Kamu pikir aku gak kangen juga, hmmm? Aroma tubuhmu ini selalu aku rindukan, strawberry scent with fruit and floral yang bisa menghilangkan stress-ku." Mmuuuuuah 'Yah, mereka pelukan, tukeran liur lagi! Ish, Ya Rob, usir mereka dari hadapanku, usiiiir ya Rob, please dong, ill feel aku ngeliatnya. Pasangan zina la'natulloh!' tak sabaran sungguh hati Aida meski parasnya masih menunjukkan tanpa ekspresi. 'Emang aku akuin dia cantik dari atas ke bawah perfect, menonjol di bagian atas depan dan bawah belakang, suara merdu, tinggi, badannya langsing, orang kaya, berpendidikan pastinya juga. Tapi liat kelakuannya? Heeeeh! Ga da yang perlu aku iriin. Wanita yang pake parfume sewangi ini untuk menarik perhatian pria, tempatnya di dasar neraka! Na'udzubillah!' Bisikan hati Aida yang sebetulnya sebagai wanita tentu saja melihat sosok tubuh wanita lain sempurna, pasti ada rasa ingin juga. Apalagi dirinya tak sempurna. Hanya saja, Aida masih waras. Dia melihat segala sisi dan cukup menjaga agamanya sehingga merasa lebih baik tentu saja. Apa yang harus ia irikan dari manusia yang sedang berbuat dzalim pada diri sendiri dan menentang peraturan sang Khalik? "Ehem, ehem," tak peduli, Aida akhirnya berdehem membuat kekasih Reiko melepas panggutan bibirnya dan menatap tak suka padanya. "Oh, sayang kamu membawanya tinggal di apartemenmu? Dia--" Tadi memang sepertinya Brigita tidak terlalu memperhatikan orang yang ada di dekat pintu kamar tamu yang terbuka. Fokus netranya hanya tertuju pada pria yang memang sudah menarik hatinya. Tapi kini Brigita melihat Aida dan matanya memerah, menatap tak suka sudah penuh dengan kebencian. "Keluargaku sudah merundingkan ini dan yang paling masuk akal untuk menghilangkan kecurigaan kakekku adalah membiarkannya di sini, Bee." "JADI KAMU AKAN BIARKAN DIA TINGGAL DI SINI SAYANG? DI APARTEMENMU?" jelas api kemarahan terlihat oleh Aida. "Bee, aku tidak punya pilihan lain, cinta." "KASIH TINGGAL DI KOSAN AJA SIH!" "Agak merepotkan dengan statusku, Bee. Tolonglah, Bee sayang, aku harap kamu menerimanya dan dia juga tidak akan mengganggu hubungan kita. Aku sudah perjelas semuanya." 'Wah … Bee, lebah gitu? Kirain aku salah denger. Tapi tiga kali si Royco panggil dia Bee. Jadi itu panggilan sayangnya, lebah? Hahaha. Pantesan wanita ini tak tahu malu. Datang-datang langsung menyengat suami orang. Dua manusia tak tahu malu di hadapanku dan sudah jelas semenjijikkan apa hubungan mereka sebelumnya.' negatif di dalam hati Aida yang mulai menerka-nerka keburukan di balik dinding saat mereka berdua. Aida bukan iri. Dia semakin risi melihat apa yang tadi dipandang matanya dan bahkan tak ingin membayangkan lebih jauh. Dua orang belum menikah bersama melepaskan hasrat liar mereka, ingin rasanya Aida menuntut ke pengadilan agama supaya keduanya di sidang karena sudah merugikannya, mengkontaminasi pikiran warasnya. "Kamu sudah perjelas semuanya, tapi gimana dia, sayang? Bisa aja dia menggodamu dong!" Brigita tak mudah percaya. Dia mencak-mencak marah dengan jari telunjuknya menuding-nuding pada Aida. Hilang sudah keanggunannya dari penampilan berkelas dengan kesan terpelajar Brigita yang terlihat dari pakaian kerjanya yang tertutup dan sopan. "Bee, aku gak akan kegoda dengannya!" "Sekarang bilang begitu, tapi gimana nanti? Dia ada di sini sama aja dia seperti duri dalam daging, dia akan menusuk hubungan kita sayang!" "Mbak lebah, duri itu sebenernya tulang dalam daging ikan, biasanya tulang penyangga sirip dorsal dan sirip insang. Duri itu justru menjaga organ dalam ikan dan fungsinya untuk membuat bentuk tubuh ikan tak seperti avertebrata, hewan bertulang lunak, amoeba atau cacing planaria gitu. Tanpa duri alias tulang ikan itu, bagaimana bisa ikan berenang di lautan dan meliukkan tubuhnya?" 'Bagaimana dia bisa mencari analogi secepat itu di saat seperti ini?' sungguh Reiko kehilangan kata-kata dan nge-blank mendengar celetukan Aida yang membahas masalah duri.Reiko sadar, itu bukan kecerdasan yang biasa.
"Lebah kau bilang? Aku? Mbak? Heeh! Namaku Brigita, Bri - Gi - Ta! BUKAN LEBAAAAAAH!" "Bee tadi itu kata pak Reiko kan bahasa inggris artinya lebah, toh?" "REIKOOOOOO!" Pekikan di telinga Reiko itu berhasil membuatnya kembali terhenyak untuk beraksi membela tunangannya. "AIDA DIAM!" "Tapi--" Plak! Sengatan panas telapak tangan Reiko pun bergerak di pipi kiri Aida dengan tatapannya marah yang tak bisa lepas dari Aida. "Kamu tidak diminta mengeluarkan pendapat dan bicara. Jadi jangan sekali-kali menyelak pembicaraan! Ingat, Brigita adalah wanitaku, jadi hormati dia, Panggil namanya, Ibu Brigita." Aida yang kaget karena Reiko belum pernah berteriak padanya seperti ini dan kini pria itu juga main tangan yang rasa panasnya masih membuat bagian kiri wajah Aida kemeng, harus berusaha fokus mendengar semua perintah itu. "Untukmu Bee, kamu ga usah berlebihan begini!" Reiko kini mengalihkan pandangan wajahnya pada Brigita sambil berjalan mendekat dan merengkuh pinggang wanita yang merupakan wanita terbaik dalam pandangan dan hatinya. "Dia, wanita sepertinya …," Kini dengan tatapan mata Reiko menghunus tajam menguasai mata Brigita, jari telunjuk tangan kiri Reiko juga mengarah pada Aida tanpa menarik tatapannya dari netra Brigita. "Dia tak akan pernah bisa menggodaku, karena aku tak akan tertarik pada wanita yang tak memiliki payudara!""Maafkan aku sayang, semua ini tidak mudah untukku sayang, aku beneran cemburu, kamu itu hidup dan matiku dan aku--" Tamparan Reiko berhasil melunakkan amarah Brigita yang kini suaranya sudah kembali melembut, pintar sekali Brigita menunjukkan mimik wajahnya berubah kala itu menjadi wanita yang penuh dengan cinta pada Reiko sebelum dia melanjutkan kembali bicara dan seakan agak sulit bicara karena pergolakan emosi di dalam sanubarinya."Kamu tahu betapa sulit keadaan ini untukku, kan? Aku--" "Ssst! Sudah tenangkan dirimu. Aku tahu betapa sulit yang kamu maksudkan itu" Reiko menaruh jari telunjuk yang tadi mengarah pada Aida ke bibir Brigita. Dengan senyum di bibir Reiko,CUP!Kembali pria itu juga memberikan kecupan di bibir Brigita saat wanita dalam cangkumannya terlihat relaks tak lagi mengumbar emosi dan Reiko bisa mengangkat jari tangan dari bibir merah ranumnya."Sudahlah kita bahas ini nanti, Bee. Aku lelah. Dan kamu juga baru sampai bukan dari Singapura?""Hmm, tadi jam satu
"So sorry, Bee. I won't call out her name as long as we're both together.""Tapi kan kamu tetap menyebut namanya di luar sana bukan?""Hmmm." Reiko membenarkan tebakan dari wanita yang kini ada dalam cangkumannya."Menyebalkan sekali melihatmu harus menyebut namanya.""Don't think too much, Bee. Kalau aku ingin menyuruh dan memerintahnya di luar sana, ya tentu saja aku harus memanggilnya. Aku tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa lagi kalau bukan namanya." Lalu Reiko berpikir sejenak dengan senyum di bibirnya sedikit menggoda"Masa kamu ingin aku memberikannya nama panggilan seperti aku memanggilmu Bee?""If you dare."Betul kan tidak ada salah yang dikatakan Reiko? Toh bagaimanapun itu hanya sebuah nama dan memang harus ditunjukkan pada si pemilik nama bukan?Tapi tidak dengan Brigita yang begitu emosi mendengarnya."I am just kidding. Remember …," Reiko kembali bicara dengan menautkan matanya pada Brigita, "tapi aku kan sudah berjanji tidak akan ada yang pernah menggantik
'Aku memang sudah lapar. Tapi melihat pemandangan di hadapanku tadi, rasanya perutku malah jadi mual, hyaks.'Alih-alih merasa lapar justru rasa tak enak itulah yang membuat Aida memilih menutup pintu dan bersandar di belakang pintu sambil mengamati isi kamarnya, hilang sudah semua keinginanya untuk mengisi perut.'Ya Rob, terima kasih Engkau melindungi mataku dari semua yang tidak ingin aku lihat itu.' Aida bergidik jijik, tapi di saat yang bersamaan juga ketika dia melihat isi ruangan itu."Setidaknya kamar ini bisa mengembalikan sedikit moodku." Ada senyum di bibirnya karena memang kamar itu di luar ekspektasinya."Ini pasti bukan kamar pembantu." Aida sangat yakin.Spreinya lembut dan bersih. Saat tangan Aida bergerak menyentuhnya. Ruangan itu juga dingin dan humiddengan sensor di mana saat panas tubuh manusia diterima oleh sensor maka pengatur udara di dalam kamar itu aktif otomatis dan menyesuaikan sendiri tingkat kelembapan termasuk suhu di kamar tersebut. Ion aktif UV pelindu
"Ah, tapi masa bodo ah. Aku udah lapar banget. Lagian aku juga udah nggak tahan sama hausnya." Aida sudah melipat mukenanya dan menentukan pilihannya."Kalau ditanya, aku juga cuman pengen ngambil makanan sama air aja kok, bukan mau ngintipin mereka."Beginilah manusia kalau kebutuhan dasarnya sudah terdesak.Rasa lapar itu memberikan keberanian bagi Aida yang tadinya memang hanya ingin tinggal di kamar itu, untuk memenuhi hasrat bertahan hidupnya. Aida yang sudah melipat sajadahnya pun kini sudah hendak bersiap keluar Tapi dreet dreet dreetHandphonenya yang bergetar segera mungkin membuat Aida mendekat ke tasnya dan sesuai dengan dugaannya."Duuuh, ini nomor ibu." Bibir Aida berbisik lirih, dengan semua rasa yang membuat hatinya tak tenang.Ingin rasanya dia tidak mengangkat telepon yang kini bergetar dan juga berbunyi ring tone-nya. Tapi apakah ibunya tidak akan khawatir kalau dia tidak mengangkatnya? Aida: Assalamualaikum Bu?Terpaksa Aida tidak mengikuti kata hatinya. Tak
Ratna: Halah, halah, apa-apaan sih kalian ini malah mau ngerepotin kakakmu? Nggak boleh kayak gitu.Aida: Ehm, padahal gapapa bu.'Maaf aku cuma mengatakan ini basa-basi aja. Aku nggak berani ngajak kalian ke sini karena semua tidak sesuai dengan apa yang kalian pikirkan.' Aida tahu tidak seharusnya dia berbohong lagi. Tapi masa iya dia mengatakan pada keluarganya tidak boleh?Ratna: Jangan biasakan adikmu punya mental pengemis dan berharap sama orang lain. Ingat Aida, kita tidak boleh berharap kecuali kepada Tuhan.Tapi memang ini juga adalah jawaban yang sudah diperkirakan oleh Aida.Ibunya memang tidak akan pernah mengizinkan adik-adiknya kalau datang ke sana untuk mericuhi Aida.Lingga: Maaf deh Bu, kalau gitu aku akan ubah rencana aja. Nanti kalau aku udah jadi pilot aku bikinin rumah buat ibu yang kayak gitu.Lestari: Emang gaji pilot itu gede ya Mas? Bisa buat beli apartemen?Lingga: Iyalah. Nanti aku jadi pilot bukan cuman sekedar pilot biasa aja. Dan aku nggak beli apartemen
'Tunggu, dia tak membakar apartemenku, tapi dia memasak?' Serasa tak percaya hati Reiko.'Memang dia bisa menggunakan alat-alat modern di dapurku?' Sesaat sebelumnya. Ketika Reiko melihat sesosok wanita di bagian apartemen yang memang ingin didatanginya untuk mengambil makanan, Reiko lebih memilih untuk diam dulu sejenak sebelum akhirnya menggeser kakinya.'Ada baiknya aku bersembunyi dulu di sini. Aku ingin tahu apa yang dia lakukan. Cukup bagus juga dia tidak membakar rumahku. Tapi apa yang dia masukkan ke microwave?'Sebetulnya dia cukup penasaran ingin melihat lebih dekat.Tapi bersembunyi dirasa Reiko akan lebih baik karena dia bisa melihat keseluruhan apa yang dilakukan oleh Aida.'Bagaimana gadis desa seperti dia bisa menggunakan alat-alat itu tanpa ada kesalahan? Dia tidak menggunakan manual book karena memang aku tidak menaruh manual book di dapur. Dan dia juga tidak menggunakan handphonenya. Aku tak melihat dia membawa handphone. Anak ini ... banyak sekali keanehan dari dir
"Heeh?""Kamu tidak tuli kan?" melihat respon Aida, Reiko bicara lagi.'Kenapa orang kaya zaman sekarang pelit sekali sih? Dia kan punya uang dan dia bisa dong pesan online? Kenapa harus menyuruhku untuk memasak lagi untuknya dan pasangan zina-nya? Aku kan sudah lapar sekali.' Aida ingin menolak."Selama tinggal di sini kamu tidak bisa menolak perintahku. Demi perjanjian kita.""Baik Pak."Tapi sayangnya setelah Reiko bicara begitu, pikiran tentang adik-adiknya membuat Aida ingat kalau ada perjanjian di mana dia tidak boleh menolak perintah Reiko selama mereka tinggal bersama di apartemen itu."Bagus. Buat jangan lama-lama. Dan setelah selesai bersihkan dapurnya juga seperti semula."“Huuuh.”Aida malas menjawab. Dia memilih menaruh piring nasi gorengnya setelah menghempaskan napas pelan. Reiko sendiri juga sudah membalikan badan menuju ke kursi makan. Dia duduk menghadap ke arah dapur sambil mengamati Aida yang sedang menyiapkan permintaannya.'Sesuai dengan dugaanku tadi, dia cukup
Sesaat sebelumnya ...'Ya Tuhan apakah ini adalah ujian kesabaran untukku karena selama ini aku selalu berdoa untuk dimasukkan menjadi bagian dari golongan orang-orang yang bersabar?'Rasa-rasanya ingin sekali Aida menimpuk orang yang baru saja melaju pergi saat bibirnya sudah selesai menumpahkan racun seperti tadi."Aish."Sambil menggerutu di dalam hatinya Aida yang sudah tahu kalau pria itu naik ke lantai atas dia pun segera mungkin kembali ke dapur."Bagus. Buat jangan lama-lama. Dan setelah selesai bersihkan dapurnya juga seperti semula."Aida mengulangi sama persis dengan apa yang dikatakan oleh Reiko saat menyuruhnya untuk membuat nasi goreng sambil dia mencebik. Aida bicara dengan suara lirih yang hanya bisa terdengar oleh telinganya saja."Baik tuan besar aku akan membuat dapurmu ini menjadi kinclong," gerutu Aida sambil tangannya mengambil tisu khusus untuk lap dapur dan hanya melirik piring makannya sambil geleng-geleng kepala mengarahkan langkah kakinya menuju ke dekat kom
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku