"Aduh syukurlah teleponnya sudah ditutup. Haaah."Sambil menghempaskan napas lega Aida tersenyum"Kalau tidak, ntah Sampai kapan aku harus berbohong terus-terusan tadi."Aida mengerucutkan bibirnya sambil menaruh handphonenya di sampingnya, menggeletakkannya begitu saja sambil dia menyandarkan tulang yang terasa pegal di sandaran tempat tidur."Sssh, Allah." Aida menggerakan tangannya sambil memijat bagian belakang punggungnya. Tapi itu pun juga agak sedikit sulit memijatnya. Karena Aida memijatnya dengan tangannya sendiri"Ah, pegel banget."Masalah utama bagi seorang survival breast cancer biasanya memang mereka sering sekali mengalami pegal di tulang belakangnya. Dan pegal juga sakitnya ini berbeda apalagi kalau sudah mengerjakan pekerjaan yang berat. cenat cenut di luka operasinya juga mengganggu.Seperti yang dilakukan oleh Aida tadi, dirinya kan bolak balik turun naik tangga. Dan biasanya rasa pegal itu kadang terasa agak panas ke bagian tulang belakangnya.Makanya sebaiknya me
"Ibu aku kan tadi cuman bercanda, maaf deh bu," bujuk Aida, mengaku salah. Inilah awal dirinya tidak lagi memikirkan uang dan uang. Tapi saat kejadian ini adik-adiknya memang tidak melihat.Maklum saja Inggrid dan Aida tadi ada di belakang rumah dan mereka pikir tidak ada yang mendengar obrolan itu tapi Ratna sudah datang dan memprotesnya."Sini kelapanya. Sudah selesai belum diparutnya?" tanya Ratna. "Dan lagi Ibu nggak mau kamu jadi pengacara cuman pengen dapet uang banyak. Pekerjaan semulia apapun kalau tujuannya hanya uang maka saat kamu mengerjakan pekerjaan itu kamu nggak akan pernah dapat berkahnya, karena semua amalan itu tergantung gimana niatnya."Dan sepertinya memang Ratna masih agak kesal dengan prinsip putrinya soal uang kala itu. "Ingat dulu Ibu senang sekali kamu mau jadi pengacara karena kamu mau membantu banyak orang. Kamu ingin menegakkan keadilan dan tidak mau menjadi pengacara yang gampang dibayar agar membela yang salah. Waktu itu kamu nggak kepikiran buat dapa
"Astaghfirulloh."Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Aida ketika semua yang ada di meja itu di sapu bersih tanpa ada alasan yang diberikan oleh orang yang melakukannya.'Aduuh, Sssh, Ya Rob, kakiku sakit, panas.'Namun ada sesuatu di dalam lubuk hati Aida yang mengeluh perih d saat dia menggeser kakinya itu. krssssssHanya Aida yang merasakan di kakinya ada getaran seperti dia menginjak sesuatu dan menjadi remahan sebab berat tubuhnya tak bisa ditopang oleh benda itu.'Sssh, aku menginjak beling. Dingin, ini pasti gelas smoothies tadi. 'Tapi tentu saja Aida yang menggeser kakinya itu tidak menunduk ke bawah untuk melihat sesuatu yang diinjaknya atau mengeluh karena perih.Sesaat tadi di awal, Aida merasakan panas yang terasa sangat panas sekali di kedua kakinya. Jelas panas, karena ketumpahan makanan yang memang baru diturunkan dari kompor. Jadi kebayang rasanya ketika kena guyur air panas itu, kan? Yah, walaupun sudah dalam bentuk cairan yang lebih mengental, sup cream ayam
'Aduh sakit banget, dia benar-benar melempar tubuhku? Haaah, kotor semua pakaianku pasti dan pas di beling. Sssh, tanganku.'Jelas saja Aida mengomel dalam hatinya karena memang dia terjatuh tepat di tumpahan sup tadi. Reiko mendorongnya cukup jauh dari posisi tempat sampah yang ada di ujung ruangan hingga kembali ke tumpahan dengan bannyak beling. Dan yang paling tidak menyenangkan untuknya adalah jatuhnya di bokong lebih dulu dan begitu menyakitkan apalagi Aida bukanlah wanita yang memiliki lemak cukup banyak untuk melindungi benturan terasa hingga ke tulang."Jadi maksud bapak saya mencoba menipu keluarga bapak begitu?"Aida yang kesal kini berusaha berdiri. Dia tidak sama sekali menunjukkan wajah patut dikasihani. Tidak menangis atau ketakutan. Reiko yang terlihat masih emosi di hadapannya ditatapnya kembali, sangat tegar."Memang kenyataannya kau seburuk itu." Reiko bicara sambil melemparkan lagi obat itu ke dalam tong sampah. "Tidak ada lagi alasan kenapa kamu mau menikah den
"Bee --"Apa yang harus aku katakan padanya? Haduh, gawat ini, Bee bisa salah paham dan menyangka macam-macam.Jelas saja Reiko kebingungan, panik, nge blank. Dia tidak melakukan preparation untuk ini. Seperti retak kepalanya, tak bisa berpikir.Sungguh kehadiran Brigita membuat dirinya tak bisa konsentrasi."Maafkan saya nyonya Brigita. Ini bukan salah pak Reiko dari awal ini adalah kesalahan saya.”Entah apa alasannya tapi suara seorang wanita terdengar, membuat semua pandangan mata mengarah padanya dan hati Reiko makin tak nyaman. 'Sssh, mau bicara apa wanita ini? Apa dia ingin balas dendam padaku soal kesalahpahaman tadi yang tak seberapa dan ingin menghancurkan hubunganku dengan Bee? Awas saja dia.' Reiko tak tahu tapi dia sudah menatap penuh kekhawatiran campur kemarahan. Takut Aida melakukan sesuai yang dipikirkannya."Apa yang terjadi?" tanya Brigita, tak sabar, sambil menatap Aida sinis."Saya minta maaf pada Anda nyonya Brigita karena sudah menjadi orang ketiga diantara and
"Aku yakin sekali ini adalah project yang sangat menguntungkan banget, sayang. Kita tidak boleh telat dan tidak boleh membiarkan Tommy menunggu kita terlalu lama."Sembari menaiki tangga kata-kata itu terurai dari wanita yang kini masih menggandeng tangan Reiko meninggalkan Aida di lantai dasar. Brigita memegang lengannya begitu erat, sambil berceloteh tentang sebuah project yang memang memberikan pengharapan besar padanya."Aku yakin sekali kita bisa untung besar di sini. Bener-bener bikin gak sabar."Brigita terus bicara di saat seseorang di sampingnya masih diam, tak menyanggah atau komentar. Tapi entahlah apa pikirannya juga mendengarkan apa yang dikatakan wanita itu?'Dia menyelamatkanku lagi?'Ya Reiko memikirkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat dirinya merasa tak enak'Apa alasannya dia melakukan itu?'Reiko mencoba berpikir. Semua ucapan Aida mempegaruhinya hingga sulit konsentrasi."Sayang.""Eh iya?"Baru tersadarlah Reiko dia sudah ada di dalam kamar."Kamu mikirin a
"Bee, sudahlah jangan bilang begitu. Lampu sudah hijau, aku mau menyetir lagi.""Sudah kukatakan kembali saja. Antar aku ke kantor dan kamu bisa bekerja juga. Kamu urus aja pekerjaan-pekerjaanmu itu yang lebih menguntungkan dari ini. Lagian kita juga nggak punya uangnya, kan?""Sudahlah aku akan lihat dulu bagaimana nanti tawaran dari Tommy, Bee. Aku akan mencari uangnya jika memang ini menguntungkan untuk kita.""Hah." Brigita membuang wajahnya ke jendela. "Kamu dari awal memang ragu kalau ini menguntungkan. Bagaimana kamu bisa melihat bahwa ini akan menguntungkan? Selamanya kamu akan melihat ini sebagai proyek merugikan karena mental block-mu!" sinis Brigita, sudah menunjukkan obrolan di dalam mobil itu makin berat."Hei sayang, aku masih profesional. Aku hanya ingin mencoba merenung apa ini baik atau tidak untuk kita. Tapi aku percaya padamu kalau kamu berpikir ini baik kita lihat saja dulu dari mana kita harus memulai kerjasamanya nanti.""Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Anta
"Bee, gak gitu. Aku pikir kita mau santai dulu di hotel dan kita akan ke sana besok pagi.""Kita gak akan ke sana.""Hei, gak gitu. Ka-kalau memang sudah janjian sekarang kita berangkat saja sekarang.""Gak usah dipaksakan, kita--"Mmuuuah.Brigita tidak melanjutkan ucapannya karena saat itu juga Reiko memberikan kecupan di bibirnya. Hanya sedetik, karena itu kan di muka umum."Sudahlah, ayok." lalu Reiko menatap pada Shandra dan Tommy bergantian"Maaf ya, kalian tahukan bagaimana pasangan? Kami sedang sedikit ada masalah kecil, ribut kecil aja, bikin mood swing. Tapi ayo kita lihat, kalau uang aku bisa pikirkan nanti bagaimana caranya."Lagi lagi Reiko berada di situasi yang memang bukan dia inginkannya.Sudahlah semuanya nanti aku pikirkan. Yang pasti sekarang aku tidak mau Bee marah dulu padaku. Aku tidak mau juga dia sampai minum obat-obatan depresi. Tidak, tidak. Sssh, ini benar-benar menguji kesabaranku.Bisa dibayangkan tidak sih bagaimana perasaan Reiko yang harus melakukan se
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku