“Saya Aksa, sahabat Princess sejak kuliah.”Dalam hatinya, Kai berdecak kagum. Wah, banyak juga stok nyawa lelaki ini. Bagaimana bisa ia memanggil Kristal dengan sebutan seperti itu di hadapannya?Dan Aksa bahkan tak terlihat gentar ketika Kai dengan jelas memberi batasan teritorinya. Kalau ia adalah suami Kristal, perempuan yang sedari tadi ia tatap dengan tatapan penuh pemujaan.Hal yang tak pernah Kai lakukan sebelumnya.“Kamu ngapain di sini?”Mendengar Kristal mengulang pertanyaannya, menyadarkan Kai kalau ia berhasil menjalankan rencananya. Tadi siang perempuan itu bilang kalau ia berhasil menemukan lelaki ini, ia bisa menanyakan namanya pada Kristal. Tapi Kai lebih memilih untuk mendengar nama itu disebut sang pemiliknya sendiri.“Tadi ada meeting di DBS Tower, terus ke sini karena mau beliin sandwich kesukaan kamu.” Kai mengangkat paper bag Starbucks yang ia bawa.Kristal ingin membantah kata-kata Kai, namun ia berusaha menahan dirinya. Kalau hanya untuk mencari Starbucks, bua
Kristal menyetir dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya.“Kenapa Kai sampai bisa ke Kokas?” gumamnya sambil mengganti lagu di playlist-nya. Kebetulan saat ini mobilnya tengah berhenti karena lampu lalu lintas berubah merah.“Dasar laki-laki nggak mau kalah,” gerutu Kristal lagi.Pada dasarnya ia sendiri masih tidak mengetahui motif Kai bisa sampai ke tempatnya bertemu dengan Aksa dan berakting seakan-akan dia adalah suami yang manis dan sosok suami impian semua perempuan.Lelah dengan berbagai macam spekulasi yang semakin tak masuk akal, akhirnya Kristal memutuskan untuk mencoba tidak memikirkannya sama sekali.Setengah jam kemudian, ia sampai di rumahnya dan mendapati tidak ada orang di ruang makan atau ruang tengah. Kristal
“Sepertinya Pak Kaisar sudah sampai,” komentar seorang pegawai yang tengah membantunya untuk merapikan lipitan gaunnya.“Hm, mungkin,” sahut Kristal saat mendengar suara Kai yang samar-samar dari ruang ganti.“Rambutnya mending digerai kali, ya?” tanya Kristal sambil menatap cermin yang ada di hadapannya. “Tapi mending di-styling curly atau lurus aja, ya?”“Curly atau lurus kayak rambut Bu Kristal hari ini juga cocok, kok,” imbuh sang pegawai sambil ikut menatap pantulan Kristal di cermin. “Bu Kristal udah cantik, rambutnya diapain juga pasti tetep cantik.”“Ah, kamu bisa aja.” Kristal terkekeh. “Saya suka gaun yang ini, saya ambil ini aja, deh.”&ldqu
“What’s wrong?”“Nothing.”Kai menggeram, jelas saja tak menerima jawaban Kristal. “Kristal….”“Apa, sih?” Kristal menoleh dengan bingung ke arah Kai.Mereka sudah di perjalanan pulang menuju rumah dan Kai sejak tadi bisa merasakan kalau Kristal mulai berbeda. Perempuan itu jadi agak lebih diam, walau sesekali masih menimpali saat diajak bicara perempuan di sebelahnya.Tapi yang jelas Kai perhatikan adalah kalau perempuan itu tidak lagi menatapnya langsung saat Kai mengajaknya bicara.“Kamu aneh.”“Emang,” sahut Kristal dengan cepat.Kai mendecakkan lidah dengan
“Seperti apa rasanya bersaing dengan mantan kekasih dari orang yang kamu cintai?”“Eh?” Renjana jelas terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Kristal.Saat ini mereka tengah menunggu Hafi yang sedang di perjalanan menuju apartemen Kristal. Sementara itu, Kristal membantu Renjana merapikan barang-barangnya yang tak banyak.“Pertanyaanku aneh, ya?”“Ya…, kamu juga biasanya aneh, sih,” jawab Renjana dengan enteng, membuat Kristal mencebikkan bibirnya.“Kenapa lagi?” Kali ini Renjana bertanya dengan lembut. “Cessa gangguin kamu karena kamu nikah sama Kai?”“Nggak, sih. Kayaknya perempuan itu bahkan nggak tahu eksistensiku di muka bumi
“Katanya kamu mau pindah ke ABP, ya?”“Hah?”“Kamu hari ini mau ke peresmian ABP, kan?”Kristal yang baru saja sampai di kantor dan tadinya berencana memakan bubur ayam yang ia beli di perjalanan tadi, masih belum mengerti apa yang dimaksud Jean.“Aksara Bimantara & Partners.” Jean mengacungkan undangan peresmian law firm baru Aksa di depan wajahnya.“Oh.” Kristal mengamati undangan milik Bang Leo yang kini ada di tangan Jean karena tertinggal di ruang istirahat. “Nggak tahu. Kok kamu mikirnya aku mau pindah?”“Gosipnya udah santer, sih.”Kristal membuka styrofoam berisi bubur ayamnya dan mengamb
“Jadi kamu masih nggak mau menerima tawaranku?”Kristal yang tadinya tengah menatap ke luar gedung Plaza Eightyeight melalui dinding kaca, langsung menoleh pada Aksa yang kini berdiri di sampingnya.“Untuk saat ini… kayaknya nggak, deh.” Kristal tersenyum pada Aksa, berharap sahabatnya itu mengerti alasannya.Terlalu tiba-tiba untuknya pindah dari GPP. Dan ia pun masih merasa nyaman di kantornya yang sekarang. Walau Kristal tidak menampik, ia juga penasaran untuk merasakan atmosfer lingkungan kerja yang baru dengan tim baru.“It’s okay.” Untuk saat ini Aksa menghargai keputusan Kristal. “Just let me know, kalau misalnya kamu berubah pikiran, oke?”“I will.” Kristal terkekeh
“Kok kamu diam aja?” tanya Kai setelah mereka berada di mobil dan kini terjebak di ruas jalan raya.Hujan deras yang bertepatan dengan jam pulang kantor membuat Kai yakin kalau mereka akan terjebak cukup lama di jalan raya ini.Melihat Kristal yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya, Kai akhirnya beralih ke tempat penyimpanan yang ada di depannya. Ia mengeluarkan sekantong paper bag dengan logo yang sudah sangat Kristal kenali.“Nih, kamu makan dulu.” Kai menyodorkan paper bag tersebut pada Kristal yang menerimanya dengan tatapan horor.“Kapan kamu beli McD?” tanya Kristal yang pada akhirnya bersuara.“Tadi Rangga yang mampir dan beliin itu buat kamu karena mikir mungkin kita akan kena macet di jalanan ini,&rdqu