"Ai, Ngapain malah ngeliat ranjang baju kotor?"
"Ehm, aku mo taruh bajuku Mas. Kan tadi bekas masak ga enak di pake tidur. Basah juga kena air keran tadi," seru Aida yang tak sepenuhnya benar saat suaminya sudah mendekat padanya.
Memang dia ingin menaruh baju kotor setelah tadi memasak di dapur untuk menyiapkan makan malam suaminya. Tak betah Aida memakai pakaian yang sudah sedikit basah terkena cipratan saat cuci piring. Sebetulnya dia bisa sih untuk tidak membuat bajunya kotor dengan menggunakan celemek.
Tapi matanya mengarah ke kemeja yang memiliki wangi strawberry di keranjang itu yang lagi-lagi menyesakkannya dan berpikir di dalam hatinya tentang wangi yang selalu muncul tiga bulan ini tanpa absen di baju suaminya.
"Nah, harusnya kamu pakai apron Ai. Kaya biasa aku kalo cuci piring."
"Ada Mas. Banyak laki-lakinya dan ada perempuannya juga. Kita mau keluar bareng buat merayakan keberhasilan usaha kita yang bagian dari tugas kampus. Sekalian rapat kecil karena sekarang anak-anak juga dilema apakah mau melanjutkan usaha ini terus atau hanya sebatas urusan tugas kampus aja dan kita bubaran.""Ehm. Aku tuh sebenarnya nggak suka kalau kamu pergi sama temen-temen kamu apalagi ada temen cowoknya."Aku pun sebenarnya nggak suka kalau kamu pergi apalagi aku mencium wangi strawberry ratu lebahmu. Tapi apa aku protes padamu?Sebetulnya jawaban dari Reiko dibalas langsung oleh Aida. Beruntung saja Reiko tidak mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya."Ya sudah Mas. Aku akan katakan pada mereka kalau aku tidak bisa ikut."Tapi Aida memang saat ini sedang
Biarlah yang penting sudah diizinkan dan aku juga emang nggak kegatelan kok sama temen cowokku siapapun mereka. Nggak ada yang menarik.Aida berbisik dalam hatinya selepas Reiko keluar dari ruangannya.Aida juga tidak tahu kenapa suaminya berkata begitu. Tapi dia mengangguk saja. berpikir simple.Bukankah ini sebuah keberuntungan dia mendapat izin untuk pergi bersama teman-temannya? Untuk apa lagi bertanya macam-macam yang bisa membuat dirinya kehilangan izin itu?Haaaah, tapi terrarium ini bikin aku dosa ga ya?Aida tak ingin mendebat apapun lagi pula pikirannya tidak lagi ke arah sana saatmatanya men
"Aku nggak tahu gimana hidup tanpamu. Dan aku sayang banget sama kamu. Jangan ganti aku sama yang lainnya di hatimu, ya Ai!"Dan kini mata itu menatap Aida dalam-dalam sambil jari tangannya mengelus pipi Aida. Membuat hatinya merasa sakit dan Aida juga merasa menyesal di hatinya karena gerakan tubuhnya tak sesuai dengan yang dirasakan hatinya.Kenapa aku harus mengangguk?"Makasih ya Ai. Aku bener-bener takut banget kalau harus kehilangan kamu, liat kamu sama pria lain itu bikin aku ngeri." jujur Reiko."Dan janji ya Ai, cuma aku yang boleh masuk ke dalam sini!" Reiko bicara sambil satu jarinya mengelus bagian bawah Aida yang membuat wanita itu merinding dan juga merasa sakit.Sedangkan milikmu boleh masuk ke dalam tubuh wanita lain? Meskipun kau memakai penga
Dia gelagapan liat siapa yang telepon kan?Aida tadi ingin menjawab tapi getaran handphone yang di dengar suaranya dari saku Reiko membuat pria itu segera mungkin merogoh sakunya saat Aida berbisik di hatinya.Dan ini membuat Aida seakan-akan mendidih ketika Reiko tak kunjung mengangkat dan fokus ke layar.Karena itulah..."Pekerjaan di kantornya Mas Reiko kurasa ndak bisa digantiin sama Mbak Fitri. Karena dia belum di training seperti Mas Seno. Ini namanya gak profesional dan cuman bikin Mas Reiko nanti yang ngikutin aku ke kampus nggak akan pernah tenang karena memikirkan kerjaannya beres apa enggak."Aida bicara sambil jalan mendekat pada Reiko yang menatapnya namun dia tidak mengangkat handphonenya yang masih bergetar itu. Hanya memencet tombol di sampingnya s
"Mau sampai kapan berdiri di sini?"Sindir seseorang sambil Dia berjalan mengantongi handphone-nya."Nih, pakai untuk hapus air matamu. Atau kau ingin membiarkan semua teman-teman kita melihatnya kalau mereka menengok, hmm?"Aida tak menyadari kalau untuk beberapa detik dia berdiri di belokan itu mematung di sana padahal teman-temannya sudah masuk ke satu restoran yang mereka rencanakan.Aida masih dalam posisi mengintip di belokan itu memandang ke satu arah yang tak disadari oleh orang yang dipandanginya dan teman-temannya.Tapi ada satu orang yang tadi memang sedang berjalan malas di paling belakang dia sepertinya bisa melihat ke mana arah pandangan Aida dan kini sudah berdiri tepat di hadapan Aida mem-block pandangan Aida."Merasa pa
"Hah!"Jelas kaget Aida mendengar suara yang memang masih tertahan dan hanya bisa di dengar olehnya atau mungkin orang yang lewat dengan jarak setengah meter dari seandainya ada.Sungguh dia tidak menyangka di hatinya yang sedang kesal dan penuh dengan emosi sekarang harus berhadapan dengan seorang pria yang ingin sekali Aida remukkan bibirnya."Gak usah malu, kalau emang pengen ngelakuin itu mulai sekarang cepet-cepet deh kumpulin om-om yang kamu kenal. Termasuk si Dimas itu yang gampang dan udah suka kayaknya ama kamu. Duitnya kenceng. Kayaknya hidupmu juga bisa berubah kalau bisa nempel terus sama dia!""Bentar ya."Aida: Mbak Fitri, tunggu saja di mobil. Aku mau ke sana bentar lagi.Tapi Aida tak melanjutkan membela dirinya karena d
"Simpan tissu-mu! Aku tidak mm--"Tidak membutuhkan kan kau ingin bilang begitu? Tapi kau membutuhkan tanganku untuk menyangga tubuhmu yang sekarang pingsan. Cih! Begini kau ingin aku meninggalkanmu? Jatoh di sini ga da yang tau? Itu maumu?Percuma juga Didi mengomel karena Aida sudah pingsan.Didi, dia merasa kesal karena sekarang dia memang memegang tubuh Aida. Sempat tadi saat Aida pas kehilangan kesadaran tangan kanannya ditarik oleh Didi sehingga saat ini dia seperti bersandar pada bahu Didi tapi sebetulnya dia pingsan dan kalau tidak ditarik oleh Didi tadi menggeledak.Untung saja tadi mereka berdebat di pintu basement yang kebetulan sepi makanya hanya CCTV saja yang bisa melihat apa yang terjadi di tempat itu.Harus bilang apa aku sama Fitri? Aida kambu
"Silakan, bisa dibaringkan di sini Nyonya Aida-nya." Sandi dan Didi, mereka lebih dulu masuk ke dalam kamar satu-satunya di apartemen itu, di saat Nada dan Radit sedang berdiskusi di bawah. "Makasih Tuan Sandi." "Kamu bisa kok panggil aku Sandi aja.Nggak perlu pakai embel-embel kayak gitu atau kamu bisa panggil aku, Mas Sandi!" Meski sungkan tapi Didi hanya mengangguk saja. Dia sudah biasa mendengar ayahnya, Padri memanggil Sandi dengan sebutan Tuan Sandi. Sudah berkali-kali diingatkan, tapi Padri kadang memilih tetap menggunakan kata-kata itu apalagi kalau diasedang lupa.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku