"Pak buk…." Aida masih mengetok."Hei apa yang Kamu la….?" berbarengan dengan pintu terbuka."Heuuuu... heuuuuu..." Reiko diam melihat tangisan Aida pecah."Kenapa lama banget sih, Pak? Bapak ngerjain Saya bukan? Sengaja mau bunuh Saya?"Aida yang menangis sudah tak sabaran, dan tentu saja menarik perhatian Reiko.Dirinya sudah ketakutan setengah mati. Makanya Aida sudah menunjukkan emosi yang tak bisa dibendung."Ya ampun, tadi kan Aku sudah bilang, kalau Aku mulas, jadi Aku gak langsung ke kamarmu. Aku hampir setengah jam tadi di toilet. Baru Aku turun ke kamarmu.""Heuuuheuuuuu!" Aida tak peduli karena Dia masih ketakutan dan masih belum mau untuk berhenti menangis."Fuuuh, sini!""Lepasin Pak."Aida berusaha melepaskan tangan Reiko yang ingin memeluknya. Aida masih sesegukan saat ini."Jangan ngambek, sini!" Dan tak peduli dengan omelan Aida, Reiko memaksa."Maaf kalau Aku membuatmu cemas.""Bapak itu pelupa! Bapak selalu saja ingkar janji. Kalau Bapak bilang Bapak mau datang, Bap
"Hahaha!" Aida terkekeh mendengarnya hingga wajahnya memerah.Meski….Apa-apaan Dia bilang begini padaku? Sejak kapan Dia memikirkan, kalau Aku ini benar-benar istrinya? Orang ini otaknya konslet bukan? Atau Dia punya intrik apa denganku?Aida tetap berhati-hati dalam hatinya supaya tak melayang dan termakan ucapan Reiko itu."Lucu?"Ya, Aida sangat pandai sekali untuk menutupi isi hatinya dengan tawanya, sampai akhirnya Reiko bertanya begini."Seharusnya yang Bapak tunjukin isinya itu, Ratu Lebah Bapak bukannya Saya.""Kami belum menikah!"Reiko menjawab sesuai kenyataan, sambil menggandeng tangan Aida."Apa maksudnya sih, Pak? Bapak main-main dan punya rencana apalagi dengan Saya?" cicit Aida yang masih mencecar saat mereka melangkah keluar."Pak?"Aida makin gemas, karena Reiko tidak menjawab apapun. Dia hanya membawa Aida kembali ke ruang kerjanya."Heish, Bapak ni….""Aku mau kerja dulu! Kamu tidur lagi aja sana!"Perintah Reiko sambil menunjuk ke sofa bednya."Saya tanya apa, Ba
"Hahaha, Aku tahu dari wajahmu Kamu pasti ke-geer-an!"Reiko yang sudah sampai di dapur pun kembali terkekeh membayangkannya."Tapi, Kamu pintar juga untuk gak langsung percaya. Cuma Aku yakin sekali, kalau Kamu pasti percaya, hahahah!"Sungguh Dia benar-benar menahan geli dari tadi dan memang Reiko sangat pandai sekali bersandiwara, sehingga di dalam ruang kerjanya Dia terlihat cool."Dan seharusnya, Kamu tahu kalau tidak mungkin Aku menganggapmu menjadi Istriku betulan, karena di hatiku cuma ada Bee."Sudahlah tak jelas, bagaimana jalan pikiran Reiko.Candaan itu memang benar-benar masuk ke dalam hati Aida, meskipun Dia tetap berusaha untuk tetap berpikir waras.Aku tahu, tadi Kamu tuh senyum-senyum sendiri, pasti Kamu kepikiran bukan tentang ruangan itu?Untuk yang satu itu Aida missed. Isi hatinya terbaca. Saat tadi Aida sedang duduk di sofa bed dan berdzikir, Reiko memperhatikan sekilas Aida yang tersenyum namun gadis itu segera mungkin menghilangkan senyum di bibirnya dengan gel
"Bikin minum buat Bapak! Memangnya nanti Bapak kalau makan keselek gimana kalau gak ada air?"Celetukan yang membuat Reiko menengok ke meja dan dia menyadari sesuatu yang memang belum ada di sana, hingga bibirnya pun tersenyum kembali menetap Aida."Kayak tadi malam ya! Teh manis, gulanya kayak tadi malam juga.""Bukan air putih?""Aku mau teh manis. Bawa aja sekalian air putih segelas aja, ntar berdua sama Kamu.""Iya Pak!" jawab Aida yang sudah ngeloyor ke dapur, malas berdebat.Menyisakan Reiko di meja makan yang masih mengawasi punggungnya yang berjalan ke dapur. Tapi Reiko tak ada ekspresi hanya menatap saja sebelum menghela napas dan bicara…."Hari ini, Aku ada tamu." Bertepatan dengan Aida yang sudah berbalik arah menatapnya. Aida membawa gelas, menyiapkan untuk teh manisnya dulu.Aida sengaja memasak airnya. Dia tak menggunakan air dispenser."Temennya Bapak?" tanya yang meladeni pernyataan Reiko."Gardener yang sudah puluhan tahun dengan profesinya itu.""Oh!" Aida pun menjaw
"Karena Aku adalah menantu favoritnya," jawaban nyeleneh Reiko.Lalu senyum jahil itu pun muncul lagi di bibirnya."Jadi setelah Kamu melihat kedekatanku dengan mertuaku, jangan coba-coba Kamu membuatku kesal. Sekali aku buat laporan….""Sini Pak, biar Saya angkat teleponnya!"Aida tak mau mendengar semua ancaman itu, Dia langsung memotong ingin menyambar handphone Reiko.Tapi….Royco: Halo Ibu!Sebelum Aida mengambil handphonenya, Reiko lebih dulu memencet tombol hijau dan bicara. Ini membuat Aida mencebik padanya, sulit sekarang Dia merebut telepon itu."Bisa-bisaan sih Ibuku meneleponnya? Kenapa dengan Ibu? Kenapa Ibu sekarang senang sekali meneleponnya? Apa sekarang anaknya Ibuku tuh Dia?"Aida menggerutu. Dia kesal juga karena tidak tahu apa yang dikatakan oleh Ibunya di ujung telepon sana, karena Reiko tidak me-loudspeaker suaranya.Ratna: Assalamualaikum Nak Reiko, maaf Ibu mengganggu pagi-pagi begini.Reiko: Wa'alaikumsalam Ibu. Oh, tidak mengganggu, kok Bu. Lagi pula ini suda
Reiko: Tapi kan kata Kamu, Aku sakit angin duduk tadi malam terus Kamu ngerokin Aku kayak Ibu ngerokin Ayah kan? Sampai ke bo….Aida: Iish, Kamu tuh kenapa ndak tahu malu sih?Ratna: Aida pelankan suaramu!Hah, puas Dia menahan tawanya seperti itu, setelah membuat Aku malu habis-habisan? gemas sekaligus kesal, entahlah bagaimana perasaan Aida. Pokoknya tidak karu-karuan gara-gara Reiko.Hingga Dia kepikiran sesuatu untuk membalasnya dan Aida pun tersenyum simpul.Aida: Iya Ibu, maaf. Aku nggak akan lagi-lagi seperti itu Bu, Aku janji! Tapi sebenarnya ada yang mau ditanyain sama Mas Reiko cuma Dia malu mau nanya sama Ibu.Eeeh, Aku mau nanya apa? Reiko perasaan tidak ingin bertanya apa-apa.Dia ingin mengelak.Tapi….Ratna: Tanya apa?Ibunya Aida sudah bertanya lebih dulu, namun sebelum Reiko mau mengatakan tidak lagi.Aida: Mas Reiko tanya ukuran cup Aku nomer tiga dua bukan Bu? Sial! Dia benar-benar membuatku malu! Kan Aku bilang jangan tanya! keluh hati Reiko yang tak menyangka, ka
JAUHI KELUARGAKU"Kamu salah paham, Ai. Aku….""Ya mungkin Bapak benar, kalau Saya salah paham. Tapi Saya lebih mengerti bagaimana keluarga Saya Pak, dan harus menghindari mereka dari orang seperti Bapak."Aida memandang tegas pada Reiko. Dia tidak mau mendengarkan alasan apapun. Untuk yang satu ini Aida sudah punya perhitungannya sendiri."Bapak tidak perlu mendatangi hari atau ritual apapun di keluarga Saya. Dan nanti tolong jangan bicara dengan Ibu Saya. Sekarang Saya akan menelpon Ibu Saya dan Saya akan mengatakan kalau sebenarnya Saya tadi sempat menangis dan Bapak mengambil keputusan untuk pergi ke Kendal padahal sebetulnya Bapak masih banyak urusan.""Hey….""Di rumah ini Saya memang menuruti Bapak, tapi kalau sudah hubungannya dengan keluarga Saya, ini lain lagi urusannya. Saya tidak mau keluarga Saya jadi bahan mainan anak orang kaya seperti Bapak!""Siapa yang mau ma….""Bapak mungkin niatnya tidak ingin main-main, tapi bagi Saya ini sama saja dengan main-main Pak!" mata itu
(Sesaat setelah Aida menyerahkan handphone ke tangan Reiko)Heish, anak itu temperamennya harus dibetulin!Reiko geleng-geleng kepala sendiri, melihat Aida yang sudah pergi begitu saja, masuk ke dalam kamarnya.dreet dreet dreetTapi Dia tidak melupakan tangannya yang memegang handphone yang sudah bergetar itu.Hahah, cemburu lagi kau dengan Bee? seru Reiko karena yang ada di otaknya itu, Dia berpikir sesederhana ini sambil berlari menuju ke arah tangga dengan jari tangannya memencet tombol hijau.