[Tahan dulu, Alan. Dia memang mengikutitku, tapi kita tidak tahu siapa orang suruhannya itu dan apa niatnya. Jadi kita coba dengarkan dulu apa yang dia inginkan.]Mereka berdua ini cukup klop. Di saat Alan sudah meninggi dan emosional, Reizo, dia bisa menahan dirinya dan kebalikannya, ketika dia hampir lepas kendali selalu saja Alan bisa menahannya untuk mengendalikan diri. Masing-masing saling bekerja sama termasuk dalam hal ini."Oh, aku tidak tahu siapa dia.""Namanya Anto. Kau masih ingin menyangkal, kau tidak mengenalnya, sedang aku tahu siapa namanya dan bisa saja itu artinya aku bertanya lebih padanya tentang siapa dia?” Jelas Reizo tahu, karena tadi Rika menyebut nama itu dalam benaknya.Kurang ajar! Jadi dia memberitahukan pada si bodoh ini kalau dia punya keterikatan denganku? Sial, kau. Dasar kau,Anto, tikus bodoh! Aku sudah menjagamu dan melinduongimu selama bertahun-tahun dan kupikir, kau bisa bekerja dengan benar. Ternyata kau hanya membuang-buang uangku saja. Kau masih
"Alan Hansen Hermawan, harusnya setelah kau mendengar namaku kau sudah harus tahu siapa aku!""Hkkkk!"Jessie Irawan? Siapanya dia?Alan langsung sigap mencekik leher Jessie. Ini membuatnya sulit bicara dan berusaha untuk melepaskan diri. Di saat yang bersamaan, pikirannya juga menerka-nerka ikatan dengan orang benama belakang sama itu."Wow, Alan, kau ke sini?" Dan Vanessa yang melihat keberadaan Alan di sana, dia tak sadar kalau suaranya memang menarik perhatian banyak orang."Nessay, diam!" Sampai suaminya harus memperingatkan istrinya lagi.Di saat yang bersamaan ...."Mamaaaaaa! Papa, tolong Mama, cepetan, Pa!"Suara panggilan dari anak-anak Rika memecah konsentrasinya, sehingga dia tidak jadi lagi memikirkan tentang siapa Alan dan hubungannya dengan Jessie."Hahaha! Kau pasti penasaran kan, hubunganku dengan Jessie Irawan?"Dan tak peduli dengan pekikan dua anak Rika, Alan tetap mencekik lehernya dan membuat dirinya kesulitan bernapas."Alan, jika kau ingin menginterogasi istrik
"Mau kau apakan anakku?"Rika yang baru dilepaskan lehernya dari cengkraman Alan, memaksakan diri memekik meski lehernya masih sakit. Melihat kedua anaknya digantung dengan posisi yang membuat kedua anak perempuannya itu memekik, dia cemas juga."Endra, tolonglah putri kita. Jangan biarkan dia melakukan itu pada putri kita!" Rika refleks memanggil nama suaminya yang seperti oleng dan dia masih tidak bisa mengambil keputusan harus melakukan apa. Endra hanya diam. Justru anak laki-lakinya Endra yang bicara:"Kau mau kulepaskan anakmu? Jawab jujur semua pertanyaan Alan!""Aku tidak melakukan apa pun. Kalian salah paham padaku."Tapi begitulah Rika. Dalam kondisi mendesak bahkan nyawa anaknya jadi taruhannya, dia juga tidak mau mengakuinya. Ini yang menambah kejengkelan Alan."Reizo, kau tahu apa yang harus dilakukan."Aku tak pernah sangka kalau kembarannya ini sangat mengerikan. Kalau aku tahu dari dulu dia punya kembaran yang menakutkan, maka dari dulu aku akan menyuruh Anto untuk mem
"Hahaha, jadi kau ingin menjadikanku sebagai pembunuh bayaran?" Alan menebak."Hmm. Dengan bayaran seperempat dari semua harta yang kumiliki, akan kuberikan padamu!""Wooooow!" Tertawalah Alan ketika mendengarnya dan dia melirik pada Reizo. "Hey, ayahmu memberikan itu padaku. Jangan iri padaku!""Kau pikir aku peduli?" Memang Reizo tidak kekurangan uang sama sekali dan dia memang tidak peduli."Haha, baiklah Reizo. Kau urus dua manusia itu! Aku akan mengurus tua bangka ini, lalu aku akan menangkap Anto!""Jadi kau tidak tahu ini dari Anto? Kau belum menangkapnya?" Kaget Rika saat mendengar penjelasan Alan sebelum pria itu membawanya pergi."Siapa bilang aku menangkapnya?" Dan itulah suara Alan yang terdengar sebelum dia menghilang dari ruangan itu."Papaaa, kami tidak tahu apa yang dilakukan oleh Mama! Kami sama sekali tidak mengenal orang itu dan kami tidak pernah tahu kejahatan yang dibuat Mama! Tolong kami, Papa!"Dan selepas menghilangnya Rika, Reti cepat-cepat memanggil Endra, ka
"Jangan lakukan itu! Aku mohon!" Aida tak bisa menunggu lagi. Dia sudah berjalan cepat mendekat pada Reizo."Mau apa? Mau kutebas juga kepalamu?""Eh, odjo!""Kakek, tenanglah. Dia tak serius!" Mata Aida mendelik menatap Reizo. "Jangan bicara sembarangan! Kau bisa membuat Kakek sakit!" omel Aida."Maumu apa?""Kumohon jangan begitu! Tak perlu pakai samuraimu!" Aida mulai menjelaskan keinginannya. "Aku tahu mereka memang jahat dulu. Dan aku juga ingin sekali membunuh mereka saat mereka menjahatiku dulu. Tapi itu semua hanya sekedar keinginan. Maksudku ... bukan sesuatu yang ingin benar-benar aku wujudkan!" Aida tersenyum simpul dan dia mendekat pada Reizo."Kalau menyimpan dendam sampai harus membunuh, kurasa itu sesuatu yang salah! Dan kalau memang seperti itu,maka saat ini kita tidak akan pernah mendengar nama Umar bin Khattab! Nama itu tidak akan pernah ada dalam sejarah Islam, karena dia adalah orang yang sangat kejam dan jahat! Tapi Rasulullah Muhammad, dia memberikan kesempatan!
[Apa? Kau ingin bilang kalau aku licik? Kau ingin bilang aku pintar? Kau ingin bilang apa? Kenapa kau menjadi kosong begini? Kau memikirkan apa? Alat ini rusak, kah?]Aida menyindir lagi sekaligus kebingungan karena memang dia tidak bisa mendengar apa pun.Setelah tahu kalau Aida bisa mendengar yang ada di pikirannya, maka saat itu juga orang yang ada di hadapan Aida bersikap sama seperti kalau Alan ingin mencuri dengar apa yang ada di hatinya."Aku ingin pergi mencari Deni dan Anto. Mereka yang ditargetkan juga. Mereka banyak membuat rencana bersama Rika."[Kau yakin, kau tidak membohongiku?]Aida masih tak yakin, karena dia mengingat betul kalau kembaran suaminya ini memiliki niat yang lain."Untuk apa aku membohongimu?""Tapi—""Sudah, biarkan dia pergi, Aida. Mereka memang pantas untuk dihukum," cuma Endra sudah bicara begitu dan tidak mungkin Aida melarang lagi Reizo."Tapi kumohon, jangan melakukan satu tindakan yang hanya akan membuat suasana jadi semakin buruk." Hanya itu yang
"Bagaimana kau bisa membawaku ke tempat ini? Di mana kita?"Sesaat sebelumnya, saat Alan sudah menghilang, dan kini dia bersama dengan seorang wanita yang terlihat ketakutan melihat sekelilingnya. Dia tidak tahu di mana keberadaannya dan tempat itu lumayan gelap. Cukup mencekam dan menakutkan. Tempat yang mengerikan."Kau lupa, tempat ini di mana? Apa kau tidak melihat berita, Rika?" Alan malah mempertanyakan ini pada Rika yang membuatnya bingung. Dia tidak tahu ada apa di tempat itu yang membuatnya harus melihat berita."Apa maumu membawaku ke sini?" Rika semakin cemas, karena dia yakin niat Alan buruk untuknya. Yang Rika tahu, itu di alam terbuka."Ini di jurang. Itu dari atas sana, dulu, mobil Jessie Irawan jatuh ke jurang ini. Dan di sana dibilang kalau kondisi mobilnya yang bermasalah. Kau lupa?"Bergetarlah hati Rika ketika mendengarnya."Bagaimana kau bisa membawaku ke sini?"Rika tahu, mereka tadi ada di tempat Adiwijaya, tapi saat ini kenapa mereka bisa ada di tempat yang men
"Kau! Apa kau menipuku dan dari tadi kau mengikutiku?" Rika menuduh.Dia tak percaya kalau Alan tiba-tiba muncul di sebelahnya dan membuat dirinya yang tadi ingin beristirahat jadi ingin kabur lagi dari tempat itu. Dia ingin berlari, tapi sudah percuma. Tenaganya juga sudah habis dan apakah dia bisa mengungguli kekuatan Alan? Ini juga yang Rika tidak tahu."Ya, aku memang memenuhi janjiku. Aku tidak pergi ke mana pun. Aku di sana sampai sepuluh menit berlalu, aku melihatmu masih berlari. Jadi ya sudah, aku tunggu saja di sana. Sampai kau berhenti, baru kupikir aku akan datang menghampirimu. Aku juga menikmati kopiku dulu tadi. Lumayan, aku haus soalnya." Alan pulang dulu ke rumah Rafael, bikin kopi dan balik lagi, menunggu."Kau benar-benar mempermainkanku!” Rika mulai paham maksud Alan."Haha. Mempermainkan bagaimana? Aku tidak mengejarmu. Aku membiarkanmu berusaha menghindar dariku. Tapi ternyata, kau tidak bisa melakukannya, kan?" Senyum kembali muncul di bibir Alan sambil memicing