“Duh, nyonya besar kayaknya hidupnya bahagia banget, nih, kayak film Barbie.”Kristal mendengus selagi mengerutkan keningnya mendengar jokes Hafi. “Fi, sumpah kamu garing banget kayak rempeyek.”Diejek begitu, Hafi malah tertawa. Sudah biasa baginya diejek sekian tahun oleh Kristal, jadi dia tidak pernah menganggap serius apa yang diucapkan Kristal padanya.Hari ini hari Sabtu dan seperti biasanya, ada acara penghargaan di industri entertainment yang membuat Kai harus datang. Kai tentu saja mengajak Kristal menjadi plus one-nya seperti biasa.Tapi pagi ini Hafi sudah meneleponnya dan mengajaknya hang out sekalian mengambil setelan jasnya di Wong Hang untuk ia pakai malam ini. Setelah mengambil jasnya, lelaki itu menuruti Kristal yang ingin ke salon langganannya untuk mengganti nail art kukunya.“Tapi beneran,” ucap Hafi lagi setelah Kristal selesai dengan proses pembayaran untuk treatment-nya hari ini. “Kamu kelihatan lebih… apa, ya? Bahagia.”Kristal memutar kedua bola matanya sambil
Olla mencuri banyak perhatian tamu undangan yang hadir malam ini.Pertama, karena akhirnya setelah kasusnya tiga tahun yang lalu itu, Olla kembali ke dunia entertainmentdan bisa dibilang cukup sukses.Kedua, karena perempuan itu tidak bersikap lebih baik daripada sebelumnya. Padahal semua orang tahu tentang kasus yang menimpanya.Ketiga, karena gaun yang dikenakan Olla benar-benar ketat, seksi, dan… mengundang dengan terang-terangan.‘Perempuan ini….” Olla mendesis kesal saat melihat sosok Kristal yang terus menempel seperti lintah dengan Kai di matanya.“Lihat apa?”“Itu, Kai.” Olla menjawab singkat pada temannya, si penyanyi pendatang baru yang cukup sukses dari manaj
Kai mulai panas dingin dan gelisah di tempatnya. Ia memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan diri, namun cara itu tidak berhasil.“Pak, ini macetnya lama banget?” tanya Kai yang sadar kalau ia sudah bertanya puluhan kali pada sopirnya, tapi ia tidak bisa mencegah dirinya sendiri.Bayangan Kristal yang sudah menunggu lebih dari setengah jam di kantornya membuat Kai merasa semakin bersalah dan khawatir. Padahal ia yang berjanji untuk menjemput Kristal, tapi meeting-nya selesai lebih lama dari dugaannya.Ditambah ruas jalan yang dipenuhi kendaraan yang nyaris tidak bergerak karena kemacetan parah setelah hujan.“Kayaknya iya, Pak,” jawab sopirnya dengan sabar.Kai mengembuskan napasnya perlahan kemudian meraih ponselnya dari dalam saku unt
Selain ruang tengah, teras samping rumahnya merupakan spot favorit Kristal di rumah ini. Setahun yang lalu, setelah pernikahannya dengan Kai semakin membaik, Kai mulai merayu Kristal agar merenovasi rumah ini supaya ada sentuhan Kristal di mana pun yang perempuan itu inginkan.Kristal yang tadinya mengira rumah ini dibeli Kai untuk hidup berdua dengan Cessa, bisa bernapas lega saat Kai mengatakan kalau rumah itu dibeli Kai justru dua bulan sebelum mereka menikah.“Aku suka bagian teras rumahmu ini, deh.” Renjana menaruh gelas berisi jus apel buatan Mbak Jia di meja kecil yang ada di antara kursi rotan yang mereka duduki.“Aku juga.” Kristal mengiakan. “Lumayan enak buat refreshing.”Di bagian halamannya, ada kolam ikan yang dipelihara dengan baik oleh Kai
“You’re pregnant, aren’t you?”Kristal terbelalak kaget. “Kok bisa tahu?”Renjana terkekeh pelan. “Nggak tahu, ya. Tapi emang kalau orang hamil itu kelihatan, kok, dan aku, kan, juga pernah hamil, Ta. Jadi tahulah bedanya.”Kristal yang hari ini masih mengenakan setelan santainya di rumah—celana santai yang panjangnya sampai lima senti sebelum lutut dan kaos oblong, mengusap perutnya dengan senyuman yang membuat ia terlihat lebih cantik.Renjana senang karena Kristal ternyata terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dugaan awalnya. Tapi ia bersyukur, Kristal tidak mengalami penderitaan selama apa yang pernah ia rasakan.“Baru empat minggu,” terang Kristal yang juga mengundang senyum Renjana. &ld
“Iya! Makanya, jangan kayak Bang Toyib, tiga kali ulang tahunku kamu nggak pernah ada!”“Ampun, Sayangku.”Kristal sebenarnya ingin lebih lama lagi melancarkan misi beri-Kai-pelajaran-sesekali. Tapi saat ia berbalik dan melihat bagaimana Kai menatap testpack (yang bahkan sempat ia kira termometer, GOSH!) dengan mata berkaca-kaca, Kristal jadi luluh dan bangkit dari posisinya.Perempuan itu duduk mendekat pada Kai yang di luar dugaannya, langsung memeluknya dengan sangat erat.“Sorry, thank you, and I love you,” ucap Kai dengan suara yang bergetar dan membuat perasaan haru membuncah di dada Kristal. “I do really love you, Ta.”Kristal menumpukan dagunya di bahu Kai dan mengusap punggung suam
“Om Hafi.”“Apa, Sayang?”“Kok Om Hafi sendirian?” tanya Kelana dengan polosnya.Tidak tahu saja anak kecil itu, hati Hafi yang kering jadi semakin merana setelah mendengar pertanyaan tersebut.Memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan menyakitkan tersebut, Hafi malah balik bertanya, “Emangnya nggak boleh?”“Ya….” Kelana terlihat berpikir sambil mengerucutkan bibirnya dan hal itu membuat Hafi merasa gemas. “Boleh aja, sih. Tapi kan Tante Tata sama Om Kai. Papa juga sama Mama. Om Hafi doang yang sendirian.”Karena om kamu yang ganteng ini ditolak, Kelana! seru Hafi dengan gemas, namun hanya bisa dari dalam hati. Akan terlihat sangat menyedihkan kalau
Seminggu setelah makan siang di rumah Kristal, ketiga sahabat itu kembali berkumpul di restoran favorit mereka, Pancious Pacific Place.“Kalian nggak bosen makan di sini terus?” tanya Hafi saat Sabtu siang itu mereka sudah duduk manis di Pancious sambil membuka buku menu.Setidaknya Hafi yang membuka buku menu, karena Kristal dan Renjana hampir selalu memesan makanan yang sama setiap mereka datang ke sana.“Nggak. Kamu bosen?” tanya Kristal sambil menaikkan satu alisnya.Hafi hanya mengedikkan bahunya. “Cuma heran, bertahun-tahun kita selalu ke restoran yang sama dan pesanan kalian juga hampir selalu sama. Pantes, ya, ke laki-laki, pun, sukanya yang itu-itu aja.”Bukannya marah karena sindiran tersebut, Renjana dan Kristal justru ber-