"Kamu Wanita cacat! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?"
Bagaimana bisa pria seperti Reiko Byakta Adiwijaya yang begitu terpelajar, terlihat bijaksana dan dewasa menyentaknya dan bicara seperti itu?"Jadi semua sandiwara? Pernikahan ini karena kalian menuruti kakek Adiwijaya saja?""Hmm. Jadi jangan berpikir aku menyukaimu! Maaf ya, aku pria normal. Wanita tanpa dua yang menonjol, sangat menjijikkan! itu kayak aku tidur sama laki-laki."Perih tak berdarah di hati Aida ketika mendengar desis Reiko. Pria yang tampak sangat penyayang dengan senyum selalu merekah, bahkan datang ke keluarganya bersama kakeknya Adiwijaya dan orang tuanya ke rumah Aida baik-baik untuk mempersuntingnya begitu lembut tutur katanya. Aida juga jelas sekali mendengar dia tak sama sekali keberatan dengan kondisi fisik Aida.Tapi lihat sekarang. Baru beberapa jam rasanya ijab qabul berlalu dan Aida diboyong ke Jakarta oleh keluarga Adiwijaya, semua berubah. Di rumah orang tua Reiko, dia sudah disentak saat memasuki ruang tamu. Kedua orang tua Reiko langsung meminta putranya menjelaskan status Aida di balik pengetahuan Adiwijaya.Bagaimana Aida tak murka dirinya hanya diperalat?"Kalau begitu aku tidak mau terikat permainanmu dan keluargamu. Ceraikan aku!" sengit Aida menantang tak mau kalah."Hmm. Menceraikanmu, artinya kamu tidak akan mendapatkan biaya sekolah untuk adikmu Lingga, Arum dan Lestari."Nah, ancaman ini membuat Aida bagai tersambar petir. Adiwijaya, kakek Reiko berjanji, selama Aida mau menikah dengan cucunya, maka biaya ibu dan adik-adiknya termasuk sekolah mereka akan ditanggung. Kalau Aida batal menikah, apa yang akan terjadi dengan pendidikan adiknya?'Kenapa juga kakek Adiwijaya harus begitu baik pada kami dan begitu yakin aku paling cocok buat cucunya padahal banyak kekuranganku dan cucunya juga ga mau sama aku?'Aida tak tahu apa alasan pria paruh baya itu selalu menyokong anggota keluarganya selepas ayahnya jatuh sakit hingga pria itu meninggal. Bahkan setelah semua harta mereka habis, untuk berobat dan operasi Aida yang terkena penyakit seperti ayahnya, hanya bedanya ayahnya kanker hati dan Aida di payudara bisa sembuh karena semua disokong Adiwijaya."Lagi mikir, hmm?"Aida tersentak lagi dengan Reiko yang menyindirnya."Pernikahan bisa batal. Tapi bagaimana ibumu yang sudah menikahkanmu dengan saksi pak RT, wakil RT juga keluargamu itu? Apa mereka tidak akan malu di kampung?"Nah iya, Aida memang tak bisa egois. Saat tadi malam Aida ingin membatalkan pernikahan karena insecure fisiknnya, asma ibunya kambuh. Ratna sesak napas, pucat dan hampir pingsan. Ibunya sudah berpikir kalau Reiko adalah pria sempurna. Keluarga mereka juga banyak berhutang budi pada keluarga Adiwijaya."Harusnya kamu menolak kalau memang tak mau menikah denganku!""Kakekku hampir mati karena kena serangan jantung karena aku menolak. Sampai akhirnya papa aku membuat skenario ini." Reiko kembali menegaskan sambil menatap Aida yang duduk di seberangnya."Keluarga intiku tahu aku sudah punya kekasih. Mereka juga sudah menerima kekasihku. Tapi karena kakek bersikeras dengan ribuan alasannya, jadi kami sengaja mengikuti keinginan kakek tapi aku akan membuat perjanjian denganmu.""Bilang aja, kamu takut ga dibagi warisan, kan? klise gitu alasannya sih?" sindir Aida yang membuat wajah Reiko memerah padam"Jangan banyak bicara!" sentaknya sedetik kemudian.Reiko mengambil map di meja yang membuat sofa yang diduduki Aida bersebrangan dengan Reiko."Ini surat perjanjiannya.Tandatangani dan kamu aku tetap dapat benefit dari pernikahan kita sesuai janji kakekku, Adiwijaya!"Sebetulnya saat mendengar kalimat pertama, Aida Tazkia, ingin bersikeras meminta suaminya menceraikannya saja demi harga dirinya.Tapi mendengar kata benefit, gadis itu terngiang sindiran Reiko. Uang biaya pendidikan Lingga yang sudah diterima di Aero Flyer Institute, biaya masuk SMA dan SMP untuk Arum dan Lestari itu seakan terpampang nyata seperti serial horor dalam benak Aida."Apa yang kamu tunggu? Cepat tandatangani!"Aida kembali disadarkan dengan suara bariton tegas yang membuatnya fokus pada surat perjanjian itu."Boleh aku membacanya dulu?" Aida menurunkan intonasi suaranya, mulai melunak.Tapi justru membuat Reiko memberikan senyum menyindir dan membuat Aida kembali dihinakan.'Benar-benar manner-nya buruk banget! Apa susahnya memberikan kertasnya tanpa di lempar, sih? Dia ingin aku memungut lembaran itu seperti pengemis?'Aida mengomel dalam hatinya saat dia memunguti satu persatu lembar kertas yang dilemparkan Reiko. Pria itu tersenyum menghina. Aida sungguh tak habis pikir.Masih berbekas dalam benaknya apa yang terjadi saat ijab qabul. Reiko yang begitu romantis. Kecupan di dahi itu, cara pria itu merangkul dan menggenggam tangannya tiba-tiba membuat Aida yang bergidik ngeri.'Untuk mengambilkan lembaran di dekat sepatunya saja dia tak mau membantu.'Semua berlawanan. Tak ada lagi kelembutan Reiko. Aida harus berusaha sendiri memungut lembaran itu bahkan ada kertas yang berjarak kurang dari setengah meter dari tempat Reiko duduk. Padahal agak sulit Aida bergerak dengan kebaya yang masih melekat di tubuhnya.Aida belum mengganti pakaian pengantin karena memang saat sampai di rumah keluarga Reiko, Endra Adiwijaya menunjukkan penolakannya pada Aida. Istrinya dan adik-adik Reiko juga tampak mencemoohnya sebelum Endra meminta Reiko menjelaskan kontrak perjanjian. Di kamar itulah Reiko membuat Aida mengerti tentang statusnya berdasarkan poin perjanjian yang membuat kepala gadis itu berdenyut."Tandatangani cepat! Sudah setengah jam kamu baca itu. Penanya ada di meja!"'Tapi ini semua demi impian dan pendidikan adik-adikku.' Aida mengingatkan dalam benaknya sebelum pena di tangannya bergerak menggoreskan tinta di kertas perjanjian."Ini sudah, mas Re--""Panggil aku pak! Kecuali di depan umum dan di depan kakekku, kamu boleh memanggilku begitu untuk menutupi rahasia yang hanya diketahui keluarga intiku."Lihatlah, betapa Reiko memang sudah tak lagi menganggap Aida sebagai istrinya. Hubungan mereka hanya sebatas rekan bisnis sesuai dengan surat kontrak yang sudah dikembalikan oleh Aida."Baik Pak. Tapi apa boleh saya bertanya beberapa hal tentang poin di kontrak itu?""Yang mana?"Reiko baru mau menyerahkan surat-surat yang digenggamnya supaya wanita itu membacanyaTapi"Pasal ke empat poin ketiga, tentang pihak kedua akan tinggal bersama pihak pertama di tempat tinggal yang sudah ditentukan pihak pertama dan tidak diizinkan menolak. Poin ke empat, Pihak kedua wajib berperilaku baik selama tinggal bersama, menuruti semua perintah pihak pertama selaku seorang istri dan tidak boleh membantah pihak pertama dalam permasalahan apapun. Lalu poin kelima, Pihak kedua akan bersama pihak pertama selama maksimal lima tahun tanpa boleh mencampuri urusan pihak pertama baik dengan urusan pribadinya ataupun pekerjaannya dan tidak boleh mengganggu pihak pertama, membuat malu, menjatuhkan harga diri pihak pertama, dilarang memicu keributan yang mengganggu ketenangan pihak pertama serta harus tetap menjaga rahasia perihal perjanjian yang sudah disepakati kedua belah pihak serta poin keenam, pihak kedua tidak boleh berhubungan dengan pria manapun selama kontrak berlangsung."'Bagimana dia bisa hapal, bahkan tak ada kalimat yang ditambahkan dan disortir?'Tanpa membaca isi dari surat perjanjian, Aida baru saja menanyakan sesuatu yang membuat Reiko diam-diam tak percaya kalau tidak mendengarnya sendiri.Wanita di hadapannya hanya membaca surat perjanjian dan setelah tanda tangan, Aida tak diizinkan untuk memegang salinannya.Tapi Aida mengingat penuh pasal dan butir-butirnya."Apa pelayan di rumah Anda tidak akan curiga atau mereka sudah tahu rahasia ini, pak Reiko?"Tapi karena Aida sudah bertanya, Reiko berusaha kembali fokus menjawab."Tidak ada pelayan di apartemenku. Harusnya ada, house keeping datang setiap pagi. Tapi karena kamu akan tinggal di sana, aku tidak bisa membiarkan pihak luar tahu rahasia hubungan kita. Jadi kebersihan dan semua yang harusnya tanggung jawab mereka, harus kamu yang menggantikannya. Aku suka kebersihan dan tidak mentolerir sedikitpun berkurang di apartemenku meski cuma satu persen."Kalau tidak ingat biaya sekolah adiknya dan kondisi ibunya yang bisa drop dan shock karena sudah sangat bahagia dengan pernikahan Aida, ingin rasanya gadis itu membuka selopnya dan melemparkan ke kepala suami rasa iblis di hadapannya detik itu juga."Ah, dinikahi untuk jadi pembantu?""Gitu kira-kira. Tapi bayarannya setimpal kan? Mana ada pembantu di bayar miliyaran buat penuhin biaya sekolah adiknya?" Reiko tak kalah sinis menanggapi Aida yang baru menyindirnya."Ingat, kalian bukan orang kaya lagi! Duit kalian sudah habis untuk berobat kan?""Benar sekali. Terima kasih untuk bayarannya dan semoga kerjasama kita tidak ada yang mencederainya.""Aku orang yang memegang janjiku.""Hahaha!" Aida jutru menyindir Reiko dengan tawa terbahak-bahak yang membuat wajah Reiko memerah marah."Apa yang lucu? Kamu tidak mempercayaiku, hmmm?""Janji ijab kabul di depan Tuhan saja Anda cederai, pak Reiko Byakta Adiwijaya. Bagaimana saya bisa menaruh kepercayaan seratus persen pada Anda?""Ah, kamu sudah terlanjur jatuh cinta ya denganku?"'Ini orang ga tau malu, ya? Di sindir malahan bukannya intropeksi malah nuduh? Gila sih kalau aku sampe jatuh cinta setelah tau busuknya!'Di saat Aida masih bermonolog sambil berpikir untuk menanggapi Reiko, pria itu secepat kilat menyambar, menjawab nyinyirannya:"Aku penasaran, coba katakan apa yang membuatmu jatuh cinta padaku?""Kagum tepatnya. Tapi ternyata intuisiku benar. Anda itu Iblis berwujud malaikat." "Hahaha. Boleh juga pemilihan kata dan imajinasimu, cocok kamu ikutan menulis karya sastra, buat novel judulnya Pembantu Berstatus Istri," cibir Reiko dengan wajahnya masih menahan tawa di saat Aida terlihat jengkel."Tapi terima kasih atas pujiannya," lanjut Reiko lagi yang kini bicaranya lebih stabil. "Aku memang tampan, jadi aku pasti memilih wanita yang cantik tanpa cacat untuk mengisi hatiku. Jadi jangan banyak bermimpi aku menyukaimu," seru Reiko yang terlihat sangat PD dan tak terpengaruh dengan insinuasi sedikit
"Wah, kalau begitu dia harus memanggilku dan Rukma dengan sebutan nona juga dong, mas Reiko? Hehehe."Itu adalah suara Retisalya Adiwijaya, adik Reiko. Reti adalah kakak Rukmasara Adiwijaya. Usia Reti sama seperti Aida. Sedangkan Rukma, setingkat di atas Arum, adik Aida.Sebelum tiba di rumah Endra, kedua putrinya ini memang terlihat pendiam sama seperti Reiko. Paras mereka yang ayu lebih mirip dengan Rika, serta kulit mereka yang kuning langsat membuat keduanya terlihat anggun, sangat Indonesia dan terkesan ramah. Suara mereka tak kalah lembut dan merdu, seperti Rita saat bicara. Sungguh melenakan Aida saat bertemu dan bicara dengan mereka sebelum pernikahan.'Tapi itu semua sama saja, hanya kedok. Iblis semua isinya di rumah ini!'Aida sudah tak terkejut juga medengar cemoohan dari keduanya. Justru dia menunggu apalagi bully-an yang akan diperolehnya."Ini bukan waktunya bercanda Reti. Mas sedang buru-buru. Dan kamu Aida, cepat lakukan apa yang aku perintahkan."Tapi justru Reiko ya
"Jangan menjawab! Aku gak lagi becanda!"Benar dugaan Aida. Reiko memang marah besar. Tapi salahkah dia? Memang di mana ada spa cuma seperempat jam?"Kamu tahu, aku banyak pekerjaan yang belum selesaikan! Karena pernikahan sial itu pekerjaanku jadi terbengkalai," desis Reiko lagi sebelum sempat Aida menjawab. "Dan kamu buang waktuku sampai seperempat jam kaya orang bodoh nungguin begini!" Reiko sudah bicara lagi.Segitu juga Aida tadi sudah terburu-buru. Tapi tetap saja ini terlalu lama untuk Reiko. Pria itu menggerutu dan marah. Aida yakin dibutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan riasan wajah pengantin. Seperempat jam waktu yang digunakannya seakan berdasar. Karena Aida juga harus membuka pakaiannya dari kain jarik, kebaya, dan pernak pernik lainnya. Mungkin ibu-ibu tahu, sudah sangat cepat bukan membersihkan wajah dan melepaskan kebaya pengantin dalam waktu seperempat jam? "Kenapa diam saja?"Tapi Rika yang notabene sering memakai jarik dengan atasan kebaya, dia bahkan tak
"Saya memang merasa bukan wanita yang menarik." Aida menjawab cepat."Tapi saya pensaran saja, seiseng apa owner dari apartemen ini sampai menaruh CCTV di setiap ruangan? Apa dia mau mengintimidasi tamunya?" desis Aida menambahkan."Wah, picik sekali pikiranmu tentang aku?" dan jelas membuat Reiko bersedakep, kesal."Pengalamanku seharian ini melihat skenario yang dibuat keluargamu dan dirimu terhadapku dan keluargaku, memang memaksaku untuk berpikir picik, Pak Reiko."Hati boleh sakit mendengar untaian kalimat sarkas Reiko. Tapi Aida menimpalinya dengan sangat anggun memutar kata. Dia juga memberikan seutas senyum di bibirnya, tak sama sekali merasa terganggu dengan tatapan sinis dari pria berstatus suaminya itu."Semua tempat di rumah ini kecuali kamar-kamar tamu, kamar mandi tamu, itu tidak ada CCTV-nya. Aku tidak berniat menguntit tamuku, mengerti?"Malas sebenarnya Reiko menjelaskan detail begini. Tapi memang Reiko tak mau ada kesalahpahaman yang menggiring opini. "Inget!" tamba
"Maafkan aku sayang, semua ini tidak mudah untukku sayang, aku beneran cemburu, kamu itu hidup dan matiku dan aku--" Tamparan Reiko berhasil melunakkan amarah Brigita yang kini suaranya sudah kembali melembut, pintar sekali Brigita menunjukkan mimik wajahnya berubah kala itu menjadi wanita yang penuh dengan cinta pada Reiko sebelum dia melanjutkan kembali bicara dan seakan agak sulit bicara karena pergolakan emosi di dalam sanubarinya."Kamu tahu betapa sulit keadaan ini untukku, kan? Aku--" "Ssst! Sudah tenangkan dirimu. Aku tahu betapa sulit yang kamu maksudkan itu" Reiko menaruh jari telunjuk yang tadi mengarah pada Aida ke bibir Brigita. Dengan senyum di bibir Reiko,CUP!Kembali pria itu juga memberikan kecupan di bibir Brigita saat wanita dalam cangkumannya terlihat relaks tak lagi mengumbar emosi dan Reiko bisa mengangkat jari tangan dari bibir merah ranumnya."Sudahlah kita bahas ini nanti, Bee. Aku lelah. Dan kamu juga baru sampai bukan dari Singapura?""Hmm, tadi jam satu
"So sorry, Bee. I won't call out her name as long as we're both together.""Tapi kan kamu tetap menyebut namanya di luar sana bukan?""Hmmm." Reiko membenarkan tebakan dari wanita yang kini ada dalam cangkumannya."Menyebalkan sekali melihatmu harus menyebut namanya.""Don't think too much, Bee. Kalau aku ingin menyuruh dan memerintahnya di luar sana, ya tentu saja aku harus memanggilnya. Aku tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa lagi kalau bukan namanya." Lalu Reiko berpikir sejenak dengan senyum di bibirnya sedikit menggoda"Masa kamu ingin aku memberikannya nama panggilan seperti aku memanggilmu Bee?""If you dare."Betul kan tidak ada salah yang dikatakan Reiko? Toh bagaimanapun itu hanya sebuah nama dan memang harus ditunjukkan pada si pemilik nama bukan?Tapi tidak dengan Brigita yang begitu emosi mendengarnya."I am just kidding. Remember …," Reiko kembali bicara dengan menautkan matanya pada Brigita, "tapi aku kan sudah berjanji tidak akan ada yang pernah menggantik
'Aku memang sudah lapar. Tapi melihat pemandangan di hadapanku tadi, rasanya perutku malah jadi mual, hyaks.'Alih-alih merasa lapar justru rasa tak enak itulah yang membuat Aida memilih menutup pintu dan bersandar di belakang pintu sambil mengamati isi kamarnya, hilang sudah semua keinginanya untuk mengisi perut.'Ya Rob, terima kasih Engkau melindungi mataku dari semua yang tidak ingin aku lihat itu.' Aida bergidik jijik, tapi di saat yang bersamaan juga ketika dia melihat isi ruangan itu."Setidaknya kamar ini bisa mengembalikan sedikit moodku." Ada senyum di bibirnya karena memang kamar itu di luar ekspektasinya."Ini pasti bukan kamar pembantu." Aida sangat yakin.Spreinya lembut dan bersih. Saat tangan Aida bergerak menyentuhnya. Ruangan itu juga dingin dan humiddengan sensor di mana saat panas tubuh manusia diterima oleh sensor maka pengatur udara di dalam kamar itu aktif otomatis dan menyesuaikan sendiri tingkat kelembapan termasuk suhu di kamar tersebut. Ion aktif UV pelindu
"Ah, tapi masa bodo ah. Aku udah lapar banget. Lagian aku juga udah nggak tahan sama hausnya." Aida sudah melipat mukenanya dan menentukan pilihannya."Kalau ditanya, aku juga cuman pengen ngambil makanan sama air aja kok, bukan mau ngintipin mereka."Beginilah manusia kalau kebutuhan dasarnya sudah terdesak.Rasa lapar itu memberikan keberanian bagi Aida yang tadinya memang hanya ingin tinggal di kamar itu, untuk memenuhi hasrat bertahan hidupnya. Aida yang sudah melipat sajadahnya pun kini sudah hendak bersiap keluar Tapi dreet dreet dreetHandphonenya yang bergetar segera mungkin membuat Aida mendekat ke tasnya dan sesuai dengan dugaannya."Duuuh, ini nomor ibu." Bibir Aida berbisik lirih, dengan semua rasa yang membuat hatinya tak tenang.Ingin rasanya dia tidak mengangkat telepon yang kini bergetar dan juga berbunyi ring tone-nya. Tapi apakah ibunya tidak akan khawatir kalau dia tidak mengangkatnya? Aida: Assalamualaikum Bu?Terpaksa Aida tidak mengikuti kata hatinya. Tak