"Katakan. Jangan buang waktuku!"Sementara itu, sesaat setelah mereka berada di taman belakang dan Alan memastikan kalau kondisinya agak jauh dari CCTV, juga Alan membuat CCTV terganggu, Reizo meminta Reyhan segera menjelaskan semuanya."Aku ingin membahas masalah kerjasama kita dengan Aurora Corporation." Reyhan mengingatkan. "Sekitar hampir lima tahun silam, saat kau juga berpikir, kalau aku berusaha untuk meraih keuntungan bagi diriku sendiri."[Ah, Reizo, jadi dia—][Dia tahu masalah Brigita dan hubungan Reiko dengannya. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat Brigita melihat Reiko bangkrut.][Itu dia maksudku. Dia juga sengaja meminta kerjasama ayah mertuanya untuk mengambil posisi adikmu di Adiwijaya group.][Jadi sebetulnya, semua sudah tahu tentang sikap Brigita. Tapi si bodoh itu, dia tidak mau mendekat pada Reyhan dan konfrontasi.][Yep! Reiko malah menghindar.]Semua gambaran ini sudah mereka bayangkan saat Reyhan memulai menjelaskan."Aku tahu, kalau selama ini kau membenc
[Ya, aku tidak menyangka kalau ternyata begitu awal mulanya. Dia memaksa kakekku untuk menikahkannya dengan mengancam keluarga Adiwijaya? Tapi mungkin saja kan—][Tidak ada yang lebih jujur daripada isi hati, Alan!][Kau betul.]Meski masih belum bisa terima kalau keluarganya adalah orang yang berada dalam posisi tidak baik dalam kasus ini, tapi Alan memang tidak bisa menampik. Dia fair."Untuk kasus itu—""Apa kematian Jessie Irawan ada hubungannya dengan rencanamu untuk menikahkan Endra Adiwijaya dengan Rika?"Tapi sebelum Adiwijaya menyelesaikan penjelasannya, dia sudah diteror lagi oleh Reizo pertanyaan selanjutnya.[Aku sudah menanyakan apa yang ingin kau tanyakan. Dan kau dengar sendiri bukan, kalau dia tidak ada sangkut pautnya dengan kematian Jessie di kecelakaan itu dan tak punya keinginan ingin menikahkan putranya dengan Rika. Pikirannya clear dan aku pun salah paham dengannya yang kupikir dia memang mencoba membunuh ibuku. Ternyata orang yang dikirim untuk membunuh ibuku bu
"Ya, tapi kau hampir membunuhnya kalau aku tidak ada di sini tadi dan memberikannya obat. Dasar, kau!" Reizo memang sudah tahu keberadaan Alan di sana, makanya dia memang berani bicara. Terus saja dia tidak ingin membunuh Adiwijaya."Reizo, tadi kau bilang—""Reiko mati dibunuh oleh Ibu dari Brigita."Lagi-lagi sebuah penjelasan yang membuat Adiwijaya tidak bisa berkata-kata."Tapi kau tidak perlu khawatir. Aku akan membalaskan semua yang sudah mereka lakukan pada Reiko. Aku sendiri sudah berhutang budi pada saudara kembarku ketika kami berada di Maroko. Aku sudah bertemu dengannya dan dia menyelamatkan hidupku.""Bisa kau antarkan aku ke kuburannya, Le? Dan kapan putuku meninggal?" Adiwijaya sebetulnya tidak kuat kalau harus membahas masalah ini dulu. Tapi dia memang ingin melihat pusara cucunya."Selepas aku menyelesaikan semuanya. Karena saat ini, polisi juga sedang mengerubungi kediaman Irawan dan kami tidak bisa mendekat ke sana. Orang yang membunuh Reiko diledakkan di villa itu.
[Tahan dulu, Alan. Dia memang mengikutitku, tapi kita tidak tahu siapa orang suruhannya itu dan apa niatnya. Jadi kita coba dengarkan dulu apa yang dia inginkan.]Mereka berdua ini cukup klop. Di saat Alan sudah meninggi dan emosional, Reizo, dia bisa menahan dirinya dan kebalikannya, ketika dia hampir lepas kendali selalu saja Alan bisa menahannya untuk mengendalikan diri. Masing-masing saling bekerja sama termasuk dalam hal ini."Oh, aku tidak tahu siapa dia.""Namanya Anto. Kau masih ingin menyangkal, kau tidak mengenalnya, sedang aku tahu siapa namanya dan bisa saja itu artinya aku bertanya lebih padanya tentang siapa dia?” Jelas Reizo tahu, karena tadi Rika menyebut nama itu dalam benaknya.Kurang ajar! Jadi dia memberitahukan pada si bodoh ini kalau dia punya keterikatan denganku? Sial, kau. Dasar kau,Anto, tikus bodoh! Aku sudah menjagamu dan melinduongimu selama bertahun-tahun dan kupikir, kau bisa bekerja dengan benar. Ternyata kau hanya membuang-buang uangku saja. Kau masih
"Alan Hansen Hermawan, harusnya setelah kau mendengar namaku kau sudah harus tahu siapa aku!""Hkkkk!"Jessie Irawan? Siapanya dia?Alan langsung sigap mencekik leher Jessie. Ini membuatnya sulit bicara dan berusaha untuk melepaskan diri. Di saat yang bersamaan, pikirannya juga menerka-nerka ikatan dengan orang benama belakang sama itu."Wow, Alan, kau ke sini?" Dan Vanessa yang melihat keberadaan Alan di sana, dia tak sadar kalau suaranya memang menarik perhatian banyak orang."Nessay, diam!" Sampai suaminya harus memperingatkan istrinya lagi.Di saat yang bersamaan ...."Mamaaaaaa! Papa, tolong Mama, cepetan, Pa!"Suara panggilan dari anak-anak Rika memecah konsentrasinya, sehingga dia tidak jadi lagi memikirkan tentang siapa Alan dan hubungannya dengan Jessie."Hahaha! Kau pasti penasaran kan, hubunganku dengan Jessie Irawan?"Dan tak peduli dengan pekikan dua anak Rika, Alan tetap mencekik lehernya dan membuat dirinya kesulitan bernapas."Alan, jika kau ingin menginterogasi istrik
"Mau kau apakan anakku?"Rika yang baru dilepaskan lehernya dari cengkraman Alan, memaksakan diri memekik meski lehernya masih sakit. Melihat kedua anaknya digantung dengan posisi yang membuat kedua anak perempuannya itu memekik, dia cemas juga."Endra, tolonglah putri kita. Jangan biarkan dia melakukan itu pada putri kita!" Rika refleks memanggil nama suaminya yang seperti oleng dan dia masih tidak bisa mengambil keputusan harus melakukan apa. Endra hanya diam. Justru anak laki-lakinya Endra yang bicara:"Kau mau kulepaskan anakmu? Jawab jujur semua pertanyaan Alan!""Aku tidak melakukan apa pun. Kalian salah paham padaku."Tapi begitulah Rika. Dalam kondisi mendesak bahkan nyawa anaknya jadi taruhannya, dia juga tidak mau mengakuinya. Ini yang menambah kejengkelan Alan."Reizo, kau tahu apa yang harus dilakukan."Aku tak pernah sangka kalau kembarannya ini sangat mengerikan. Kalau aku tahu dari dulu dia punya kembaran yang menakutkan, maka dari dulu aku akan menyuruh Anto untuk mem
"Hahaha, jadi kau ingin menjadikanku sebagai pembunuh bayaran?" Alan menebak."Hmm. Dengan bayaran seperempat dari semua harta yang kumiliki, akan kuberikan padamu!""Wooooow!" Tertawalah Alan ketika mendengarnya dan dia melirik pada Reizo. "Hey, ayahmu memberikan itu padaku. Jangan iri padaku!""Kau pikir aku peduli?" Memang Reizo tidak kekurangan uang sama sekali dan dia memang tidak peduli."Haha, baiklah Reizo. Kau urus dua manusia itu! Aku akan mengurus tua bangka ini, lalu aku akan menangkap Anto!""Jadi kau tidak tahu ini dari Anto? Kau belum menangkapnya?" Kaget Rika saat mendengar penjelasan Alan sebelum pria itu membawanya pergi."Siapa bilang aku menangkapnya?" Dan itulah suara Alan yang terdengar sebelum dia menghilang dari ruangan itu."Papaaa, kami tidak tahu apa yang dilakukan oleh Mama! Kami sama sekali tidak mengenal orang itu dan kami tidak pernah tahu kejahatan yang dibuat Mama! Tolong kami, Papa!"Dan selepas menghilangnya Rika, Reti cepat-cepat memanggil Endra, ka
"Jangan lakukan itu! Aku mohon!" Aida tak bisa menunggu lagi. Dia sudah berjalan cepat mendekat pada Reizo."Mau apa? Mau kutebas juga kepalamu?""Eh, odjo!""Kakek, tenanglah. Dia tak serius!" Mata Aida mendelik menatap Reizo. "Jangan bicara sembarangan! Kau bisa membuat Kakek sakit!" omel Aida."Maumu apa?""Kumohon jangan begitu! Tak perlu pakai samuraimu!" Aida mulai menjelaskan keinginannya. "Aku tahu mereka memang jahat dulu. Dan aku juga ingin sekali membunuh mereka saat mereka menjahatiku dulu. Tapi itu semua hanya sekedar keinginan. Maksudku ... bukan sesuatu yang ingin benar-benar aku wujudkan!" Aida tersenyum simpul dan dia mendekat pada Reizo."Kalau menyimpan dendam sampai harus membunuh, kurasa itu sesuatu yang salah! Dan kalau memang seperti itu,maka saat ini kita tidak akan pernah mendengar nama Umar bin Khattab! Nama itu tidak akan pernah ada dalam sejarah Islam, karena dia adalah orang yang sangat kejam dan jahat! Tapi Rasulullah Muhammad, dia memberikan kesempatan!
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku