Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.
Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.
Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.
Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.
Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
“Sebentar…. Di mana pengantinnya?”Renjana menatap ke sekeliling ballroom tempat resepsi pernikahan sahabatnya tengah berlangsung. Senyum manis terbit di wajahnya, membuat Aiden yang ada di sebelahnya terpana walau Renjana tak mengetahuinya. Tapi senyum itu sirna saat ia menyadari kalau sahabatnya tak ada di mana pun.“Aku titip Lana dulu ya.” Renjana menoleh pada Aiden yang heran dengan kepanikan istrinya itu. “Aku mau cari Kristal dulu.”“Oke.” Aiden tahu kalau Renjana saat ini mengkhawatirkan Kristal dan ia pun membiarkannya.Untungnya Renjana sudah terbiasa memakai stiletto dan gaun sepanjang ini, jadi ia bisa melangkah dengan bebas tanpa perlu khawatir tersandung gaunnya.Ke mana Kristal? batin Renjana yang mulai khawatir.“Jana!”Panggilan itu membuat Renjana menoleh dan mendapati Hafi menghampirinya dengan raut wajah bingung. “Ngapain kamu mondar-mandir?”Renjana melihat ke sekelilingnya, di mana para tamu berangsur pergi meninggalkan ballroom karena tepat lima menit yang lalu,
“Cessa….”Kristal yang telah berganti baju dan memutuskan untuk kembali melihat keadaan Kai, terpaku di tempatnya saat mendengar gumaman Kai yang menyebut nama perempuan lain.“It’s okay, Ta,” gumamnya pada diri sendiri. “Kamu harusnya tahu kalau hal ini lambat laun akan terjadi.”Walau ia jelas tidak pernah menyangka akan mendengarnya di hari pertama pernikahan mereka. Tapi bukannya gentar atau marah, Kristal justru tetap masuk ke dalam kamar Kai.Ia menaruh segelas air mineral dan obat yang mungkin dibutuhkan Kai saat bangun nanti. Setelahnya, dengan cepat ia menyelimuti tubuh Kai yang mulai mengigil karena AC kamarnya sudah mulai dingin.Saat selesai menarik selimut berwarna biru itu hingga sedada Kai, Kristal memuaskan keinginannya untuk menatap wajah Kai dari dekat dan dengan berhati-hati, ia merapikan rambut Kai yang agak berantakan.“Aku nggak tahu kapan lagi aku bisa menatap kamu sedekat ini dan bahkan bisa menyentuh rambut kamu.” Senyum sedih itu kembali muncul di wajah Krist
“Kai, ini Cessa. Kamu… benar sudah menikah?”Kristal terpaku mendengar pertanyaan yang diucapkan dengan suara yang terdengar begitu sendu tersebut. Walau ia tak pernah menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan sosok bernama Princessa Karenina Azari tersebut, tapi Kristal tidak akan pernah lupa bagaimana suara perempuan yang selalu ada di mimpi-mimpi Kai.“Maaf.” Kristal berusaha setenang mungkin saat menjawab pertanyaan Cessa. “Ini bukan Kai.”Tak mungkin juga rasanya kalau Kristal mengatakan Kai sedang tertidur karena mabuk. Hal itu hanya akan membuat Cessa tahu kalau pernikahannya dengan Kai tak benar-benar sebuah pernikahan.Pernikahan macam apa yang suaminya meninggalkan istrinya mabuk dan kemudian tidur di malam pertama mereka?Klik.Saat mendengar bunyi itu, Kristal langsung menjauhkan ponsel Kai dari telinganya dan layar ponsel canggih itu menampilkan notifikasi kalau panggilan Cessa sudah berakhir.Kristal pun memilih untuk menaruh ponsel Kai di atas nakas yang terletak di sam
“Aku tahu harusnya aku lebih kreatif lagi kalau mau bertanya. Tapi… are you okay, Ta?”Kristal tak bisa menahan tawanya mendengar sapaan Renjana pagi itu. Ia baru saja selesai mandi dan berganti pakaian saat ponselnya berdering menandakan panggilan masuk dari Renjana.“Aku baik-baik aja kok, Jan.”Setidaknya untuk saat ini, tambah Kristal dalam hatinya.“Beneran?”“Iyaaa.” Kristal kembali tertawa. “I’m okay, Jan. Jangan terlalu khawatirin aku.”“Gimana aku nggak khawatir kalau kemarin kamu hilang begitu aja?”Kristal langsung terdiam saat mendengar pertanyaan tersebut. Ia memang berhasil mengelabui orangtuanya, yang juga menganggap kalau ia dan Kai sudah tak sabar untuk segera pulang. Tapi hanya Hafi dan Renjana yang tahu alasan kepergiannya dan Kai yang lebih cepat, dan semuanya jadi tidak sesederhana itu.“I’m okay, Jan, really.” Kristal mencoba meyakinkannya lagi. “How about you? Kulihat-lihat kamu sama Aiden udah ada di zona damai nih.”“Ih, Tataaa, jangan mengalihkan pembicaraan.
Kai bukanlah orang yang antipati terhadap hal bernama pernikahan. Sejujurnya, ia menghargai sebuah pernikahan dan dulunya, ia memimpikan pernikahan yang bahagia.Jelas bukan yang seperti ini.“Pagi, Den.”Kai mengangguk singkat pada Mbak Jia yang menyambutnya saat ia masuk ke ruang makan. Lelaki yang hari ini mengenakan setelan jas biru dongker dari Zegna tersebut mengamati ke sekelilingnya.Seperti mengetahui pikiran Kai, perempuan paruh baya itu kembali bicara, “Non Kristal baru aja berangkat ke kantor, Pak.”“Oh, baguslah.” Kali ini Kai menghela napas dengan lega sambil membalik piringnya dan menuang nasi goreng tanpa kecap yang dimasakkan oleh Mbak Jia.Mbak Jia yang tahu kalau hubungan suami-istri itu tak sebaik yang orang kira, menahan diri untuk tidak menghela napas kecewa dan berlalu ke dapur.Saat suapan kelima sarapannya, Kai mendengar langkah kaki yang teratur menuju ke arahnya. Sudah bersama Rangga sejak ia tahun ketiga kuliah S1 membuat Kai hafal sekali dengan ritme langk
“Aku nggak mau.”“Kristal, jangan bikin kepala Abang mau pecah,” tegur Galileo Panjaitan sambil memijit pelipisnya. “Mertuamu sendiri yang minta.”Kristal menahan diri untuk tidak mendengus atau menggembungkan pipinya karena kesal di hadapan seniornya yang biasa dipanggil Bang Leo oleh para partner di firmanya.“Tapi nggak mungkin juga aku langsung keluar dari sini,” tolak Kristal untuk ke sekian kalinya.Sejak mertuanya meminta ia pindah untuk bekerja di perusahaan Kai, Kristal tidak mengiakan dan berujung pada teror yang diterima Bang Leo dari ayah mertuanya.“Ya, aku juga nggak rela kamu keluar.” Bang Leo mengemukakan pendapatnya. “Jujur aja, kamu salah satu partner yang terbaik yang aku punya di sini. Dan menyerahkan kamu untuk jadi legal officer di perusahaan suamimu, bukan hal yang mudah untukku.”“Bang Leo setuju untuk mengeluarkan aku dari sini?” tanya Kristal pelan. Ia suka bekerja di GPP sekalipun kadang jam kerjanya jadi sangat tidak manusiawi ketika menghadapi kasus yang c