"Sudah, ketuk saja pintunya, Reizo." Alan sudah menunjukkan dirinya saat dia berbicara berbisik begini. Tapi posisinya masih ada di luar kamar kosannya Inggrid."Kalau masalah itu, aku tidak bisa bicara, karena nanti biar Rafael sendiri yang menjelaskan. Dia sedang bingung dengan kondisi adiknya, Archie." Alan menjelaskan lagi di saat Reizo sudah menampakan wujudnya."Oke, aku aktifkan lagi CCTV di kosan ini."Alan tentu saja harus mengacau dulu CCTV di sana karena kalau tidak dirinya yang tampak di kosan itu secara mendadak pasti akan terekam oleh CCTV dan menggemparkan.Tok, tok, tok!Saat Alan bicara, saat itulah menjadi seseorang mengetuk pintu kamar Inggrid."Ayo, kita berangkat sekarang.""Mbak Aida beneran berangkat sekarang? Nggak mau tunggu Mas Seno dulu?""Kamu nanti nyusul saja sama Mas Seno. Soalnya kalau aku jalan sama kamu dan Mas Seno bareng-bareng, itu bukan kebiasaannya Mas Reiko. Dia akan mengomel dan tidak suka diganggu. Jadi Romo Adiwijaya pasti akan curiga kalau k
"Eh itu, nanti aku ceritakan, lah, Bu.""Yo wes, daripada ngobrol di luar begini, mari kita masuk. Ajak anakmu masuk, Ratna!""Iya, Kakek benar! Ayo Bu, kita masuk!" Aida ingin mengalihkan pikiran ibunya, makanya dia setuju dengan rencana Adiwijaya dan mengajak ibunya masuk ke dalam."Aku tahu, kamu masih kesal padaku. Tapi ayo, kita masuk ke dalam, Le! Kita bicara baik-baik seperti layaknya keluarga. Dan kakekmu ini sudah sangat tua sekali dan sudah sangat merindukanmu. Bertahun-tahun sudah kita tidak bertemu."Tapi Reizo yang kini berperan sebagai Reiko masih berdiri di tempatnya dan menunjukkan wajahnya yang kaku, belum merespon. Mengingat perdebatan yang terjadi di pabrik beberapa tahun lalu, Adiwijaya menebak kalau cucunya masih marah. Makanya dia mencoba membujuk."Istrimu sudah ke dalam. Apalagi yang kau tunggu, Le?""Romo!"Namun sesaat setelah Adiwijaya bicara, mobil sudah ada yang memasuki pekarangan lagi dan mendistraksi mereka. Apalagi seseorang dengan cepat turun lalu mem
"Fuuh, aku rasa, aku tidak bisa membicarakan yang saat ini. Apalagi di tempat seperti ini, Reiko.""Tak ada yang mendengarkan kita. Kalau kita berjalan ke arah taman itu, kurasa juga tidak akan ada yang mau menguping pembicaraan kita. Hanya itu cara membuatku bisa percaya padamu."Sebuah jawaban yang membuat Endra kembali tersenyum."Reiko, kalau dari awal kau tidak mempercayaiku, bagaimana kau bisa mempercayaiku nanti selepas aku menceritakan semuanya?""Kali ini aku akan percaya. Aku tahu kau berbohong atau tidak."Jelaslah ada Alan di sana yang akan mendengar isi hati Endra. Apa pun yang dikatakan pria itu, tentu saja tidak akan memberikan keraguan lagi karena mereka bisa mendengar isi hati ayah biologis Reizo."Baiklah kalau menurutmu begitu."Setelah berpikir dan merenung beberapa detik, akhirnya Endra mengambil sebuah keputusan untuk bicara dengan putranya dan mereka memilih di halaman depan rumah keluarga Adiwijaya.Itu posisinya agak jauh dari kamera CCTV yang ada di teras. Lo
"Aida, coba jelaskan pada Ibu! Apa maksud dari kata lagi barusan?"Beberapa saat sebelumnya, selepas masuk ke dalam rumah, Ratna, ibu Aida memang sudah penasaran dari tadi."Nanti ya Bu, aku ceritain. Nggak enak, ternyata di dalam banyak orang," bisik Aida.Ya karena Aida tidak tahu kalau ada undangan lain yang berada di kediaman Adiwijaya. Andaikan dia tahu, mungkin dia akan memilih untuk tidak datang. Karena orang yang tidak ingin ditemuinya ternyata ada di dalam sana."Kupikir, kau tidak akan lagi mau berikatan dengan keluarga ini!""Nessay, jaga sikapmu pada Aida!""Loh, memangnya ada masalah apa di antara Mbak Vanessa sama Aida?"Sayangnya ada seorang wanita yang tidak bisa menahan diri ketika melihat Aida dan dia masih menyimpan kemarahan dan kekesalannya pada Aida dari kejadian di masa lalu."Tidak ada masalah apa-apa, Bu! Ibu ndak usah banyak pikiran.""Benar yang dikatakan sama Aida. Hanya anakku saja yang tidak mengerti keadaan dan aku minta maaf ya, Ratna.""Iya, saya juga
Bab 973. ANTARA INGIN TAHU DAN JAGA KONDISI"Kakek, tapi sebelum Kakek bicara dengan Reiko, apa boleh aku bicara dulu dengannya?"[Itu Reyhan. Dia itu sebenarnya orang baik. Dan aku yakin di sini dia juga tidak akan melakukan sesuatu yang jahat. Aku akan mendekat padanya dan mencari tahu apa alasan yang ingin bicara denganmu. Tapi ini semua balik lagi padamu, kau ingin bicara dengannya atau tidak.]Penjelasan Alan ini untuk menahan supaya Reizo tidak langsung menolak permintaan dari menantu Hartono tadi."Apa yang ingin kau bicarakan denganku?"[Sesuatu yang berhubungan dengan Aurora Corporation, tapi dia tidak bisa bicara di sini karena terlalu banyak orang yang mendengar. Di sini juga—][Tak perlu kau jelaskan, Alan. Yang pasti, pembicaraan ini belum bisa dibahas di hadapan mereka semua, apalagi masih ada Endra Adiwijaya.][Nah, baguslah kalau kau tahu.]Saat Alan berbisik begini, Reizo juga sudah mengangguk pada Reyhan."Kau ingin bicara di mana denganku?""Tunggu, Nak Reyhan. Baga
"Katakan. Jangan buang waktuku!"Sementara itu, sesaat setelah mereka berada di taman belakang dan Alan memastikan kalau kondisinya agak jauh dari CCTV, juga Alan membuat CCTV terganggu, Reizo meminta Reyhan segera menjelaskan semuanya."Aku ingin membahas masalah kerjasama kita dengan Aurora Corporation." Reyhan mengingatkan. "Sekitar hampir lima tahun silam, saat kau juga berpikir, kalau aku berusaha untuk meraih keuntungan bagi diriku sendiri."[Ah, Reizo, jadi dia—][Dia tahu masalah Brigita dan hubungan Reiko dengannya. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat Brigita melihat Reiko bangkrut.][Itu dia maksudku. Dia juga sengaja meminta kerjasama ayah mertuanya untuk mengambil posisi adikmu di Adiwijaya group.][Jadi sebetulnya, semua sudah tahu tentang sikap Brigita. Tapi si bodoh itu, dia tidak mau mendekat pada Reyhan dan konfrontasi.][Yep! Reiko malah menghindar.]Semua gambaran ini sudah mereka bayangkan saat Reyhan memulai menjelaskan."Aku tahu, kalau selama ini kau membenc
[Ya, aku tidak menyangka kalau ternyata begitu awal mulanya. Dia memaksa kakekku untuk menikahkannya dengan mengancam keluarga Adiwijaya? Tapi mungkin saja kan—][Tidak ada yang lebih jujur daripada isi hati, Alan!][Kau betul.]Meski masih belum bisa terima kalau keluarganya adalah orang yang berada dalam posisi tidak baik dalam kasus ini, tapi Alan memang tidak bisa menampik. Dia fair."Untuk kasus itu—""Apa kematian Jessie Irawan ada hubungannya dengan rencanamu untuk menikahkan Endra Adiwijaya dengan Rika?"Tapi sebelum Adiwijaya menyelesaikan penjelasannya, dia sudah diteror lagi oleh Reizo pertanyaan selanjutnya.[Aku sudah menanyakan apa yang ingin kau tanyakan. Dan kau dengar sendiri bukan, kalau dia tidak ada sangkut pautnya dengan kematian Jessie di kecelakaan itu dan tak punya keinginan ingin menikahkan putranya dengan Rika. Pikirannya clear dan aku pun salah paham dengannya yang kupikir dia memang mencoba membunuh ibuku. Ternyata orang yang dikirim untuk membunuh ibuku bu
"Ya, tapi kau hampir membunuhnya kalau aku tidak ada di sini tadi dan memberikannya obat. Dasar, kau!" Reizo memang sudah tahu keberadaan Alan di sana, makanya dia memang berani bicara. Terus saja dia tidak ingin membunuh Adiwijaya."Reizo, tadi kau bilang—""Reiko mati dibunuh oleh Ibu dari Brigita."Lagi-lagi sebuah penjelasan yang membuat Adiwijaya tidak bisa berkata-kata."Tapi kau tidak perlu khawatir. Aku akan membalaskan semua yang sudah mereka lakukan pada Reiko. Aku sendiri sudah berhutang budi pada saudara kembarku ketika kami berada di Maroko. Aku sudah bertemu dengannya dan dia menyelamatkan hidupku.""Bisa kau antarkan aku ke kuburannya, Le? Dan kapan putuku meninggal?" Adiwijaya sebetulnya tidak kuat kalau harus membahas masalah ini dulu. Tapi dia memang ingin melihat pusara cucunya."Selepas aku menyelesaikan semuanya. Karena saat ini, polisi juga sedang mengerubungi kediaman Irawan dan kami tidak bisa mendekat ke sana. Orang yang membunuh Reiko diledakkan di villa itu.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku