“Menurut kamu, gimana filmnya?”
Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”
Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”
“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.
“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.
“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”
Kai
“Sebentar…. Di mana pengantinnya?”Renjana menatap ke sekeliling ballroom tempat resepsi pernikahan sahabatnya tengah berlangsung. Senyum manis terbit di wajahnya, membuat Aiden yang ada di sebelahnya terpana walau Renjana tak mengetahuinya. Tapi senyum itu sirna saat ia menyadari kalau sahabatnya tak ada di mana pun.“Aku titip Lana dulu ya.” Renjana menoleh pada Aiden yang heran dengan kepanikan istrinya itu. “Aku mau cari Kristal dulu.”“Oke.” Aiden tahu kalau Renjana saat ini mengkhawatirkan Kristal dan ia pun membiarkannya.Untungnya Renjana sudah terbiasa memakai stiletto dan gaun sepanjang ini, jadi ia bisa melangkah dengan bebas tanpa perlu khawatir tersandung gaunnya.Ke mana Kristal? batin Renjana yang mulai khawatir.“Jana!”Panggilan itu membuat Renjana menoleh dan mendapati Hafi menghampirinya dengan raut wajah bingung. “Ngapain kamu mondar-mandir?”Renjana melihat ke sekelilingnya, di mana para tamu berangsur pergi meninggalkan ballroom karena tepat lima menit yang lalu,
“Cessa….”Kristal yang telah berganti baju dan memutuskan untuk kembali melihat keadaan Kai, terpaku di tempatnya saat mendengar gumaman Kai yang menyebut nama perempuan lain.“It’s okay, Ta,” gumamnya pada diri sendiri. “Kamu harusnya tahu kalau hal ini lambat laun akan terjadi.”Walau ia jelas tidak pernah menyangka akan mendengarnya di hari pertama pernikahan mereka. Tapi bukannya gentar atau marah, Kristal justru tetap masuk ke dalam kamar Kai.Ia menaruh segelas air mineral dan obat yang mungkin dibutuhkan Kai saat bangun nanti. Setelahnya, dengan cepat ia menyelimuti tubuh Kai yang mulai mengigil karena AC kamarnya sudah mulai dingin.Saat selesai menarik selimut berwarna biru itu hingga sedada Kai, Kristal memuaskan keinginannya untuk menatap wajah Kai dari dekat dan dengan berhati-hati, ia merapikan rambut Kai yang agak berantakan.“Aku nggak tahu kapan lagi aku bisa menatap kamu sedekat ini dan bahkan bisa menyentuh rambut kamu.” Senyum sedih itu kembali muncul di wajah Krist
“Kai, ini Cessa. Kamu… benar sudah menikah?”Kristal terpaku mendengar pertanyaan yang diucapkan dengan suara yang terdengar begitu sendu tersebut. Walau ia tak pernah menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan sosok bernama Princessa Karenina Azari tersebut, tapi Kristal tidak akan pernah lupa bagaimana suara perempuan yang selalu ada di mimpi-mimpi Kai.“Maaf.” Kristal berusaha setenang mungkin saat menjawab pertanyaan Cessa. “Ini bukan Kai.”Tak mungkin juga rasanya kalau Kristal mengatakan Kai sedang tertidur karena mabuk. Hal itu hanya akan membuat Cessa tahu kalau pernikahannya dengan Kai tak benar-benar sebuah pernikahan.Pernikahan macam apa yang suaminya meninggalkan istrinya mabuk dan kemudian tidur di malam pertama mereka?Klik.Saat mendengar bunyi itu, Kristal langsung menjauhkan ponsel Kai dari telinganya dan layar ponsel canggih itu menampilkan notifikasi kalau panggilan Cessa sudah berakhir.Kristal pun memilih untuk menaruh ponsel Kai di atas nakas yang terletak di sam
“Aku tahu harusnya aku lebih kreatif lagi kalau mau bertanya. Tapi… are you okay, Ta?”Kristal tak bisa menahan tawanya mendengar sapaan Renjana pagi itu. Ia baru saja selesai mandi dan berganti pakaian saat ponselnya berdering menandakan panggilan masuk dari Renjana.“Aku baik-baik aja kok, Jan.”Setidaknya untuk saat ini, tambah Kristal dalam hatinya.“Beneran?”“Iyaaa.” Kristal kembali tertawa. “I’m okay, Jan. Jangan terlalu khawatirin aku.”“Gimana aku nggak khawatir kalau kemarin kamu hilang begitu aja?”Kristal langsung terdiam saat mendengar pertanyaan tersebut. Ia memang berhasil mengelabui orangtuanya, yang juga menganggap kalau ia dan Kai sudah tak sabar untuk segera pulang. Tapi hanya Hafi dan Renjana yang tahu alasan kepergiannya dan Kai yang lebih cepat, dan semuanya jadi tidak sesederhana itu.“I’m okay, Jan, really.” Kristal mencoba meyakinkannya lagi. “How about you? Kulihat-lihat kamu sama Aiden udah ada di zona damai nih.”“Ih, Tataaa, jangan mengalihkan pembicaraan.
Kai bukanlah orang yang antipati terhadap hal bernama pernikahan. Sejujurnya, ia menghargai sebuah pernikahan dan dulunya, ia memimpikan pernikahan yang bahagia.Jelas bukan yang seperti ini.“Pagi, Den.”Kai mengangguk singkat pada Mbak Jia yang menyambutnya saat ia masuk ke ruang makan. Lelaki yang hari ini mengenakan setelan jas biru dongker dari Zegna tersebut mengamati ke sekelilingnya.Seperti mengetahui pikiran Kai, perempuan paruh baya itu kembali bicara, “Non Kristal baru aja berangkat ke kantor, Pak.”“Oh, baguslah.” Kali ini Kai menghela napas dengan lega sambil membalik piringnya dan menuang nasi goreng tanpa kecap yang dimasakkan oleh Mbak Jia.Mbak Jia yang tahu kalau hubungan suami-istri itu tak sebaik yang orang kira, menahan diri untuk tidak menghela napas kecewa dan berlalu ke dapur.Saat suapan kelima sarapannya, Kai mendengar langkah kaki yang teratur menuju ke arahnya. Sudah bersama Rangga sejak ia tahun ketiga kuliah S1 membuat Kai hafal sekali dengan ritme langk
“Aku nggak mau.”“Kristal, jangan bikin kepala Abang mau pecah,” tegur Galileo Panjaitan sambil memijit pelipisnya. “Mertuamu sendiri yang minta.”Kristal menahan diri untuk tidak mendengus atau menggembungkan pipinya karena kesal di hadapan seniornya yang biasa dipanggil Bang Leo oleh para partner di firmanya.“Tapi nggak mungkin juga aku langsung keluar dari sini,” tolak Kristal untuk ke sekian kalinya.Sejak mertuanya meminta ia pindah untuk bekerja di perusahaan Kai, Kristal tidak mengiakan dan berujung pada teror yang diterima Bang Leo dari ayah mertuanya.“Ya, aku juga nggak rela kamu keluar.” Bang Leo mengemukakan pendapatnya. “Jujur aja, kamu salah satu partner yang terbaik yang aku punya di sini. Dan menyerahkan kamu untuk jadi legal officer di perusahaan suamimu, bukan hal yang mudah untukku.”“Bang Leo setuju untuk mengeluarkan aku dari sini?” tanya Kristal pelan. Ia suka bekerja di GPP sekalipun kadang jam kerjanya jadi sangat tidak manusiawi ketika menghadapi kasus yang c
“Aku di… kantor Kai.”“Huh? Kantor Kai? Yang mana?”Kristal ingin terkekeh mendengar pertanyaan polos Renjana. Big Screen—nama PH keluarga Kai memang bukan satu-satunya perusahaan Kai yang ia pimpin. Tapi masih ada perusahaan lain yang lelaki bangun sendiri dari nol dan Renjana tahu itu.“Big Screen.” Kristal menyebut nama PH Kai yang kantornya terletak di daerah Sudirman, masih satu gedung dengan perusahaan Kai yang lain sebenarnya.“Oh, yang di daerah Sudirman ya.” Renjana langsung mengingatnya. “Tumben kamu ke sana? Kamu mau casting jadi pemain film?”“Nggaklah.” Kristal menggeleng pelan mendengar ide sahabatnya itu. “It’s a long story. Kenapa kamu nanya aku di mana?”“Ketemu, yuk.”“Oh, boleh.” Kristal baru saja ingin mengajukan restoran favorit mereka sebagai tempat pertemuan saat sadar pekerjaannya masih banyak. “Tapi pekerjaanku masih banyak.”“Ya udah, aku ke sana ya.”“E-eh, jangan—”Terlambat. Karena setelahnya Renjana sudah lebih dulu mengakhiri sambungan telepon dan Krista
Renjana hanya berada di kantor baru Kristal selama dua puluh menit. Setelahnya, ia kembali ke kantornya lagi. Renjana hanya ingin memastikan kalau Kristal baik-baik saja dan Kristal sangat menghargainya.“Kamu tahu kan kalau kamu bisa ngomong apa pun sama aku?” pesan Renjana seraya mencium kedua pipi Kristal dan memeluknya singkat sebelum akhirnya berlalu dari MAXX Coffee.Setelah Renjana kembali ke kantornya, Kristal pun kembali naik ke atas dan melanjutkan membaca dokumen-dokumen sesuai dengan sisa waktu yang ia miliki. Beruntung saat ia selesai membaca lembar terakhir, bertepatan dengan Shiana yang memanggilnya ke ruangannya.“Sudah selesai?” tanya Shiana dengan senyum meremehkan yang tak pernah lepas di wajahnya setiap kali bicara dengan Kristal.Perempuan itu mencoba untuk bersabar dan mengabaikannya. “Sudah. Kita bisa bahas sekarang.”Setengah jam berikutnya, Kristal sudah memaparkan pandangannya mengenai perkembangan legal di perusahaan Kai. Selama lima tahun terakhir Big Scree
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya