Jadi sahabat untuk seseorang, berarti kadang kita harus siap menjadi teman curhat atau sekadar menemaninya jalan tidak tentu arah kapan pun dibutuhkan (dan kalau memungkinkan).
Seperti apa yang dialami Hafi saat ini. Setelah Fioletta menolak ajakan kencannya (Yah, sudah biasa juga, sih, pikir Hafi lagi), tiba-tiba Kristal menelepon dan memerintah bagai seorang ratu pada pengawalnya.
“Temenin aku ke Empire sekarang.”
Hanya itu yang dikatakan Kristal sebelum menutup telepon dengan semena-mena. Hafi yang masih meringkuk di sofa apartemennya sambil menonton re-run FRIENDS, akhirnya mau tidak mau mengganti pakaiannya.
“Ni orang beneran ngajak dugem?” gumam Hafi ragu, tapi tetap keluar dari apartemennya dan bersiap meluncur dengan BMW-nya untuk menjemput si tuan putri.
<Hafi: Bro, you owe me A LOT! Nemenin singa betina nggak pernah gampang ya, sori sori aja nih.Kai mendesah pelan melihat pesan dari Hafi, sahabat baik istrinya. Kai sadar ia memang berutang banyak pada lelaki itu karena lelaki itulah yang kini menemani istrinya di Jakarta.Kristal jelas-jelas marah besar dengan Kai yang membatalkan rencana honeymoon mereka. Awalnya justru Kai-lah yang mengajak Kristal. Mereka sudah melalui banyak hal yang melelahkan dan rasanya pergi honeymoon lagi bukanlah hal yang salah.Kristal pun langsung setuju dan mereka berdua mulai mengatur semua yang diperlukan, resort, rencana wisata apa saja yang ingin mereka ikuti, dan hal-hal lainnya.Sampai akhirnya sutradara kurang ajar ini membuatnya harus pergi langsung ke Jogja.Kai: Thank you. Pls temenin dia walaupun dia minta ke Mars sekalipun.Hafi: Ke Mars? OGAH!“Siapa? Tata?”Kai mendongak dari ponselnya dan mengernyit tidak suka saat Vito dengan seenaknya memanggil sang istri dengan nama panggilan seakrab it
“Rangga, kamu belum punya pacar juga sampai sekarang?”Kai menaikkan satu alisnya mendengar pertannyaan tersebut saat mereka sedang menunggu bagasi di conveyor belt. “Belum, Pak.”Vito dengan akrabnya langsung menepuk bahu Rangga. “Ck, anak ini. Dibilang jangan panggil ‘Pak’. Panggil nama aja. Aku bukan orang yang gila hormat, kok.”“Tapi gila beneran.” Kai memutar kedua bola matanya dengan malas.Vito mengibaskan tangannya di udara. “Jangan dengerin dia. So, kamu belum punya pacar?”“Belum.” Rangga kembali menggeleng. Matanya masih menatap conveyor belt yang masih kosong, bagasi mereka sepertinya masih dalam proses.“Kai, kan, udah jinak. Sekarang saatnyalah kamu cari pacar.” Vito mulai memberi nasihat pada tangan kanan sahabatnya itu.Vito dan Jefan bisa dibilang sudah mengenal Rangga cukup lama. Dan mereka juga sering menjahili Rangga yang tidak pernah terlihat bersama perempuan sama sekali.“Saya masih nyaman sendiri, kok,” sahut Rangga sambil tersenyum. Senyum yang sering dilede
Jean dan Kristal baru saja keluar dari ruang meeting untuk makan siang bersama di Senayan City, saat orang-orang yang melewati mereka tersenyum penuh arti pada Kristal dan Jean.“Duh, romantis banget, sih, Ta,” komentar salah satu seniornya, seorang perempuan berkacamata yang sering menjahilinya kalau mereka sedang bersama.“Romantis apaan, Mbak?” Kristal mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan ucapan seniornya. “Ini aku abis meeting sama Jean sama yang lain, lho, Mbak. Serem amat dibilang romantis.”“Ck.” Seniornya menggeleng tidak percaya seraya tertawa pelan. “Udah jam makan siang, nih, Ta. Kamu udah ditunggu, tuh, sama mas suami di depan.”Kristal membulatkan matanya tidak percaya, kemudian dengan cepat beranjak ke ruangannya untuk menaruh dokumen yang tadi digunakan untuk meeting dan turun dua lantai untuk sampai di lobi kantor GPP.Benar saja, Kai tengah duduk di sofa yang ada sambil memegang ponsel dan buket bunga yang terlihat indah.“Kai?”Mendengar namanya dipanggil ole
Dengan berat hati, Kai mengantar kembali Kristal ke kantornya. Sebenarnya ia lebih ingin kalau mereka langsung pulang. Selain bisa menghabiskan waktu sambil memeluk istrinya, Kai juga ingin melihat apa yang ditawarkan Kristal tadi di Pancious.Ia tidak keberatan untuk menculik Kristal pulang, tapi ia tahu bahkan sebelum sampai di Pondok Indah, rambutnya sudah habis dijambak Kristal.“Manja, deh,” gerutu Kristal saat mereka sudah berada di lift gedung kantornya. “Kamu—hmpft.”Dengan cepat, Kai meraih tengkuk Kristal dan menyatukan bibir mereka ke dalam sebuah ciuman yang dalam dan tidak hanya melibatkan bibir. Satu desahan lolos dari bibir mungil Kristal saat lidah Kai menari-nari dan membuatnya lupa kalau ia sedang di lift menuju kantornya.Tepat dua lantai sebelum lift terbuka, Kai menyudahi ciuman tersebut dan memberikan kecupan ringan di bibir Kristal, sebelum benar-benar menjauh dan mengusap sekitar bibir istrinya.“Oh, God. You look so sexy,” gerutu Kai saat memastikan lipstik Kr
Kristal selalu suka berendam di bathtub dengan bath bomb beraneka warna dan wangi sebagai koleksinya. Ia tahu kalau Kai adalah light sleeper dan sangat mudah membangunkannnya melalui telepon.Sambil berendam di bathtub dengan air yang sudah ia campur dengan bath bomb Lavender-Cedarwood Bath Fizzy Bain Petillant dari Bath and Body Works, Kristal menunggu kehadiran Kai.Tidak butuh waktu lama sampai ia bisa mendengar pintu kamar yang dibuka dengan tergesa, karena ia sendiri tidak menutup pintu kamar mandi.“Hei.” Kai langsung menghampiri Kristal, berjongkok di sebelah perempuan itu, dan mencium bibirnya sebagai sapaan. “Kok kamu nggak bangunin aku, sih?”Kristal meringis. Tiba-tiba keberaniannya untuk menggoda Kai tadi langsung lenyap seperti bath bombyang ditenggelamkan ke air. Perempuan itu sedikit menenggelamkan tubuhnya agar dadanya tidak terekspos, namun hal itu membuat Kai terkekeh.“Apa, sih? Kok masih malu-malu sama aku?” Kai menjawil hidung Kristal dengan gemas. “Aku gabung bol
“Duh, nyonya besar kayaknya hidupnya bahagia banget, nih, kayak film Barbie.”Kristal mendengus selagi mengerutkan keningnya mendengar jokes Hafi. “Fi, sumpah kamu garing banget kayak rempeyek.”Diejek begitu, Hafi malah tertawa. Sudah biasa baginya diejek sekian tahun oleh Kristal, jadi dia tidak pernah menganggap serius apa yang diucapkan Kristal padanya.Hari ini hari Sabtu dan seperti biasanya, ada acara penghargaan di industri entertainment yang membuat Kai harus datang. Kai tentu saja mengajak Kristal menjadi plus one-nya seperti biasa.Tapi pagi ini Hafi sudah meneleponnya dan mengajaknya hang out sekalian mengambil setelan jasnya di Wong Hang untuk ia pakai malam ini. Setelah mengambil jasnya, lelaki itu menuruti Kristal yang ingin ke salon langganannya untuk mengganti nail art kukunya.“Tapi beneran,” ucap Hafi lagi setelah Kristal selesai dengan proses pembayaran untuk treatment-nya hari ini. “Kamu kelihatan lebih… apa, ya? Bahagia.”Kristal memutar kedua bola matanya sambil
Olla mencuri banyak perhatian tamu undangan yang hadir malam ini.Pertama, karena akhirnya setelah kasusnya tiga tahun yang lalu itu, Olla kembali ke dunia entertainmentdan bisa dibilang cukup sukses.Kedua, karena perempuan itu tidak bersikap lebih baik daripada sebelumnya. Padahal semua orang tahu tentang kasus yang menimpanya.Ketiga, karena gaun yang dikenakan Olla benar-benar ketat, seksi, dan… mengundang dengan terang-terangan.‘Perempuan ini….” Olla mendesis kesal saat melihat sosok Kristal yang terus menempel seperti lintah dengan Kai di matanya.“Lihat apa?”“Itu, Kai.” Olla menjawab singkat pada temannya, si penyanyi pendatang baru yang cukup sukses dari manaj
Kai mulai panas dingin dan gelisah di tempatnya. Ia memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri, namun cara itu tidak berhasil.“Pak, ini macetnya lama banget?” tanya Kai yang sadar kalau ia sudah bertanya puluhan kali pada sopirnya, tapi ia tidak bisa mencegah dirinya sendiri.Bayangan Kristal yang sudah menunggu lebih dari setengah jam di kantornya membuat Kai merasa semakin bersalah dan khawatir. Padahal ia yang berjanji untuk menjemput Kristal, tapi meeting-nya selesai lebih lama dari dugaannya.Ditambah ruas jalan yang dipenuhi kendaraan yang nyaris tidak bergerak karena kemacetan parah setelah hujan.“Kayaknya iya, Pak,” jawab sopirnya dengan sabar.Kai mengembuskan napasnya perlahan kemudian meraih ponselnya dari dalam saku unt
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya