“Masih sebegitu cintanya kamu sama Cessa?”Pertanyaan yang benar-benar random itu langsung membuat Kai membuka matanya dengan terkejut. Kristal tengah menatapnya tanpa ekspresi dan hal itu benar-benar membuat Kai kebingungan.“Maksudmu?”Kristal mengedikkan dagunya ke arah meja, seketika itu Kai tahu kalau ia membiarkan majalah bersampul wajah mantan kekasihnya terlihat oleh istrinya, Kristal.“Hanya karena ada majalah yang ada dia di sini, apa itu menjadi jawaban untuk semua pertanyaanmu tentangku?”Kristal terkekeh pelan, menarik perhatian Kai yang sebelumnya tak berekspektasi kalau perempuan itu justru akan tertawa.“Kai, Kai…. Kamu tinggal jawab iya atau nggak. Tapi kamu malah mempersulit hal yang mudah.”Kristal langsung berjalan keluar dari ruangan Kai. Meninggalkan Kai yang menatapnya dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di benaknya.Tanpa Kai ketahui, Kristal mengubah tujuannya. Dari yang tadinya ingin kembali ke ruangan tim legal, ia justru menekan tombol lift menuju lanta
“Saya Aksa, sahabat Princess sejak kuliah.”Dalam hatinya, Kai berdecak kagum. Wah, banyak juga stok nyawa lelaki ini. Bagaimana bisa ia memanggil Kristal dengan sebutan seperti itu di hadapannya?Dan Aksa bahkan tak terlihat gentar ketika Kai dengan jelas memberi batasan teritorinya. Kalau ia adalah suami Kristal, perempuan yang sedari tadi ia tatap dengan tatapan penuh pemujaan.Hal yang tak pernah Kai lakukan sebelumnya.“Kamu ngapain di sini?”Mendengar Kristal mengulang pertanyaannya, menyadarkan Kai kalau ia berhasil menjalankan rencananya. Tadi siang perempuan itu bilang kalau ia berhasil menemukan lelaki ini, ia bisa menanyakan namanya pada Kristal. Tapi Kai lebih memilih untuk mendengar nama itu disebut sang pemiliknya sendiri.“Tadi ada meeting di DBS Tower, terus ke sini karena mau beliin sandwich kesukaan kamu.” Kai mengangkat paper bag Starbucks yang ia bawa.Kristal ingin membantah kata-kata Kai, namun ia berusaha menahan dirinya. Kalau hanya untuk mencari Starbucks, bua
Kristal menyetir dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya.“Kenapa Kai sampai bisa ke Kokas?” gumamnya sambil mengganti lagu di playlist-nya. Kebetulan saat ini mobilnya tengah berhenti karena lampu lalu lintas berubah merah.“Dasar laki-laki nggak mau kalah,” gerutu Kristal lagi.Pada dasarnya ia sendiri masih tidak mengetahui motif Kai bisa sampai ke tempatnya bertemu dengan Aksa dan berakting seakan-akan dia adalah suami yang manis dan sosok suami impian semua perempuan.Lelah dengan berbagai macam spekulasi yang semakin tak masuk akal, akhirnya Kristal memutuskan untuk mencoba tidak memikirkannya sama sekali.Setengah jam kemudian, ia sampai di rumahnya dan mendapati tidak ada orang di ruang makan atau ruang tengah. Kristal
“Sepertinya Pak Kaisar sudah sampai,” komentar seorang pegawai yang tengah membantunya untuk merapikan lipitan gaunnya.“Hm, mungkin,” sahut Kristal saat mendengar suara Kai yang samar-samar dari ruang ganti.“Rambutnya mending digerai kali, ya?” tanya Kristal sambil menatap cermin yang ada di hadapannya. “Tapi mending di-styling curly atau lurus aja, ya?”“Curly atau lurus kayak rambut Bu Kristal hari ini juga cocok, kok,” imbuh sang pegawai sambil ikut menatap pantulan Kristal di cermin. “Bu Kristal udah cantik, rambutnya diapain juga pasti tetep cantik.”“Ah, kamu bisa aja.” Kristal terkekeh. “Saya suka gaun yang ini, saya ambil ini aja, deh.”&ldqu
“What’s wrong?”“Nothing.”Kai menggeram, jelas saja tak menerima jawaban Kristal. “Kristal….”“Apa, sih?” Kristal menoleh dengan bingung ke arah Kai.Mereka sudah di perjalanan pulang menuju rumah dan Kai sejak tadi bisa merasakan kalau Kristal mulai berbeda. Perempuan itu jadi agak lebih diam, walau sesekali masih menimpali saat diajak bicara perempuan di sebelahnya.Tapi yang jelas Kai perhatikan adalah kalau perempuan itu tidak lagi menatapnya langsung saat Kai mengajaknya bicara.“Kamu aneh.”“Emang,” sahut Kristal dengan cepat.Kai mendecakkan lidah dengan
“Seperti apa rasanya bersaing dengan mantan kekasih dari orang yang kamu cintai?”“Eh?” Renjana jelas terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Kristal.Saat ini mereka tengah menunggu Hafi yang sedang di perjalanan menuju apartemen Kristal. Sementara itu, Kristal membantu Renjana merapikan barang-barangnya yang tak banyak.“Pertanyaanku aneh, ya?”“Ya…, kamu juga biasanya aneh, sih,” jawab Renjana dengan enteng, membuat Kristal mencebikkan bibirnya.“Kenapa lagi?” Kali ini Renjana bertanya dengan lembut. “Cessa gangguin kamu karena kamu nikah sama Kai?”“Nggak, sih. Kayaknya perempuan itu bahkan nggak tahu eksistensiku di muka bumi
“Katanya kamu mau pindah ke ABP, ya?”“Hah?”“Kamu hari ini mau ke peresmian ABP, kan?”Kristal yang baru saja sampai di kantor dan tadinya berencana memakan bubur ayam yang ia beli di perjalanan tadi, masih belum mengerti apa yang dimaksud Jean.“Aksara Bimantara & Partners.” Jean mengacungkan undangan peresmian law firm baru Aksa di depan wajahnya.“Oh.” Kristal mengamati undangan milik Bang Leo yang kini ada di tangan Jean karena tertinggal di ruang istirahat. “Nggak tahu. Kok kamu mikirnya aku mau pindah?”“Gosipnya udah santer, sih.”Kristal membuka styrofoam berisi bubur ayamnya dan mengamb
“Jadi kamu masih nggak mau menerima tawaranku?”Kristal yang tadinya tengah menatap ke luar gedung Plaza Eightyeight melalui dinding kaca, langsung menoleh pada Aksa yang kini berdiri di sampingnya.“Untuk saat ini… kayaknya nggak, deh.” Kristal tersenyum pada Aksa, berharap sahabatnya itu mengerti alasannya.Terlalu tiba-tiba untuknya pindah dari GPP. Dan ia pun masih merasa nyaman di kantornya yang sekarang. Walau Kristal tidak menampik, ia juga penasaran untuk merasakan atmosfer lingkungan kerja yang baru dengan tim baru.“It’s okay.” Untuk saat ini Aksa menghargai keputusan Kristal. “Just let me know, kalau misalnya kamu berubah pikiran, oke?”“I will.” Kristal terkekeh
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya