“You’re pregnant, aren’t you?”
Kristal terbelalak kaget. “Kok bisa tahu?”
Renjana terkekeh pelan. “Nggak tahu, ya. Tapi emang kalau orang hamil itu kelihatan, kok, dan aku, kan, juga pernah hamil, Ta. Jadi tahulah bedanya.”
Kristal yang hari ini masih mengenakan setelan santainya di rumah—celana santai yang panjangnya sampai lima senti sebelum lutut dan kaos oblong, mengusap perutnya dengan senyuman yang membuat ia terlihat lebih cantik.
Renjana senang karena Kristal ternyata terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dugaan awalnya. Tapi ia bersyukur, Kristal tidak mengalami penderitaan selama apa yang pernah ia rasakan.
“Baru empat minggu,” terang Kristal yang juga mengundang senyum Renjana. &ld
“Iya! Makanya, jangan kayak Bang Toyib, tiga kali ulang tahunku kamu nggak pernah ada!”“Ampun, Sayangku.”Kristal sebenarnya ingin lebih lama lagi melancarkan misi beri-Kai-pelajaran-sesekali. Tapi saat ia berbalik dan melihat bagaimana Kai menatap testpack (yang bahkan sempat ia kira termometer, GOSH!) dengan mata berkaca-kaca, Kristal jadi luluh dan bangkit dari posisinya.Perempuan itu duduk mendekat pada Kai yang di luar dugaannya, langsung memeluknya dengan sangat erat.“Sorry, thank you, and I love you,” ucap Kai dengan suara yang bergetar dan membuat perasaan haru membuncah di dada Kristal. “I do really love you, Ta.”Kristal menumpukan dagunya di bahu Kai dan mengusap punggung suam
“Om Hafi.”“Apa, Sayang?”“Kok Om Hafi sendirian?” tanya Kelana dengan polosnya.Tidak tahu saja anak kecil itu, hati Hafi yang kering jadi semakin merana setelah mendengar pertanyaan tersebut.Memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan menyakitkan tersebut, Hafi malah balik bertanya, “Emangnya nggak boleh?”“Ya….” Kelana terlihat berpikir sambil mengerucutkan bibirnya dan hal itu membuat Hafi merasa gemas. “Boleh aja, sih. Tapi kan Tante Tata sama Om Kai. Papa juga sama Mama. Om Hafi doang yang sendirian.”Karena om kamu yang ganteng ini ditolak, Kelana! seru Hafi dengan gemas, namun hanya bisa dari dalam hati. Akan terlihat sangat menyedihkan kalau
Seminggu setelah makan siang di rumah Kristal, ketiga sahabat itu kembali berkumpul di restoran favorit mereka, Pancious Pacific Place.“Kalian nggak bosen makan di sini terus?” tanya Hafi saat Sabtu siang itu mereka sudah duduk manis di Pancious sambil membuka buku menu.Setidaknya Hafi yang membuka buku menu, karena Kristal dan Renjana hampir selalu memesan makanan yang sama setiap mereka datang ke sana.“Nggak. Kamu bosen?” tanya Kristal sambil menaikkan satu alisnya.Hafi hanya mengedikkan bahunya. “Cuma heran, bertahun-tahun kita selalu ke restoran yang sama dan pesanan kalian juga hampir selalu sama. Pantes, ya, ke laki-laki, pun, sukanya yang itu-itu aja.”Bukannya marah karena sindiran tersebut, Renjana dan Kristal justru ber-
“Tata.”“Apa, Ma?” Kristal menyahut sambil memakan potongan semangka yang baru saja diberikan Julia.Pukul tujuh malam saat Kristal sampai di rumahnya, ia dikejutkan dengan kehadiran Julia dan berbagai macam buah-buahan di ruang makan.Rasanya seperti saat melihat Kai pulang dari Bandung dengan lusinan kotak kue. Mamanya bisa jadi pedagang buah atau jus dengan semua yang ia bawakan untuk Kristal.“Kamu nggak kepikiran mau resign aja?”Pertanyaan Julia membuat Kristal meninggalkan tayangan CNN dan menatap mamanya dengan penasaran. “Tumben Mama bahas itu.”Mamanya memang bukan wanita karier yang bekerja di kantoran. Sejak dulu, mamanya lebih banyak waktu di rumah dibandingkan ibu te
“Aku kelihatan nambah gemukan nggak, sih?”“Sedikit,” jawab Kai jujur sambil tetap mencoba memasang dasinya.Kristal berdecak dan berbalik menghadapnya. Kai pikir Kristal akan memarahinya karena ia mengiakan pertanyaan Kristal mengenai fisiknya. Namun, tidak seperti dugaannya, Kristal justru meraih dasi yang sejak tadi berusaha ia pasang sendiri selagi Kristal memoles lipstiknya.“Susah banget minta tolong sama istri sendiri, ya?”Kai hanya balas dengan cengiran di wajahnya dan membiarkan Kristal membantu menyimpulkan dasinya.“You look so beautiful.”Kristal mendongak, dan karena belum mengenakan high heels, perbedaan tinggi mereka masih cukup jauh. “Kamu ngg
“Beruntung saya bisa memberi jaminan supaya Pak Kaisar nggak melapor ke polisi!”Brak! Olla tersentak kaget saat manajernya yang temperamen itu membanting tumpukan kertas pekerjaannya di hadapan perempuan itu.Sebenarnya Olla tidak terlalu suka manajemennya sekarang. Mereka tidak terlalu memedulikannya dan lebih banyak mengurusi penyanyi dangdut generasi baru yang diorbitkan setelah acara pencarian bakat di salah satu televisi selesai.No, Olla tidak benar-benar merendahkan mereka. Ia hanya sedang mencari pelampiasan kemarahannya saja.Semua ini gara-gara Kristal sialan itu, pikirnya kesal.“Lain kali, gunakan otakmu lebih dulu sebelum bertindak!” Bentakan manajernya membuat Olla tersa
“Sayang, aku ngidam.”“Ngidam apa?”Suara Kai yang terdengar siaga membuat Kristal terkekeh. Ia baru keluar dari kantor polisi bersama Jean dan beberapa associate mereka untuk mengurus kasus yang baru dilimpahkan kepada mereka seminggu yang lalu.“Makan siang bareng kamu.”Jean yang mendengar ucapan Kristal langsung tidak bisa menahan kikikannya, membuat Kristal langsung melotot padanya dan Jean hanya mengacungkan dua jari sebagai tanda damai.“Kamu belum makan siang?” Kai justru terdengar khawatir. “Ini udah jam dua, Sayang.”Kristal langsung berpikir cepat untuk mengalihkan perhatian suaminya. Ia memang telat makan siang karena urusannya di kantor polisi menyita wakt
“Kamu pernah ikut blind date nggak?”“Eh?”Aksa tertawa melihat reaksi Kristal yang kaget. “Aku nanya doang, lho, Princess.”“Wah, kamu butuh tips buat blind date, ya?” goda Kristal yang langsung membuat Aksa kembali tertawa.“Begitulah.” Aksa mengedikkan bahunya. “Kayak… apa, ya? Kalau dipikir-pikir, aku nggak pernah ketemu orang baru dengan tujuan ingin memiliki hubungan romantis sama orang ini.”Kristal mengangguk mengerti. Ia menyendok tiramisunya sebelum kemudian bicara. “Iya, sih, kalau kuingat, aku juga gitu, kok. Aku selalu berhubungan sama orang yang awalnya ada di satu circle-ku dan murni temenan dulu.
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya