"Kenapa Bee?"
Reiko yang tadi mendengar sayup-sayup suara obrolan antara Brigita dan kurir tentu saja penasaran dan bertanya.
"Itu tadi driver-nya bilang ke aku katanya apa perlu aku cek dulu makanannya lengkap atau enggak? Ngapain coba aku capek-capek buka ini di sana? Kalaupun nggak lengkap ya aku tinggal complainkan? gampang sih!"
Hah, apa itu kurir yang sama dengan kurir yang mengantar ke sini waktu dia membongkar belanjaan?
Reiko hanya menduga-duga saja!
Tapi mungkin kurir yang lain juga bisa kan? Dan bisa jadi operator mereka membiasakan untuk menyuruh mengecek?
Bisa jad
"Masa saya harus menunggu Bapak di dalam sana terus dan saya bisa buang air besar di tempat tidur dong Pak!" Tapi sudah kepalang! Karena tidak mau lagi menahan rasa malunya Aida langsung berceloteh begitu tak peduli dengan wajah seseorang yang tidak lagi bersahabat di hadapannya."Itu lebih baik daripada kamu merangkak ke sini sendirian!" Reiko bicara, sambil mendekat dan langsung memegang kedua tangan Aida membuka telapak tangannya dan memperhatikannya."Debu, jamur, bakteri, kotoran!" Mata itu memicing sempurna kepadanya."Apa kamu pikir kuman dan bakteri yang ada di sini tidak bisa masuk ke tubuhmu? Kenapa tak mengindahkan kata-kataku, hmmm?"
"Apa semua wanita yang seumuran sama Reti dan Rukma harus Bapak kecup dahinya?"Kesel Aida tadinya dia tidak mau menimpali. Tapi karena tak tahan, akhirnya dia bicara.Untung saja saat Aida bicara dia sudah bisa mengendalikan dirinya sehingga tidak menangis lagi."Hmm, pilih-pilihlah. Yang cantik boleh. Kalau yang…""Ish." Aida mencibir. Malas dia mendengar lanjutan dari ucapan Reiko."Ya, gimana, masa kalau nggak cantik aku mau mengecupnya? Bau keringet, ogah. Mau yang bersihlah. Enak aja sembarangan cewek."&nbs
"Bee, tumben kamu jam segini turun?""Aku aus, sayang! Jadi aku ke sini. Tadi aku lihat di ruang kerja kamu juga kosong kok, tahunya kamu ada di sini?"Tak biasanya Brigita nengok-nengok ke ruang kerja Reiko. Membuat pria itu bergidik."Oh, hmm. Ruang kerjaku kosong lah karena akunya kan memang ada di sini, akunya!" Ada senyum yang diuraikan di bibir Reiko dan dia masih bersikap tenang!Satu hal kelebihan dari pria itu saat panik melanda dia benar-benar bisa mengatur kondisi dirinya untuk tidak diperlihatkan di hadapan lawan bicaranya.Sama seperti yang Rei
Syukurlah Bee belum bangun.Ada lega dalam hati Reiko melihat Brigita masih terlelap ketika dia masuk ke dalam kamarnya. Padahal tadi dia cukup ketar-ketir karena agak lama di kamar Aida.Biarkan saja dululah. Aku siap-siap dulu.Tapi Reiko tak mau membangunkannya dan memilih untuk menyiapkan dirinya sendiri. Dan ini sebetulnya baru pertama kali dilakukan oleh Reiko.Biasanya kalau ada Brigita mereka selalu mandi bersama."Kamu baru bangun, Bee?"
"Jadi aku belum bisa jalan?"Dan gumaman itu berbarengan dengan suara seseorang yang menjawab bersama dengan wajahnya yang terlihat sedikit frustasi dan sedih.Hah, kalau aku tidak akan pergi ke Mesir maka aku berharap sebulan kamu tidak bisa jalan dulu! Simpan semua sedihmu itu!Tapi tidak dengan pria yang berdiri di ruangan yang sama. Dia justru berbisik seperti ini di saat yang bersamaan Alif bicara…."Kalau bisa hindari jalan-jalan dulu ya. Mungkin tiga hari lagi kemungkinan sudah bisa jalan pelan. Tapi kalau kamu gak banyak jalan, gak terlalu banyak aktivitas, ini bisa cepat sembuh dan bisa jalan lagi. Soal
Apa dia sekarang meninggalkanku ke kantor?Aida yang tadi belum sempat bertanya pada Reiko tentu saja menduga seperti ini apalagi melihat pria itu sudah membawa perlengkapan kerjanya seperti laptop dan beberapa berkas meski masih ada beberapa berkas juga yang ditinggalkannya."Haaah!"Aida hanya menghempaskan napas ketika dia menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur dan melihat ke arah kaki dan tangannya bergantian."Pergi ke puncak?" Aida diam dan memikirkan ini sebelum senyum kembali muncul di bibirnya."Pasti dia bercanda aja tuh! Karena nggak mungkin dia bawa aku ke sana.
"Malah ini kebab yang paling enak yang saya makan Pak!"Saat Reiko menghempaskan tubuhnya duduk di pinggiran tempat tidur, tanya itu membuat Aida segera menggelengkan kepalanya dan menjawab cepat macam tadi."Kalau enak habiskan!""Bapak belum makan. Dan kalau Bapak nggak makan yang ini, nanti kalau Bapak buatkan saya makanan lagi, saya mogok makan. Saya ndak mau makan!""Berani ngancem kamu?" Reiko bicara sambil tangannya bergerak memegang kancing baju di paling atas pakaian Aida, karena dia ingin menggantikan pakaiannya.Tentu saja Reiko juga sudah memind
"Istri kontrak!" Sudah tahu kalau Reiko sedang menunjukkan wajahnya yang tidak sedang bercanda tapi Aida justru masih berani untuk menantangnya dengan kalimat barusan. Meski lirih dan pelan, hanya senyumnya saja yang menggatalkan emosi Reiko. "Mau istri kontrak, mau istri apapun yang kamu pikirkan terserah! Tapi yang pasti kamu masih terikat denganku dan jangan coba-coba mengemis pada orang lain jika menginginkan sesuatu!" Tegas Reiko yang membuat Aida mencibir, tapi pria itu sudah tak peduli dia sudah mengangkat baki makanan itu keluar dari kamar Aida. Tentu saja dengan wajahnya yang masih bermuram durja.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku